Meynard Reynold Nathanael Alfons atau lebih dikenal dengan Rence Alfons (lahir 18 Januari 1966) adalah pendiri dari Molucca Bamboowind Orchestra (MBO) dan sampai sekarang masih memegang tampuk konduktor orkestra. Selain seorang konduktor, Rence juga dikenal sebagai gitaris, komponis, arranger, dan juga aktif sebagai PNS yang sehari harinya berkantor di Taman Budaya Propinsi Maluku[1]
Kiprah Seni
Meynard Reynold Nathanael Alfons biasa dipanggil Rence Alfons, menggali budaya musik Maluku, lewat suling bambu yang ditiup secara horizontal, yang tumbuh di masyarakat Kristen Ambon; dan suling bambu yang ditiup ke arah vertikal yang hidup di komunitas Muslim Ambon.[2]
Berawal dari kegelisahan Rence sebagai lulusan musicology Institut Seni Indonesia Yogyakarta, musik suling bambu mulai ditinggalkan oleh generasi muda . Di mata anak muda musik suling bambu sama sekali tidak menarik.[3]
Suling bambu dikenalkan oleh Joseph Kam, penginjil asal Belanda, yang datang ke Ambon awal abad ke-16. Dia punya latar belakang musik flute, mungkin karena di sini banyak pohon bambu, jadi yang dikembangkan suling bambu. Rence menceritakan suling bambu Maluku kerap dipakai masyarakat untuk mengiringi liturgi di gereja. Tapi, kebiasaan memainkan alat musik ini mulai punah.
Awal membangun MBO ini pun tidak mudah, hanya sedikit orang yang tertarik. Namun karena niat bulatnya, ia pun menggunakan pendekatan kultural. Ia mulai mengajak orang-orang di sekitarnya memainkan kembali suling bambu Maluku. Ia giat keluar-masuk kedai, sambil minum tuak, dan mengundang orang-orang bergabung dalam orkesnya. Awalnya, hanya lima orang yang berminat. "Mereka orang-orang yang sudah tua," cerita Rence.
Dengan kondisi seadanya, kelompok kecil ini mulai berlatih. Karena alat musik ini tidak dijual di toko, maka ia memproduksi sendiri. Bambu diolah dijadikan alat musik. Setiap nada dipastikan presisi dengan tunner (alat penyelaras nada skala diatonik). Agar seperti orkestra, jangkauan nada pun dibagi menjadi lima kelompok suara. Register nada tinggi dipegang suara satu, nada menengah untuk suara dua dan tiga, terakhir nada rendah untuk suara empat dan lima.[4]
Kekonsistenan yang dibangun Rence membuahkan hasil, anggota pun kian bertambah. Namun tidak semua memiliki latar belakang dan pengetahuan musik yang sama. Maka, Rence harus mengajari dari awal. "Saya ajari satu-satu bagaimana cara menempelkan bibir ke suling, bagaimana cara meniup," ujar Rence. Anggota orkestra juga ternyata kesulitan membaca not balok. Dengan kesabaran, Rence menuliskan notasi angka di setiap lembarnya.[5]
Lewat kerja keras sepuluh tahun, perlahan musik suling hidup dan kini menunjukkan geliat yang luar biasa. Kini anggota MBO sudah lebih dari 100 personil sudah tampil di hadapan publik Kota Ambon, pembukaan Pesparawi Nasional, Pembukaan MTQ Nasional, di Jakarta hingga Negeri Belanda. Anggota orkestra ini juga berasal dari berbagai latar belakang, seperti dosen, mahasiswa, pegawai negeri sipil, penyadap nipar (gula aren), hingga tukang ojek. Mereka diterima tanpa memandang latar belakang agama. Rentang usianya pun bervariasi, 11-70 tahunan.
Yang membuat Rence bangga adalah Kehadiran generasi muda dalam kelompok ini, yang berarti suling bambu tidak akan mati.[6]
Referensi