Würzburg-Riese (Würzburg Raksasa)Würzburg-Riese di Gatow. |
Negara asal | Jerman |
---|
Diperkenalkan | 1940 |
---|
Jumlah dibuat | ca 4000 |
---|
Tipe | radar penjejak sasaran |
---|
Frekuensi | 560 MHz |
---|
PRF | 1875 per detik |
---|
Pulsewidth | 2 μs |
---|
Jarak | sampai 70 km (43 mi) |
---|
Diameter | 7,5 meter (25 ft) |
---|
Azimuth | 0–360° |
---|
Elevasi | 0–90° |
---|
Presisi | ±15 meter (49 ft) |
---|
Tenaga | 8 kW |
---|
Radar Würzburg adalah radar penjejak sasaran yang dibuat oleh Jerman pada Perang Dunia Kedua. Dinamai FuSE 62 atau FuMG 62 atau FMG 39 (Funk-Sende-Empfangsgerät/Funk-Messgerät/Flak-Messgerät), radar ini dikembangkan dan diproduksi oleh Telefunken, salah satu firma elektronika ternama di Jerman pada masa itu.
Pengembangan
Sejarah Würzburg bermula dengan pertemuan antara Telefunken dengan para periset radar Jerman yang terkenal seperti Hans Hollmann dan Rudolf Kühnhold pada Januari 1934. Keduanya memiliki proyek pembuatan radar peringatan dini, namun. direktur riset Telefunken tak terkesan dan menganggap ide itu hanyalah sains fiksi belaka. Akhirnya kedua periset itu mendirikan GEMA (Gesellschaft für Elektroakustische und Mechanische Apparate/ Perkumpulan Alat Elektroakustik dan Mekanik), yang kemudian bekerjasama dengan Lorenz AG, salah satu saingan Telefunken. LorenzAG-lah yang nantinya memproduksi radar Jerman seperti Radar Freya dan Radar Seetakt.
Melihat kesuksesan Lorenz dengan program pengembangan radarnya, Telefunken memutuskan untuk mengembangkan radarnya sendiri. Karena Lorenz sudah mengembangkan radar peringatan dini, maka Telefunken memutuskan untuk mengembangkan radar penjejak sasaran (Fire control radar). Pada musim panas 1935, Telefunken berhasil membuat prototipe yang dapat mendeteksi pesawat seukuran Junkers Ju 52. Tahun berikutnya, prototipe lanjutan dengan nama Darmstadt mampu memberikan data dengan akurasi sebesar 50 m pada jarak 5 km. Hal ini dinilai masih belum mencukupi syarat sebagai radar penjejak sasaran. Maka pada 1938, Luftwaffe memberikan kontrak pengembangan lanjut untuk mewujudkan radar ini.
Hasilnya adalah FuMG 62, yang didemonstrasikan pada Hitler pada Juli 1939. Telefunken berhasil membuat sistem berbasiskan tabung klystron yang beroperasi pada 54 - 53 cm (553 – 566 MHz), yang mana dinilai sangat canggih pada saat itu, dengan kekuatan puncak antara 7-11 kW dan laju pengulangan sinyal sebesar 3.750 Hz. Sistem ini memiliki akurasi sebesar 25 m pada jarak 29 km. Würzburg menggunakan piringan selebar 3 m yang bisa dilipat menjadi dua saat dalam mode pemindahan. Würzburg mulai memasuki dinas pada 1940 dan ada sekitar 4.000 unit yang dibuat.
Varian
Ada beberapa versi dari radar ini. Yang pertama adalah Würzburg A, yang dioperasikan manual dan mengharuskan operator untuk membidik sasaran dengan mempertahankan sinyal maksimum pada osiloskop. Karena kekuatan sinyal berubah-ubah oleh banyak faktor, sistem ini masih belum cukup akurat dan masih membutuhkan bantuan lampu sorot untuk menjejak sasaran. Meski demikian sistem ini sempat berhasil menjatuhkan sebuah pesawat musuh pada Mei 1940. Würzburg B memiliki tambahan detektor inframerah, namun dianggap sebagai proyek gagal dan tidak dilanjutkan.
Würzburg C menggunakan mekanisme pengalihan lobus (lobe switching) untuk menambah akurasi. Sistem ini memiliki dua buah antenna pada piringannya. Sinyal yang diterima oleh kedua antenna disalurkan pada osiloskop, maka sasaran dapat dijejak dengan mempertahankan kekuatan sinyal yang sama pada kedua antenna. Sistem ini memiliki kesalahan deteksi yang lebih rendah dari versi sebelumnya dan memiliki akurasi angular antara 2-3 derajat. Salah satu contoh radar dengan mekanisme serupa adalah SCR-268 yang dibuat oleh Amerika.
Würzburg D dikenalkan pada tahun 1941 dan menambahkan sistem pemindaian konikal, yaitu metode pengembangan dari pengalihan lobus. Sistem ini memutar arah pancaran radar pada porosnya, sehingga posisi sasaran dapat ditemukan dengan melihat kekuatan sinyal pantulan dari sasaran. Hasilnya, resolusi angular sistem ini meningkat cukup drastis, meningkatkan akurasinya secara keseluruhan.
Tapi bahkan Würzburg D masih belum cukup akurat bagi Jerman. Maka, FuMG 65 Würzburg-Reise (Raksasa) dikembangkan. Sistem ini memiliki perangkat yang sama dengan Würzburg D, namun piringannya berdiameter 7,4 m dan memiliki pemancar yang lebih kuat sehingga jangkauannya menjadi 70 km. Akurasi angularnya berkisar antara 0,1-0,2 derajat, sangat mencukupi fungsi penjejak sasaran. Beberapa varian derivatif dibuat untuk dipasang pada gerbong kereta khusus. Sekitar 1.500 unit diproduksi sepanjang perang.
Komponen
Dalam operasionalnya, Würzburg menggunakan instrumen elektronik. Terdapat belasan unit instrumen pada sistem Würzburg, tetapi komponen utamanya adalah Anzeigegerät (ANG 62) dan Enfernungsanzeigegerät (EAG 62) sebagai penampil data.
Oszillograph (OSZ 62), sebuah osiloskop tipe J pada ANG 62 menampilkan data jarak (0-40 km), ketinggian, serta azimuth dari sasaran yang dituju. Sedangkan EAG 62 menampilkan data fine range tuning atau setelan lebih detail mengenai voltase dari pemancar sinyal radar.
Selain kedua isnstrumen tersebut, ada komponen-komponen lain seperti Sender-Überlagerer (SÜ 62), Impulsgenerator (IG 62), Zwischenfrequenzverstärker (ZFV 62), Oszillograph (OSZ 62), Prüfsender (PS 62), Bedienungsgerät (BG 62), Frequenzteilergerät, dan masih banyak lagi.
Ada pula beberapa modifikasi yang dilakukan oleh operator radar untuk mengakali tindakan yang dilakukan Sekutu seperti jamming atau chaff (Window) sehingga Würzburg masih dapat beroperasi meski mendapat serangan semacam itu.
ECM
Keakuratan sistem Würzburg tentu membuat khawatir Sekutu, khususnya Inggris. Kemampuan radar ini dalam menjejak sasarannya tidak tertandingi, menggunakan frekuensi yang sangat tinggi pada awal penggunannya, dengan panjang gelombang 54 cm. Sistem terbaik Inggris pada kala itu masih menggunakan panjang gelombang 1,5 m. Maka Royal Air Force mencari cara untuk mengatasi radar yang merepotkan Inggris ini. Ada beberapa gagasan untuk mengganggu kinerja radar, berikut di antaranya.
“Window” (Chaff) merupakan potongan aluminium berbentuk V dengan panjang setengah dari panjang gelombang sistem radar yang ditargetkan. Potongan aluminium ini akan memantulkan sinyal radar dan mengganggu penjejakan sasaran sebab “Window” akan memenuhi layar. Alat ini sangat efektif dalam melawan radar, dan saking efektifnya hingga Inggris pun takut untuk menggunakannya, dengan asumsi Jerman akan melakukan hal yang sama pada sistem radarnya. Pada kali pertama penggunaannya pada tahun 1943, Window sangat efektif membungkam sistem radar Jerman seperti Würzburg dan Lichtenstein AI hingga korban pesawat sekutu terhadap pertahanan udara berkurang secara drastis. Jerman juga mengembangkan alat serupa dengan nama “Düppel”.
“Carpet” jammer merupakan sebuah sistem pemancar berbasis pesawat yang dibuat untuk mengacaukan radar Würzburg. Sistem ini bekerja dengan memancarkan sinyal dengan frekuensi yang sama dengan frekuensi Würzburg, sehingga menimbulkan noise atau gangguan pada layar monitor. “Carpet I – AN/APT-2” bekerja pada frekuensi 450 – 710 MHz dengan kekuatan 4 W. Sistem ini terlalu lemah sehingga membutuhkan amplifier dalam operasi. Kemudian Inggris mengembangkan “Carpet II” dengan rentang frekuensi yang sama namun berkekuatan 5 W dan mampu memindai frekuensi Würzburg sehingga lebih efisien dalam mengacaukan radar (Carpet I harus diatur di darat). “Carpet III – AN/APQ-9” bekerja pada frekuensi 475 – 585 MHz dengan kekuatan 10 W. “Carpet IV – AN/APT-5” bekerja pada frekuensi 350 – 1.200 MHz dengan kekuatan 15 W.
“Window” dan “Carpet” digunakan oleh Sekutu dalam setiap misi pengeboman sejak tahun 1943. Penggunaan keduanya dengan sukses mengurangi korban pada RAF dan USAAF secara signifikan. Hal ini sangatlah penting, sebab Jerman memiliki unit baterai anti serangan udara terbesar di dunia kala itu. Tanpa upaya pengacauan Würzburg, RAF dan USAAF akan membayar dengan harga yang sangat mahal untuk memasuki wilayah Reich Ketiga.
ECCM
Melihat sistem pertahanannya dibungkam pada peristiwa Hamburg, Jerman tak tinggal diam. Teknik baru dikembangkan untuk meminimalisir gangguan pada Würzburg. Para teknisi radar Jerman mengusulkan Teknik seperti “Würzlaus” yang menggunakan prinsip Doppler untuk membedakan pesawat dengan “Window”, “Nürnberg” dengan memperhatikan perbedaan kekuatan sinyal yang disebabkan rotasi baling – baling pesawat musuh, “K-laus”, “Taunus”, dan lain-lain.
Sedangkan untuk mengatasi radar jamming, dikembangkanlah Teknik “Wismar” yang lebih dikenal oleh Sekutu dengan sebutan frequency hopping atau berpindah-pindah frekuensi. Selain itu instrumen Entfernungmessblende (EFB 62) juga dapat meminimalisir efek jamming dengan memilah sinyal radar dalam jangka waktu tertentu. Dengan bantuan teknik dan alat alat tersebut, Jerman mengklaim mampu mengatasi 50-80% upaya pengacauan sistem Würzburg.
Meskipun demikian, Jerman pun mengakui ketertinggalannya dalam bidang radar. Hanya masalah waktu hingga Sekutu mengembangkan ECM yang lebih berbahaya bagi sistem Würzburg. Mau tidak mau, Jerman harus mengembangkan sistem radar baru yang lebih akurat dan lebih tahan terhadap ECM.
Lihat pula
Referensi