Pyongyang (jaringan restoran)Pyongyang adalah jaringan restoran di Asia yang dioperasikan oleh pemerintah Korea Utara. Nama restoran ini berasal dari nama ibu kota negara tersebut, Pyongyang. Restoran Pyongyang kebanyakan berada di Tiongkok, dekat perbatasan Korea Utara. Pada tahun 2000-an, restoran ini melakukan ekspansi ke kota-kota di Asia Tenggara seperti Bangkok, Jakarta, Pattaya, Phnom Penh, Siem Reap, dan Vientiane.[1] Restoran ini awalnya melayani pebisnis Korea Selatan di Asia Tenggara dan sekarang sudah populer di kalangan wisatawan asing non-Korea.[2] Cabang pertama Pyongyang di dunia Barat dibuka di Osdorp, permukiman pinggiran Amsterdam, pada Februari 2012. Menu dan kebijakan restoran ini berbeda dengan cabangnya di Asia, yaitu larangan mengambil dan penghapusan menu daging anjing & anggur ginseng. Pada September 2012, restoran ini ditutup setelah muncul tuduhan bolak-balik antara staf Korea dan rekanan Belandanya.[3] Satu-satunya cabang restoran Pyongyang di Indonesia berada di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Cabang itu ditutup pada tahun 2017.[4] LayananRestoran ini menyajikan masakan Korea Utara, termasuk kimchi, "mi dingin" Pyongyang, barbekyu sotong, dan sup daging anjing.[1] Pengunjung juga dapat membeli produk Korea Utara seperti anggur ginseng dan afrodisiak tanpa merek yang kabarnya terbuat dari beruang.[1] Harganya cenderung mahal dan menggunakan mata uang dolar Amerika Serikat.[1] Stafnya adalah gadis asli Korea Utara dengan pakaian tradisional Hanbok. Mereka juga melakukan karaoke serta kegiatan nyanyi dan menari dengan gaya pertunjukan massal ala Korea Utara.[1][5] Propaganda pemerintah Korea Utara tidak tampak di restoran ini, namun fotografi tetap dilarang.[1] OperasiMenurut jurnalis Swedia Bertil Lintner, restoran ini adalah salah satu badan usaha luar negeri Room 39, organisasi pemerintah Korea Utara yang berusaha memperoleh dan mencuci valuta asing untuk kepentingan pemerintah.[1] Pelarian Korea Utara melaporkan bahwa restoran Pyongyang dijalankan oleh perantara lokal yang diharuskan menyetor sekitar US$10.000 sampai US$30.000 setiap tahunnya kepada pemerintah Korea Utara.[1][5] Staf Korea Utara yang tinggal di bangunan restorannya kabarnya diseleksi ketat untuk mengetahui kesetiaan politiknya dan sangat diawasi oleh agen keamanan Korea Utara di tempat.[1] Pada tahun 2000-an, menurut Daily NK, upaya kabur oleh sejumlah pelayan di Cina berujung pada penutupan beberapa restoran sekaligus pemulangan para stafnya.[6][7] Referensi
|