Pria dan Singa
DongengSeorang pria dan seekor singa sedang memperdebatkan siapa di antara mereka yang lebih unggul. Maka sebagai pembuktian siapa yang lebih unggul, si Pria itu menunjuk ke sebuah patung singa yang telah ditundukkan oleh seorang manusia. Dalam versi Yunani diceritakan jika singa bisa memahat, niscaya mereka akan menunjukkan diri mereka sebagai pemenangnya. Hal ini menunjukkan pesan moral bahwa kejujuran menang melawan pembualan.[2] Dalam versi lain diceritakan bahwa, singa bertanya mengenai siapa yang membuat patung itu dan menolak menganggapnya sebagai bukti bahwa itu adalah manusia. Dalam versi Latin pungkasan Ademar dari Chabannes, singa membawa seorang Pria itu ke amfiteater untuk mendemonstrasikan apa yang terjadi dalam kenyataannya.[3] Sementara itu, William Caxton meminta si Singa untuk menerkam si Pria itu agar menunjukkan buktinya.[4] Tetapi, Jefferys Taylor berargumen dengan jenaka di bagian akhir Aesop in Rhyme (1828), jika fakta bahwa singa tidak dapat memahat merupakan bukti nyata akan kelemahannya.[5] Saat Abad Pertengahan beberapa penggambaran cerita digantikan oleh lukisan ketimbang patung, seperti dalam Jean de La Fontaine yang menciptakan Le lion abattu par l'homme (Singa yang ditundukkan oleh pria, III.10).[6] Di sana seekor singa yang lewat menjawab kepada mereka yang mengagumi pemandangan berburu bahwa jika seekor singa bisa melukis, tentu gambarannya akan berbeda. Ilustrator selanjutnya membuat model variasi yang berbeda tentang ini. Gustave Doré mengilustrasikan dengan para pengagum patung di galeri seni di hadapan singa yang sedang berdiri. Grandville mengilustrasikan singa dengan peralatan seniman yang terlibat dalam cerita versinya.[7] Publikasi komik Benjamin Rabier memasangkan sekelompok ahli pengagum seni dengan liontin singa yang sedang membuat lukisannya sendiri di gurun.[8] Dalam mengomentari cerita tersebut, Roger L'Estrange menunjukkan bahwa cerita ini bertentangan dengan aturan keadilan secara umum bagi laki-laki untuk menjadi hakim dalam kasusnya sendiri.[9] Selanjutnya, feminis mengkritik pada poin yang sama,[10] mengutip Wyf of Bath karya dari Geoffrey Chaucer, yang membela gendernya menuntut "Siapa yang melukis si Singa, Katakan siapa?" dan melanjutkan pesan moral dongeng ini dengan istilah yang hampir sama.[11] Referensi
Pranala luar |