Permainan video di FilipinaPermainan video di Filipina adalah sebuah industri baru di bidang hobi yang mencakup produksi, penjualan, ekspor-impor, dari permainan video. Organisasi olahraga elektronik Filipina (The Philippine eSports Organization, PeSO) adalah organisasi olahraga elektronik yang merupakan perwakilan resmi Filipina untuk Federasi Esports Internasional (International eSports Federation, IeSF), yang merupakan salah satu asosiasi olahraga elektronik terbesar di dunia. PeSO mewakili komunitas olahraga elektronik Filipina di ajang internasional.[1] DemografiBerdasarkan data di tahun 2020, bagi sebagian besar pemain permainan video di Filipina dan di seluruh Asia Tenggara pada umumnya, ponsel adalah perangkat pilihan untuk bermain permainan video. Meski demikian, penggunaan komputer dan konsol untuk bermain permainan video juga populer di Filipina. Sebanyak 74% dari populasi dalam jaringan (daring) Filipina bermain permainan video di ponsel; 65% dari populasi daring Filipina bermain permainan video di komputer; dan 45% dari populasi daring Filipina bermain permainan video di konsol. Mayoritas laki-laki dan perempuan di populasi daring yang berada di perkotaan bermain permainan video di ponsel dan komputer. Namun, hanya sekitar 40% wanita yang bermain permainan video di konsol. Empat per lima dari semua pemain permainan video yang menggunakan uang untuk permainan video (Pay To Play, P2P), menghabiskan uang untuk membeli barang-barang atau item di dalam permainan video dalam enam bulan terakhir, dengan 42% wanita dan 35% pria menghabiskan uang untuk melakukan peningkatan pada akunnya. Bagi banyak pemain permainan video di Filipina, menonton pertandingan sama pentingnya dengan bermain permainan video itu sendiri. Terlebih lagi, 10% dari populasi daring di perkotaan menonton konten permainan video, tetapi bermain permainan video kurang dari sebulan sekali. Secara keseluruhan, 63% dari populasi daring menonton konten permainan video, sementara hanya di bawah sepertiga dari populasi daring adalah bagian dari penonton pertandingan olahraga elektronik.[2] Industri pengembangan permainan videoFilipina adalah pemain kecil dalam industri pengembangan permainan video. Pada tahun 2011, dilaporkan bahwa industri lokal hanya memiliki pangsa pasar 0,02% dari industri global senilai $90 miliar. Mayoritas industri pengembangan permainan video berfokus pada alih daya ke perusahaan asing daripada pembuatan konten lokal.[3] Menurut Asosiasi Pengembang Permainan Video Filipina (Game Developers Association of the Philippines, GDAP), ada sekitar 4.000 orang profesional yang mewakili sekitar 60 perusahaan yang terlibat dalam industri pengembangan permainan video pada tahun 2013. Pesaing utama Filipina di bidang ini adalah Tiongkok, Singapura, Malaysia, dan Vietnam.[3] Permainan video komputer komersial pertama yang dikembangkan Filipina adalah Anito: Defend a Land Enraged yang dirilis pada November 2003.[4] Dua bulan sebelum Anito dirilis, pada bulan September 2003, permainan kartu Solitaire gratis dan bersifat sumber terbuka bernama Drac juga dirilis oleh Rico Zuñiga, yang menjadikan Drac sebagai permainan video komputer dan kerangka pengembangan permainan video pertama yang dikembangkan di Filipina.[5] Drac juga digunakan untuk membuat permainan kartu lain berdasarkan aturan permainan populer Filipina, Tong-its yang dirilis pada November 2003.[6][7] Pada tahun 2016, perusahaan pengembang permainan video asal Prancis, Ubisoft, mengumumkan rencana untuk mendirikan anak perusahaan di Filipina yang dibuka pada 28 Maret 2016 di Santa Rosa, Laguna dalam kemitraan dengan Universitas De La Salle.[8][9][10] University of The Visayas New School (UVNS) menawarkan pelajaran di bidang olahraga elektronik dan pengembangan permainan video melalui jalur Seni dan Desain di tingkat SMA.[11] UVNS menawarkan mata pelajaran seperti teori permainan, mekanika, strategi, dan kesadaran dalam permainan. Siswa juga dapat mengambil desain permainan video, membuat dan mengembangkan merek, menjadi komentator olahraga elektronik (shoutcasting), serta kewirausahaan.[11] Setelah kembalinya dua tim Filipina dari turnamen DotA 2 dunia pada tahun 2017, pendukung olahraga elektronik seperti Senator Bam Aquino melihat potensi industri permainan video daring untuk membawa kehormatan bagi negara, serta menciptakan lapangan kerja dan investasi.[12] Olahraga elektronik di FilipinaKarena popularitas permainan video di Filipina, berbagai pihak telah mengadakan turnamen dari tingkat lokal hingga internasional. Pada tahun 2016, Manila Cup mengadakan berbagai kompetisi permainan video dengan partisipasi pemain lokal dan internasional, menampilkan permainan video seperti Mortal Kombat XL, BlazBlue Chronophantasma dan Street Fighter.[13] Konvensi dengan nama besar seperti Asia Pop Comic Convention[14][15] dan eSports and Gaming Summit mengadakan berbagai turnamen permainan video sebagai bagian dari program mereka.[16] Popularitas olahraga elektronik yang melonjak di Filipina telah menyebabkan berbagai tim Filipina berkompetisi di turnamen olahraga elektronik terkenal di seluruh dunia,[17][18] bahkan menjadi juara di berbagai turnamen.[12] Pada tahun 2017, liga olahraga elektronik nasional didirikan yang disebut sebagai The Nationals.[19] Olahraga elektronik diperkenalkan untuk pertama kalinya sebagai ajang perebutan medali di Southeast Asian Games (SEA Games) 2019 di mana Filipina menjadi tuan rumah dari ajang tersebut.[20] Isu dan kontroversiLarangan bermain permainan video pada tahun 1981Pada 19 November 1981, Presiden Ferdinand Marcos melarang permainan video di negara itu melalui dekrit presiden, menjadikan Filipina negara pertama yang melarang permainan video.[21] Keputusan tersebut merupakan tanggapan atas keluhan dari orang tua dan pendidik yang menuduh bahwa permainan seperti Space Invaders dan Asteroid merusak moral anak muda, memandang permainan video sebagai "musuh sosial yang merusak"[21] dan permainan video hadir "untuk merugikan kepentingan umum".[22][23] Marcos juga memutuskan larangan mesin pinball, mesin slot, dan perangkat permainan video serupa lainnya. Rakyat Filipina diberi waktu dua minggu untuk menghancurkan perangkat permainan video mereka, atau menyerahkan materi tersebut kepada polisi dan tentara. Orang yang melanggar peraturan tersebut harus membayar denda sebesar sekitar $600 dan menghadapi 6 bulan sampai 1 tahun penjara. Aktivitas bermain permainan video di negara itu berlangsung di bawah tanah. Larangan itu secara efektif dicabut setelah Revolusi Kekuatan Rakyat 1986.[21][22] Larangan lokal pada permainan tertentuMeskipun tidak ada permainan video yang dilarang secara nasional sejak 1986, setidaknya satu judul permainan video, yaitu Defence of the Ancients (DotA), termasuk segala rilisan yang akan datang, telah dilarang di sebuah barangay di Dasmariñas, Cavite pada tahun 2015 sebagai akibat dari pengaduan kejahatan, serta adanya dua insiden pembunuhan yang melibatkan pemuda di daerah tersebut akibat.dari perkelahian yang terkait dengan permainan.[24][25] Pemilik toko komputer yang melanggar peraturan akan dikenakan hukuman, yakni pelanggaran pertama berupa penangguhan operasional toko selama sebulan, pelanggaran kedua berupa pencabutan izin usaha, dan pelanggaran ketiga berupa penutupan toko secara permanen dan tidak dikeluarkannya izin usaha. Setelah melarang permainan DotA, daerah yang sama juga melarang permainan berjenis First Person Shooter (FPS), seperti Counter Strike: Global Offensive (CS:GO) dan Crossfire.[26] Pelanggaran hak ciptaDistribusi permainan video yang tidak resmi adalah masalah yang kompleks di Filipina. Meskipun undang-undang menentang pelanggaran hak cipta, faktor penegakan hukum dan budaya tetap menjadi kendala di negara ini. Permainan video bajakan, bersama dengan warez, berkontribusi pada ekonomi bawah tanah negara, di mana permainan video adalah bentuk hiburan yang populer di masyarakat Filipina. Ketidakmampuan banyak orang di Filipina untuk membeli perangkat lunak dan perangkat keras untuk bermain permainan video dengan harga yang resmi membuat banyak orang beralih ke barang-barang yang tidak berlisensi atau barang bajakan. Dewan Media Optik bekerja sama dengan polisi menegakkan hukum hak intelektual di negara ini.[27] Referensi
|