Teori struktur atom yang populer pada saat percobaan Rutherford adalah "model puding prem". Model ini dirancang oleh Lord Kelvin dan dikembangkan lebih lanjut oleh J.J. Thomson. Thomson telah menemukan elektron, dan percaya setiap atom adalah bola bermuatan positif dengan elektron yang tersebar secara merata, menyerupai kismis dalam puding Natal. Keberadaan proton dan neutron tidak diketahui saat itu. Thomson mengetahui bahwa atom sangat kecil (Rutherford berasumsi atom memiliki jari-jari sekitar 10−8 m[1]). Model ini sepenuhnya didasarkan pada fisika klasik (Newtonian); model yang diterima saat ini menggunakan mekanika kuantum.
Model Thomson tidak diterima secara universal bahkan sebelum percobaan Rutherford. Thomson sendiri tidak pernah mampu mengembangkan model konsepnya yang lengkap dan stabil. Ilmuwan Jepang Hantaro Nagaoka menolak model Thomson dengan alasan bahwa muatan yang berlawanan tidak dapat menembus satu sama lain.[2] Dia mengusulkan sebaliknya bahwa elektron mengorbit muatan positif seperti cincin di sekitar Saturnus.[3]
Implikasi model puding prem
Partikel alfa adalah partikel materi yang bermuatan positif dan submikroskopis. Menurut Model puding prem Thomson, jika partikel alfa bertabrakan dengan atom, ia akan terbang lurus, lintasannya dibelokkan paling banyak sepersekian derajat. Pada skala atom, konsep "materi padat" tidak ada artinya. Atom Thomson adalah bola bermuatan listrik positif, ditambatkan di tempatnya oleh massanya. Karenanya partikel alfa tidak akan memantul dari atom seperti bola, tetapi mungkin melewatinya jika medan listrik atom cukup lemah untuk memungkinkannya. Model Thomson meramalkan bahwa medan listrik dalam atom terlalu lemah untuk mempengaruhi partikel alfa yang lewat (partikel alfa cenderung bergerak sangat cepat). Baik muatan negatif maupun positif dalam atom Thomson tersebar di seluruh volume atom. Menurut Hukum Coulomb, semakin sedikit konsentrasi bola yang bermuatan listrik, semakin lemah medan listriknya di permukaannya.[4][5]
Sebagai contoh, jika partikel alfa yang melewati tepi atom emas, yang akan mengalami medan listrik paling kuat dan karenanya mengalami pembelokkan maksimum. θ. Karena elektron sangat ringan dibandingkan dengan partikel alfa, pengaruhnya dapat diabaikan,[6] sehingga atom dapat dilihat sebagai bola pejal bermuatan positif.
Qg = muatan positif atom emas = 79 e = 1,266×10−17 C
Menggunakan fisika klasik, perubahan momentum lateral partikel alfa py dapat didekati dengan menggunakan hubungan impuls gaya dan persamaan gaya Coulomb:
Perhitungan di atas hanyalah perkiraan dari apa yang terjadi ketika partikel alfa mendekati atom Thomson, tetapi jelas bahwa pembelokkan paling banyak akan berada dengan besar sebagian kecil derajat. Jika partikel alfa melewati kertas emas setebal sekitar 4 mikrometer (2.410 atom)[7] dan mengalami pembelokkan maksimal ke arah yang sama (jarang), pembelokkan tersebut tetap saja kecil.
Hasil percobaan
Atas perintah Rutherford, Geiger dan Marsden melakukan serangkaian percobaan dengan mengarahkan seberkas partikel alfa pada lapisan tipis logam dan,[8] menggunakan metode sintilasi yang dirancang oleh Crookes, Elster, & Geitel[9][10] mengukur pola hamburan dengan menggunakan layar pendar. Mereka melihat partikel alfa memantul dari lempeng tipis logam ke segala arah, beberapa tepat kembali ke sumbernya. Hal ini seharusnya tidak mungkin menurut model Thomson; partikel alfa seharusnya sudah melewati semuanya. Jelas, partikel-partikel itu telah mengalami gaya elektrostatik yang jauh lebih besar daripada yang disarankan model Thomson. Selanjutnya, hanya sebagian kecil partikel alfa yang dibelokkan lebih dari 90°. Sebagian besar terbang langsung melalui lempeng tipis dengan defleksi yang dapat diabaikan.[8]
Untuk menjelaskan hasil yang aneh ini, Rutherford membayangkan bahwa muatan positif atom terkonsentrasi dalam inti kecil di pusatnya, yang kemudian berarti bahwa sebagian besar volume atom adalah ruang kosong.
^Radvanyi, Pierre (Januari–Februari 2011). "Physics and Radioactivity after the Discovery of Polonium and Radium"(electronic). Chemistry International (dalam bahasa English). online: iupac.org International Union of Pure and Applied Chemistry. 33 (1). Diakses tanggal 13 Juni 2021 – via Microsoft Bing. "..The scintillation method, developed by W. Crookes, J. Elster, and H. Geitel, allowed just that. However, Rutherford wanted to count them by an "electric" method and constructs, together with his young German co-worker Hans Geiger, the first particle counter in 1908. In order to ascertain the properties of the alpha-particles, he asks Geiger and an English-New Zealand student, E. Marsden, to study their scattering through thin metallic foils....Pemeliharaan CS1: Tanggal dan tahun (link) Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)