Perang preventif
Perang preventif adalah perang atau aksi militer yang dimulai untuk mencegah pihak terlibat atau netral memiliki kemampuan untuk menyerang. Pihak yang kalah perang menyimpan ancaman tersembunyi atau menunjukkan melalui gerak-geriknya bahwa pihaknya berkeinginan membalas dendam. Perang preventif bertujuan untuk mencegah pergeseran keseimbangan kekuasaan[1] dengan cara menyerang secara strategis sebelum keseimbangan kekuasaan bergeser ke pihak lawan. Perang preventif berbeda dengan perang preemtif, yang merupakan serangan pertama yang dilancarkan sebelum musuh menyerang.[1] Sebagian besar ahli sepakat bahwa serangan preventif yang dilakukan tanpa persetujuan PBB adalah ilegal di bawah kerangka modern hukum internasional.[2][3][4] Robert Delahunty dan John Yoo dari pemerintahan George W. Bush menyatakan dalam diskusi tentang Doktrin Bush bahwa standar-standar ini tidak realistis..[5] ContohBlok Poros dalam Perang Dunia II secara rutin menyerbu negara-negara netral dengan alasan mencegah peperangan, dan memulai invasi ke Polandia pada tahun 1939 dengan mengklaim bahwa Polandia telah menyerang pos perbatasan terlebih dahulu. Pada tahun 1940, Jerman menginvasi Denmark dan Norwegia, beralasan Britania kemungkinan memanfaatkan negara-negara tersebut sebagai titik peluncuran serangan, atau menghalangi pemasokan bahan baku ke Jerman. Pada musim panas 1941, Jerman menginvasi Uni Soviet, memicu perang darat sengit dan brutal dengan alasan memberantas konspirasi Yahudi-Bolshevik yang mengancam Reich. Pada akhir 1941, Britania dan Soviet menyerbu Iran dalam rangka mengamankan pasokan bensin ke Uni Soviet. Shah Iran meminta bantuan Presiden AS Franklin D. Roosevelt, tetapi ditolak dengan alasan "pergerakan pendudukan Jerman akan terus berlanjut dan akan meluas ke Asia, Afrika, dan bahkan ke Amerika, kecuali dihentikan. oleh kekuatan militer."[6] Referensi
Pranala luar |