Pengumpulan trofi manusia

Pelaut Amerika Serikat dengan tengkorak prajurit Jepang pada Perang Dunia II.

Praktik pengumpulan trofi manusia melibatkan pengambilan jasad-jasad manusia. Tujuannya adalah untuk menunjukkan kemenangan atas pihak almarhum, seperti pemotongan batok kepala atau membuat kalung dari kuping atau gigi manusia, atau untuk mengenang almarhum, seperti pemuliaan relik orang kudus. Tindakan tersebut dapat dilakukan untuk menunjukkan kesuksesan seseorang dalam pertempuran,[1] atau untuk menunjukkan kekuasaan orang atas pihak lain.[2] Pengumpulan bagian tubuh korban oleh pembunuh juga disebut sebagai bagian dari pengambilan trofi..[3]

Fungsi

Pertunjukan kekuasaan

Penelitian praktik pemburuan kepala oleh masyarakat Amerika Utara awal menunjukkan bahwa mereka bertujuan mengumpulkan tengkorak untuk memperlihatkan dominasi atas korban.[4] Pengumpulan tengkorak sebagai trofi juga terjadi selama Perang Dunia II dan Perang Vietnam. Sekitar 60% tubuh tentara Jepang yang ditemukan di Kepulauan Mariana dikembalikan ke Jepang tanpa tengkorak.[5]

Di Amerika Utara, orang kulit putih biasa mengambil bagian tubuh orang Afrika-Amerika korban hukuman mati tanpa pengadilan sebagai suvenir.[6][7] Mereka juga mengumpulkan trofi manusia selama penaklukan tanah adat oleh pemukim. Misalnya kulit kepala, tengkorak, dan tulang pergelangan Little Crow, seorang komandan Dakota selama Perang AS-Dakota tahun 1862, dipajang selama beberapa dekade di Minnesota Historical Society.[8]

Ritual

Terdapat beberapa suku yang melakukan pengumpulan tengkorak untuk ritual.

Adu mbinu, patung yang dipahat orang Nias untuk menghormati arwah para korban mereka.

Di Nias, terdapat tradisi mangai binu, yaitu pemburuan kepala dengan tujuan mengambil jiwa atau kekuatan hidup korban dan untuk menawarkannya sebagai hadiah kepada roh-roh. Jiwa korban juga berfungsi sebagai pengganti jiwa orang sakit sebagai hadiah yang menenangkan roh pendendam, yang diduga menyebabkan penyakit. Ketika mengadakan sumpah sakral, seorang budak dipenggal kepalanya dan kemudian dikubur bersama tubuhnya.[9]

Referensi

  1. ^ Academic American Encyclopedia, 10, Grolier, 1997, ISBN 978-0-7172-2068-7, In some cultures head-hunting can be considered a manifestation of the widespread practice of removing parts of the body of a slain enemy — as in scalping or the severing of an ear or nose — for war trophies. 
  2. ^ "The head as trophy or cult object", Encyclopedia of Religion and Ethics, 6, 1913, hlm. 534, ISBN 978-0-543-97870-7 
  3. ^ Harold Schechter; David Everitt (4 July 2006). The A to Z Encyclopedia of Serial Killers. Simon and Schuster. hlm. 290. ISBN 978-1-4165-2174-7. Diakses tanggal 27 January 2011. 
  4. ^ Chacon, Richard J.; Dye, David H. (2007-08-21). The Taking and Displaying of Human Body Parts as Trophies by Amerindians (dalam bahasa Inggris). Springer Science & Business Media. hlm. 33. ISBN 978-0-387-48303-0. 
  5. ^ Quigley, Christine (2005-10-13). The Corpse: A History (dalam bahasa Inggris). McFarland. hlm. 249. ISBN 978-0-7864-2449-8. 
  6. ^ Initiative (2015), hlm. 14, "Public spectacle lynchings were those in which large crowds of white people, often numbering in the thousands, gathered to witness pre-planned, heinous killings that featured prolonged torture, mutilation, dismemberment, and/or burning of the victim. Many were carnival-like events, with vendors selling food, printers producing postcards featuring photographs of the lynching and corpse, and the victim’s body parts collected as souvenirs."
  7. ^ Sinclair, William A. (1905). The aftermath of slavery;a study of the condition and environment of the American Negro, (dalam bahasa Inggris). Boston: Small, Maynard & Company. hlm. 250. 
  8. ^ Biewen, John (11 Desember 2012). "Part 12: Minnesota forgets her history". MPR News. Diakses tanggal 23 September 2020. 
  9. ^ Modigliani (1890), hlm. 210, "Per dare maggiore forza ad un giuramento inviolabile, nel quale caso si decapita uno schiavo e la sua testa viene poi sotterrata insieme al corpo."

Daftar Pustaka