Pemberontakan Lao
Pemberontakan Lao Tahun 1826-1828 (juga dikenal dengan sebutan Pemberontakan Anouvong) merupakan sebuah perjuangan dari Raja Anouvong (Xaiya Sethathirath V) dari Kerajaan Vientiane untuk terbebas dari kekuasaan Kerajaan Siam dan mendirikan kembali Kerajaan Lan Xang. Di bulan Januari 1827, pasukan-pasukan Lao dari Kerajaan-Kerajaan Vientiane dan Kerajaan Champasak (yang dikuasai oleh anak Anouvong) bergerak ke Selatan dan Barat menyebrangi dataran Khorat, merangsek maju sampai daerah Saraburi, hanya berjarak tiga hari jalan kaki dari Ibu kota Kerajaan Siam yaitu Bangkok. Kerajaan Siam dengan sigap menyiapkan bala tentara untuk menyerang balik, memaksa pasukan Lao untuk mundur teratur. Pasukan Kerajaan Siam terus maju ke Utara untuk mengalahkan pasukan Anouvong. Pemberontakan beliau gagal dan berujung penangkapan dirinya, kehancuran kota Vientiane sebagai aksi balasan dari Siam, pemindahan besar-besaran orang Lao ke bantaran sebelah Barat dari Sungai Mekong, dan daerah Vientiane dipaksa untuk berjalan dibawah administrasi langsung Kerajaan Siam. Pemberontakan ini merupakan sebuah tonggak sejarah Asia Tenggara, karena lebih jauh lagi dalam hal memperlemah Kerajaan Lao, menyulut konflik antara Kerajaan Siam dengan Vietnam dan memfasilitasi campur tangan Orang Prancis di Indocina pada medio akhir abad ke-sembilan belas. Warisan sejarah pemberontakan ini dipandang sebagai hal yang kontroversial. Di Thailand dianggap sebagai pemberontakan yang kejam dan melampaui batas sehingga harus ditangani, menjadi dasar naiknya pamor pahlawan rakyat seperti Thao Suranari dan Chao Phaya Lae. Di Laos, Raja Anoubong sekarang disanjung sebagai seorang pahlawan nasional yang wafat dalam perjuangan kemerdekaan, meskipun dia kehilangan nyawanya dan sebagian daerah orang Lao masuk ke wilayah Siam. Catatan
Referensi
|