Pemakaman Jepang (葬儀 sōgi atau 葬式 sōshiki) meliputi pensemayaman, kremasi jenazah, penguburan di sebuah makam keluarga, dan masa berkabung. Menurut statistik 2007, 99.81% almarhum Jepang dikremasi.[1]
Pemakaman modern
Setelah meninggal
Meskipun telah menjadi masyarakat yang lebih sekuler (lihat Agama di Jepang), 91% pemakaman dilakukan menggunakan upacara Buddha.[2] Setelah meninggal (atau, dalam hari-hari sebelum benar-benar meninggal), para kerabat membasuh bibir almarhum dengan air, sebuah praktik yang dikenal sebagai air momen akhir (末期の水code: ja is deprecated , matsugo-no-mizu). Kebanyakan rumah Jepang, mengutamakan altar-altar Buddha, atau butsudan (仏壇code: ja is deprecated ), untuk digunakan dalam acara-acara Buddha; dan beberapa juga memiliki tempat sembahyang Shinto, atau kamidana (神棚code: ja is deprecated ). Saat kematian terjadi, tempat sembahyang tersebut ditutup dengan kertas putih untuk menjaga kemurnian jiwa orang-orang mati, sebuah kebiasaan yang disebut kamidana-fūji (神棚封じcode: ja is deprecated ). Sebuah meja kecil dihias dengan bunga, dupa, dan sebuah lilin yang ditempatkan di sebelah kasur almarhum.
Film
The Funeral, sebuah film karya Juzo Itami, yang mengisahkan sebuah keluarga Jepang yang mengadakan ritual pemakaman tradisional setelah salah satu kerabat mereka meninggal.
Departures, sebuah film 2008 karya Yōjirō Takita, yang mengisahkan mantan pemain cello yang memasukkan lamaran pekerjaan untuk rumah pemakaman.