Nuzululqur'anDalam tradisi Islam, Nuzululqur'an terjadi pada 610 M, saat Nabi Muhammad menerima wahyu pertama dari Malaikat Jibrīl, sebagai awal dari turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Peristiwa ini terjadi di Gua Hira, di kaki Jabal Nur, dekat Makkah.[1] Tafsir Ibnu Katsir menyatakan bahwa peristiwa ini terjadi pada malam Lailatul Qadr di bulan Ramadan , yang tanggal tepatnya tidak diketahui. Namun menurut Mubarakpuri, tanggal peristiwa ini terjadi pada 21 Ramadan sebelum Matahari terbit (10 Agustus 610) – saat Nabi Muhammad berusia 40 tahun, 6 bulan, dan 12 hari Hijriah, atau 39 tahun, 3 bulan, dan 22 hari Masehi.[2] KisahBerdasarkan kisah Nabi Muhammad, saat ia berada di Gua Hira, dekat Makkah, Malaikat Jibril datang memberikan perintah, "Bacalah!" Ia menjawab, "Aku tak mampu membaca." Kemudian Malaikat Jibril memeluknya lalu melepaskannya sebanyak tiga kali dan akhirnya Jibril mewahyukan lima ayat pertama Surah Al-Alaq. "(1) Bacalah, dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. (2) Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. (3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Mahamulia. (4) Yang mengajarkan dengan Qalam (pena). (5) Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Bukhari 4953). SebelumMuhammad lahir dan dibesarkan di Makkah. Saat ia berusia 40 tahun, ia menghabiskan waktunya untuk bermunajat dan mempertanyakan aspek penciptaan manusia.[3][halaman dibutuhkan] Ia menentang jahiliah, kesenjangan sosial, ketidakadilan, diskriminasi terhadap wanita, perang antarsuku, dan penyalahgunaan kekuasaan suku pada masa pra-Islam.[4] Kebobrokan akhlak dari masyarakat pada masa itu dan keinginan untuk mencari kebenaran sejati membuat Nabi Muhammad memilih menyendiri di Gua Hira, 3 mil jauhnya dari Mekah.[3][halaman dibutuhkan][5] SewaktuDalam tradisi Islam, Jibril datang menghampiri Nabi Muhammad dan berkata, "Bacalah!" Muhammad menjawab, "Aku tak mampu membaca". Kemudian Malaikat Jibril memeluknya lalu melepaskannya sebanyak tiga kali, dan akhirnya Jibril membacakan lima ayat pertama dari Surah Al-Alaq:[6][7][8][9][10][11][12]
SetelahCemas dengan kejadian tersebut, Nabi Muhammad mendatangi kediaman Khadijah dan ia meminta untuk diselimuti. Keduanya pun mendatangi anak paman Khadijah yang beragama Nasrani, Waraqah bin Naufal. Dalam tradisi Islam, Waraqah, setelah diceritakan kejadian tersebut, mengakui tanda-tanda kenabian,[3][halaman dibutuhkan][13] dan meyakini bahwa wahyu yang diterima Nabi Muhammad berasal dari Allah.[14] Waraqah berkata: "Wahai saudaraku, apa yang terjadi atas dirimu?" Setelah Nabi menceritakan kisah Nuzululqur'an, Waraqah menjawab: "Inilah Namus (malaikat) yang pernah diutus Allah kepada Nabi Musa. Semoga aku masih diberi kehidupan ketika engkau diusir kaummu." Muhammad bertanya: "Apa mereka akan mengusirku?" Waraqah menjawab: "Ya betul, belum ada seorang pun yang diberi Wahyu seperti engkau kecuali pasti dimusuhi orang. Apabila aku masih mendapati hari ini niscaya aku akan menolongmu sekuat-kuatnya." Setelah beberapa waktu, Waraqah meninggal dunia.[15] Pewahyuan ini kemudian diikuti masa fatrah dan Malaikat Jibril datang untuk kedua kalinya saat Nabi Muhammad mendengar suara dari langit dan melihat malaikat itu "duduk di antara langit dan Bumi", lalu turunlah ayat-ayat pertama Surah Al-Muddassir. At-Tabari dan Ibnu Hisyam melaporkan bahwa Nabi Muhammad meninggalkan Gua Hira setelah pewahyuan, tetapi kemudian kembali lagi untuk menyendiri lagi, meski kemudian ia pulang lagi ke Mekkah. Tabari dan Ibnu Ishaq menulis bahwa Nabi Muhammad berkata pada Zubair:[15]
Para pakar biografi memiliki pendapat berbeda terkait masa antara pewahyuan Nabi Muhammad yang pertama dan kedua. Ibnu Ishaq menulis bahwa tiga tahun setelah Nuzululqur'an hingga ia berdakwah. Imam Bukhari menyebut Surah Al-Muddassir sebagai wahyu kedua, tetapi Surah Al-Qalam memiliki klaim kuat sebagai wahyu kedua.[16] Lihat pulaReferensi
|