Nisyapur atau Naisabur, pengucapanⓘ (bahasa Persia: نیشابور, juga Nīshāpūr, Nīshābūr, and Neyshābūr berasal dari bahasa Persia abad pertengahan: New-Syabuhr, berarti "Kota Syapur yang baru"[2] adalah sebuah kota di Provinsi Razavi Khorasan, ibu kota dari Sahrestani Nishapur dan bekas ibu kota dari Khurasan, di timur laut Iran, terletak di dataran subur di kaki Gunung Binalud. Naisabur, bersama dengan Marw, Herat dan Balkh adalah salah satu dari empat kota besar dari Khurasan Raya dan juga merupakan salah satu kota terbesar pada abad pertengahan, sebagai pusat pemerintahan kekhilafahan Islam di timur, tempat tinggal bagi beragam kelompok etnis dan agama, sebagai jalur perdagangan pada rute komersial dari Transoxiana dan Tiongkok, Irak dan Mesir. Kota ini mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-10 M hingga dihancurkan oleh invasi pasukan Mongol pada tahun 1221 M, juga gempa besar pada abad ke-13 M.
Dalam sejarah Islam kala itu termasuk dalam sebutan Maa Wara’a an Nahr, artinya daerah-daerah yang terletak di sekitar Sungai Jihun di Uzbekistan, Asia Tengah. Pada masa Dinasti Samanid, Naisabur menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan selama lebih kurang 150 tahun. Seperti halnya Baghdad pada abad pertengahan, Naisabur, juga Bukhara (kota kelahiran Imam Bukhari) sebagai salah satu kota ilmu dan pusat peradaban di kawasan Asia Tengah. Di sana bermukim banyak ulama besar. Kaum muslimin menaklukannya pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan dan gubernur Abdullah bin Amir bin Kuraiz pada 31 H (651/652 M).[3]
Tokoh terkenal
Beberapa tokoh terkenal dari kota Naisabur adalah:
Rujukan