Haji Muhammad Sudja (1885 – 5 Agustus 1962) adalah putra dari Raden Lurah Hasyim yang merupakan salah satu murid pertama K.H. Ahmad Dahlan. Ia menjadi ketua bagian PKU Muhammadiyah yang pertama pada tahun 1920.
Keluarga
Haji Muhammad Sudja adalah putra dari Raden Lurah Hasyim yang lahir di Kauman, Yogyakarta pada tahun 1885.[1] Lurah Hasyim merupakan lurah keagamaan pada masa Sultan Hamengkubuwono VII. Ia masih bersaudara dengan H. Fachroddin, Ki Bagus Hadikusumo, dan Siti Bariyah. Nama kecil Sudja adalah Danilayin atau Danil karena lahir pada tahun Dal. Nama Sudja didapatnya setelah ia menunaikan ibadah haji.
Pendidikan
Sudja mendapat pendidikan agama dari orangtuanya yang merupakan salah satu pemuka agama di Kauman. Ia juga belajar di Masjid Gedhe Kauman dan pernah juga menjadi santri di Pondok Pesantren Wonokromo Yogyakarta. Seperti halnya H. Fachroddin, Sudja juga merupakan seorang pembelajar otodidak atau belajar secara mandiri.
Kiprah dalam Muhammadiyah
Awal Bergabung dengan Muhammadiyah
Sudja merupakan salah satu murid pertama K.H. Ahmad Dahlan bersama dengan saudaranya dan pemuda Kauman lainnya seperti H. Fachroddin, Ki Bagus Hadikusumo, H. Zaini, H. Mukhtar, H.A. Badawi, H. Hadjid dan lainnya.[2] Ketika K.H. Ahmad Dahlan akan mendirikan Muhammadiyah, ia menjadi salah satu anggota Budi Utomo untuk memenuhi syarat pendirian Muhammadiyah. Setelah Muhammadiyah resmi berdiri, ia masih tidak termasuk dalam struktur kepemimpinan Muhammadiyah mengingat usianya yang masih muda.
Pengajian Malam Jumat
Kyai Haji Ahmad Dahlan memerintahkan lima orang muridnya yang sudah agak dewasa untuk mempersiapkan rapat tahunan Boedi Oetomo yang diselenggarakan di sekolah Muhammadiyah pada pertengahan Maret tahun 1917. Selang beberapa hari setelah berlangsungnya sidang, mereka berkumpul di rumah H. Sudja. Timbul pemikiran jika agama Islam disampaikan seperti sidang tahunan Boedi Oetomo menggunakan bahasa daerah Jawa) tentu akan lebih menarik dan mudah dipahami oleh masyarakat. Berangkat dari pembicaraan ini, tercetuslah ide untuk mengadakan pengajian yang diberi nama Malam Jumat.[3]
Mereka kemudian membeli mimbar seperti yang digunakan pada rapat Budi Utomo, dan juga untuk menutupi bagian bawah (kaki) pembicara agar tidak terlihat. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari agar jika kaki pembicara tampak gemetar tidak dilihat oleh orang banyak. Sejak acara ini rutin dilaksanakan setiap malam Jumat, makin banyak peserta yang menghadiri pengajian ini. Pertambahan jumlah peserta ini tidak hanya terbatas dari Kauman, namun juga daerah-daerah lainnya. Para pelaksana pengajian Malam Jumat juga melaksanakan evaluasi rutin terhadap setiap kegiatan yang dilaksanakan. Mereka juga membicarakan cara menggerakkan peserta pengajian untuk mengamalkan materi kajian dalam kehidupan sehari-hari, masalah sekolah, dan pengamalan ajaran Islam yang dapat dilaksanakan untuk membantu orang miskin, anak yatim, pelayan kesehatan dan penderita kesengsaraan lainnya. Untuk mengatasi berbagai persoalan yang mereka bicarakan, para pemuda ini berinisatif untuk melakukan pembagian kerja dalam beberapa bidang dan terdapat beberapa orang yang menjadi penanggung jawab dalam setiap bidang.[4]
Menjadi Ketua PKU
Sudja merupakan pemuda yang aktif dalam Muhammadiyah. Karena itu, pada tahun 1920, ia diserahi jabatan oleh K.H. Ahmad Dahlan sebagai Ketua Penolong Kesengsaraan Umum (PKU).[5] Pada saat pelantikan, ia merencanakan membangun rumah sakit, rumah miskin, dan panti yatim. Sontak, hadirin yang mengikuti pelantikan ini menertawakan Sudja. Berbeda dengan hadirin yang lain, K.H. Ahmad Dahlan berusaha menenangkan mereka dan mendengarkan dengan seksama rencana yang dipaparkan oleh H. Sudja.
Rencana Haji Sudja pada akhirnya terwujud satu persatu. Muhammadiyah mampu mendirikan rumah sakit di Jalan Notoprajan dan berpindah lokasi ke Jalan Ngabean. Rumah miskin dan panti yatim kemudian menyusul berhasil didirikan oleh Muhammadiyah.
Merintis Bagian Penolong Haji
Haji Sudja terlibat dalam pembentukan Bagian Penolong Haji setelah ia ditunjuk oleh K.H. Ahmad Dahlan untuk memimpin perjalanan haji yang dikoordinir oleh Bagian Penolong Haji, survei kondisi perjalanan haji, dan mengenalkan Muhammadiyah kepada pemimpin Makkah. Perjalanan ini tejadi pada tahun 1922. Ia melaksanakan tugas ini bersama Wirjopertomo. Berkat usaha dan ketekunannya, ia kemudian dikenal sebagai pelopor perbaikan perjalanan haji Indonesia. Pada masa kemerdekaan Sudja kemudian mendirikan PDHI (Persatuan Jamaah Haji Indonesia).
Akhir Hayat
Sudja tercatat sebagai salah satu pegawai Kementerian Agama RI pada masa kemerdekaan. Setelah pensiun ia kembali mengurus PKO dan panti asuhan Muhammadiyah. Menjelang akhir hayatnya, ia sakit tetapi merasa nelangsa karena saat ia sakit ia tidak dirawat di Rumah Sakit PKO Muhammadiyah, mengingat saat itu peralatannya belum memadai. Pada akhirnya, ia wafat di Kauman pada tanggal 5 Agustus 1962.[6]
Dalam Budaya Populer
Referensi
- ^ Lasa H.S., dkk, 100 Tokoh Muhammadiyah yang Menginspirasi, (Yogyakarta: Majelis Pustaka dan Informasi Muhammadiyah, 2014), hlm. 184.
- ^ Sudja’, M., Cerita tentang Kiai Haji Ahmad Dahlan: Catatan Haji Muhammad Sudja’, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2018), hlm. vi.
- ^ Mohammad Ali (2017), hlm. 203.
- ^ Majelis Diklitbang, 1 Abad Muhammadiyah: Gagasan Pembaruan Sosial Keagamaan, (Jakarta: Kompas, 2010), hlm. 50.
- ^ Mohammad Ali, Paradigma Pendidikan Berkemajuan: Teori dan Praksis Pendidikan Progresif Religius K.H. Ahmad Dahlan, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2017), hlm. 207.
- ^ Lasa H.S., dkk.,(2014), hlm. 186