Merodong-odongMerodong-odong adalah salah satu tradisi lisan masyarakat suku Pakpak yang telah diwariskan secara turun-temurun dan masih dilestarikan hingga kini. Tradisi ini menggabungkan seni bercerita dan bernyanyi untuk menyampaikan pesan, nasihat, dan doa. Merodong-odong biasa dilakukan oleh petani kemenyan saat mereka bekerja di hutan, terutama ketika menyadap getah kemenyan.[1] Latar BelakangKabupaten Pakpak Bharat, salah satu wilayah di Sumatera Utara, dikenal sebagai penghasil utama getah kemenyan. Getah kemenyan yang berasal dari pohon kemenyan di hutan memiliki berbagai manfaat, seperti bahan baku parfum, pengawet, kosmetik, dan obat-obatan tradisional. Masyarakat suku Pakpak juga menggunakan kemenyan dalam ritual adat, seperti mertabas (mantra) dengan cara membakar getah untuk menghasilkan aroma khas yang digunakan dalam upacara tertentu. Proses pengambilan getah kemenyan membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit. Petani kemenyan sering menempuh perjalanan selama 10 jam berjalan kaki dari kampung menuju ladang kemenyan yang berada di dalam hutan. Karena jarak yang jauh, mereka biasanya menghabiskan waktu berhari-hari, bahkan hingga seminggu, di tengah hutan. Pengertian Merodong-OdongKata merodong-odong merujuk pada kegiatan bernyanyi sambil bercerita, sedangkan odong-odong adalah isi pesan yang disampaikan dalam bentuk nasihat atau doa melalui syair-syair yang dinyanyikan. Tradisi ini biasanya dilakukan oleh laki-laki di tengah hutan untuk menghibur diri dari rasa sepi dan kerinduan akan keluarga di kampung.[2] Referensi
|