Meniti Bianglala adalah sebuah novel karangan Mitch Albom yang diterbitkan di Amerika Serikat pada tahun 2003 dan di Indonesia pada tahun 2011.[1] Buku ini telah terjual lebih dari sepuluh juta kopi dan diterjemahkan dalam 35 bahasa.[2]
Gaya Penulisan
Alur yang digunakan dalam tulisan ini adalah alur maju.[3] Sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang ketiga, narator tidak menjadi bagian dari cerita dan memberi tahu kita tentang perasaan tokoh utama dalam cerita.[3] Cerita dalam buku ini dibangun dengan suasana yang serius dan hati-hati; setiap tokoh dalam buku ini mempengaruhi kisah tokoh utama dalam cerita.[3] Perjalanan hidup dan kehidupan setelah kematian tokoh utama dalam buku ini dipaparkan semua dan menjadi satu kesatuan.[3]
Tema
Tema yang diusung dalam novel ini dirangkum dalam pelajaran-pelajaran hidup antara lain:
Dalam hidup, segalah hal yang kita lakukan saling berkaitan.[3] Dalam cerita, si kematian manusia biru mengandung tema ini.[3]
Hidup adalah pengorbanan bagi sesama.[3] Dalam cerita, kematian Kapten yang memimpin Eddie dalam perang dunia ke dua ketika dia mengorbankan diri demi keselamatan 3 serdadunya mengandung tema tersebut.[3]Memaafkan dan melepaskan amarah.[3] Walaupun setelah ayahnya wafat, Eddie tidak bisa menghilangkan amarahnya terhadap ayahnya.[3] Di dalam cerita, Ruby mengajarkan Eddie tema ini, ketika dia membantunya untuk memaafkan ayahnya.[3]Cinta memiliki kekuatan yang dashyat.[3] Walaupun Eddie menderita dalam hidupnya, cintanya terhadap Margueritelah yang membuatnya bahagia. Setelah kematiannya, Eddie berjumpa dengan Marguerite di surga, di sinilah tema ini diajarkan.[3] Pada intinya tema pelajaran hidup yang ditawarkan buku ini adalah sebuah sudut pandang baru dalam melihat hidup setelah kematian.[3] Meniti Bianglala adalah sebuah kisah tentang perjalanan hidup yang baru disadari dan dimaknai justru setelah datangnya kematian.[3]
Plot
Eddie bekerja di taman hiburan hampir sepanjang hidupnya, memperbaiki dan merawat berbagai wahana.[4] Dalam cerita, si kematian manusia biru mengandung tema ini.[4] Tahun-tahun berlalu, dan Eddie merasa terperangkap dalam pekerjaan yang dirasanya tak berarti.[4] Hari-harinya hanya berupa rutinitas kerja, kesepian, dan penyesalan.[4]
Pada ulang tahunnya yang ke-83, Eddie tewas dalam kecelakaan tragis ketika mencoba menyelamatkan seorang gadis kecil dari wahana yang rusak.[5] Saat menghembuskan napas terakhir, terasa olehnya sepasang tangan kecil menggenggam tangganya.[5] Cerita kemudian bergulir ketika Eddie ‘terbangun’ setelah kematiannya.[5] Alih-alih berada di surga, taman yang indah yang selama ini ia bayangkan, ia malah berada di tengah padang awan, dimana Eddie akan dipertemukan dengan lima orang yang tanpa ia sadari telah mengubah jalan hidupnya.[5] Kelima orang ini akan menjawab setiap pertanyaan Eddie mengenai hidupnya yang selama ini ia anggap tidak bermakna.[5]
Rujukan