Mattojang Paccekke merupakan sebuah upacara adat yang diselenggarakan setelah masa panen. Tradisi ini berasal dari Desa Paccekke, Kecamatan Soppeng Riaja, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Tradisi Mattojang Paccekke digelar sebagai pesta adat warga Desa Paccekke sebagai warisan budaya tradisional yang biasanya digelar tiap tahunnya. Tradisi ini digelar oleh masyarakat di Lapangan Desa Paccekke setelah masyarakat pesta panen.Tradisi ini dilaksanakan sebagai bentuk rasa syukur setelah melakukan panen.Selain itu, Mattojang juga menjadi perwujudan penghormatan kepada Dewi Padi (Sangiang Serri), dengan harapan mendapatkan keberkahan yang lebih banyak dari sebelumnya dari sang maha kuasa. [1][2]
Tradisi Mattojang sendiri umum dilakukan di Kabupaten Barru. Namun, hanya Desa Paccekke lah yang masih mempertahankan dan melestarikan budaya ini . Mattojang adalah ayunan raksasa yang terbuat dari dua pohon kapuk yang tinggi , kemudian tali ayunan dibuat dari rotan . Uniknya , masyarakat Desa Paccekke menggunakan kulit kerbau sebagai tali ayunan, sehingga daya tahannya jauh lebih kuat dibandingkan dengan tali rotan biasa.[3]
Warisan budaya tak benda
Tradisi Mattojang ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia sebagai apresiasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI terhadap warisan Budaya yang masih tetap dilestarikan hingga saat ini.[4]
Referensi
- ^ "Tradisi Mattojang di Paccekke Barru Sulsel Resmi Jadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia". Tribun-timur.com. Diakses tanggal 2024-10-05.
- ^ Selatan, DisBudPar Provinsi Sulawesi. "3 Warisan Budaya Tak Benda dari Sulsel Diganjar Sertifikat | Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan". disbudpar.sulselprov.go.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-10-05.
- ^ Tabi, Herdiman (2023-08-29). "Mattojang di Desa Pacceke Sidang Penetapan WBTB Indonesia, Kades Diundang Wakili Sulsel Di Jakarta". AK77News. Diakses tanggal 2024-10-05.
- ^ Pusdatin Kemendikbudristek (2023). "Mattojang Paccekke". Budaya kita. Diakses tanggal 2024-10-05.