Maman lanang (Cleome rutidosperma) adalah tumbuhan gulma yang termasuk dalam salah satu anggota famili cleomaceae.[1][2]
Tumbuhan ini secara lokal dikenal dengan nama maman lanang, maman ungu atau maman lelaki.[3][4][5][6]
Gulma maman lanang (C. rutidosperma) termasuk salah satu gulma yang tumbuh di perkebunan kelapa sawit dan perkebunan lainnya. Keberadaan gulma di perkebunan dapat mengakibatkan penurunan produksi panen.[2]
Habitat
Ditemukan sebagai tanaman liar di pinggir jalan, sawah, ladang perkebunan warga. Juga ditemukan hidup sebagai epifit pada batu dan kayu. Terutama banyak ditemukan di Jawa dan Kalimantan.[3]
Taksonomi
Tumbuh tegak, merambat atau tumbuh merangkak tinggi 0.15-0,80 m, berbunga sepanjang tahun. Daun mahkota bunga dengan ujung runcing seperti cakar, panjang 9–12 mm; di Jawa berwarna biru; bulu-bulu halus yang pendek; tangkai buah 20–30 mm; batang (berbentuk kapsul) yang masak berada di atas goresan daun berangsur-angsur meruncing seperti paruh; diameter biji 1,75–2 mm, elaiosom keputihan; helaian daun biasanya 3, bentuk daun memanjang atau bulat memanjang, tajam atau tumpul, dengan bulu-bulu tebal pendek; batang 0,5–2 cm dengan duri tipis.[6]
Manfaat
Anggota famili cleomaceae mengandung tioglukosida (dikenal sebagai glukosinolat) yang melepaskan isotiosianat (minyak menguap) jika tanaman dihancurkan. Selain itu tanaman ini juga mengandung alkaloid dan flavonoid yang jenisnya belum diketahui. Pustaka maupun penelitian ilmiah mengenai khasiat Cleome rutidosperma D.C ini masih sangat terbatas dan senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitasnya belum diketahui dengan pasti. Cleome rutidosperma dapat digunakan sebagai antifeedant (pengganti herbisida) untuk hama tanaman Brassica yaitu jenis Plutella xylostella (L.). Minyak menguapnya mempunyai aktivitas dapat mengiritasi kulit dan mungkin juga aktivitas kontak alergenik [3]
Walaupun belum banyak diteliti, namun ternyata mengandung golongan senyawa potensial antikanker, seperti alkaloida dan flavonoida, yang keduanya berpotensi sebagai regulator negatif onkogen (kelompok gen pengatur daur sel) dan regulator positif gen tumor suppressor, sehingga berpotensi sebagai anti-kanker.[1][3][7]
Regulasi negatif onkogen akan menghentikan proliferasi sel kanker pada fase tertententu dari daur sel. Sebagai gen tumor suppressor, seperti protein p53 dan protein Retinoblastoma (pRb). Protein Rb mampu mengikat protein E2F (faktor replikasi), sehingga siklus sel akan dihambat.[3][8] Contohnya alkaloida pada tapak dara (Chatarathus roseus (L.) G. Don) yang mampu menghentikan mitosis sel kanker pada metafase.[6][9]
Galeri
Referensi