Makam Pangeran Diponegoro

Gapura makam Pangeran Diponegoro
Makam Pangeran Diponegoro

Makam Pangeran Diponegoro merupakan salah satu objek wisata sejarah di Kota Makassar. Letak makam Pangeran Diponegoro berada di tengah-tengah kota Makassar di dekat pasar sentral Makassar sehingga mudah dijangkau pengunjung. Untuk menuju makam Pangeran Diponegoro, bisa menggunakan jalur angkutan kota pete-pete jurusan pasar sentral. Dari Bandara Sultan Hasanuddin jaraknya sekitar 17 kilometer jika ditempuh lewat jalan tol atau sekitar 24 kilometer jika ditempuh lewati jalur Sudiang-Daya- Tamalanrea.[1]

Pangeran Diponegoro lahir di kesultanan Yogyakarta pada tanggal 11 November 1785, Ayahnya bernama Sultan Hamengkubowono III dan ibunya adalah R.A. Mangkarawiti yang berasal dari Pacitan. Nama kecil dari Pangeran Diponegoro adalah Mustahar. Pangeran Diponegoro terkenal karena memimpin Perang Diponegoro / Perang Jawa yang berkecamuk mulai tahun 1825 - 1830. Perang tersebut tercatat sebagai perang dengan korban paling besar dalam sejarah Indonesia.

Pangeran Diponegoro dikenal sebagai pemimpin yang sangat arif dan bijaksana, penentang kebijakan Belanda yang memperkosa hak-hak Bangsa Indonesia. Pangeran Diponegoro sudah muak dengan dan sebal dengan tingkah laku Belanda yang tidak menghormati adat istiadat serta budaya setempat dan sangat mengeksploitasi ekonomi rakyat dengan pembebanan pajak.

Tindakan Diponegoro yang sangan frontal melawan Belanda mendapat dukungan dan simpati dari rakyat. Ketika perjuangan akan dimulai, Diponegoro mengumandangkan bahwa perjuangannya adalah perang sabil yang berarti perlawanan menghadapi kafir. Perang Diponegoro adalah perang terbuka dengan pengerahan semua pasukan. Perjuangan Diponegoro didukung oleh Kyai Mojo, Raden Tumenggung Prawiradigdaya yang merupakan Bupati dari Gagatan dan Sunan Pakubuwono. Perjuangan Diponegoro sangat kuat karena memiliki banyak pengikut dari berbagai lapisan masyarakat.

Pada tahun 1827, Belanda menyerang kubu Diponegoro dengan menggunakan taktik benteng sehingga pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun 1829, Kyai Maja berhasil ditangkap, kemudian menyusul Pangeran Mangkubumi dan panglima utamanya Sentot Alibasya yang menyerah kepada Belanda. Pada tanggal 28 maret 1830, Jenderal De Kock berhasil menjemput pasukan Diponegoro di daerah Magelang. Karena sudah terjepit akhirnya Diponegoro bersedia menyerahkan diri ke Belanda. Pangeran Diponegoro di tangkap dan diasingkan ke Manado. Lalu dipindahkan ke Makassar hingga menghembuskan nafas terakhirnya di Benteng Rotterdam pada tanggal 8 Januari 1855.[2]

Referensi

  1. ^ "Jangan Lupa! Ada Makam Pangeran Diponegoro di Makassar". detikcom. Diakses tanggal 2020-02-16. 
  2. ^ Wisata Sejarah. Jakarta: Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. hlm. 202.