Lopinavir/ritonavir
Lopinavir/ritonavir (LPV/r), dengan nama dagang Kaletra, Aluvia, dan lainnya, adalah kombinasi dosis tetap untuk pengobatan dan pencegahan HIV/AIDS.[1] Obat ini terdiri dari lopinavir dan ritonavir dosis rendah.[1] Obat ini digunakan secara bersamaan dengan obat ARV lainnya.[1] Obat ini dapat digunakan untuk pencegahan setelah tertusuk jarum suntik atau terpaparan risiko penularan lainnya.[1] Obat ini berupa tablet.[1] Efek samping yang umum terjadi antara lain diare, muntah, rasa lelah, sakit kepala, dan nyeri otot.[1] Efek samping berat yang mungkin terjadi antara lain pankreatitis, gangguan hati, dan gula darah tinggi.[1] Obat ini umum digunakan pada pasien hamil dan memiliki profil keamanan yang baik.[1] Kedua obat tersebut termasuk dalam kelas inhibitor protease.[1] Ritonavir berfungsi untuk memperlambat metabolisme lopinavir.[1] Kombinasi lopinavir/ritonavir disetujui oleh FDA pada tahun 2000.[1] Obat ini ada dalam Daftar Obat Esensial Organisasi Kesehatan Dunia [2] Biaya pengobatan dengan LPV/r di negara berkembang adalah 18,96 hingga 113,52 USD per bulan.[3] Di Amerika Serikat obat ini tidak tersedia dalam bentuk generik dan harganya lebih dari 200 USD per bulan pada tahun 2016.[4] Di Indonesia, pengobatan untuk HIV ditanggung oleh pemerintah. Pasien dapat menerima obat ARV secara gratis di beberapa fasilitas kesehatan yang tersebar di Indonesia.[5][6] IndikasiPer tahun 2006, lopinavir/ritonavir merupakan salah satu komponen dari pilihan kombinasi terapi lini pertama yang direkomendasikan oleh Kementerian Kesehatan dan Layanan Masyarakat Amerika Serikat.[7] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia merekomendasikan penggunaan lopinavir/ritonavir sebagai terapi HIV lini kedua untuk menggantikan inhibitor transkriptase balik non-nukleosida seperti efavirenz dan nevirapin.[8] Efek sampingEfek samping yang paling sering terjadi setelah penggunaan lopinavir/ritonavir antara lain diare dan mual. Dari hasil uji klinis, diare sedang atau berat dialami hingga 27% dari pasien yang mendapat LPV/r, sedangkan mual sedang atau berat dialami hingga 16% dari pasien.[9] Efek samping umum lainnya antara lain sakit perut, sakit kepala, muntah, dan ruam terutama pada anak.[9] Lopinavir/ritonavir diperkirakan memiliki interaksi dengan obat lain yang merupakan substrat CYP3A dan/atau P-gp.[10] Pasien dengan penyakit jantung, penyakit jantung iskemik, atau kardiomiopati harus berhati-hati dalam menggunakan lopinavir/ritonavir.[11] Pada 8 Maret 2011, Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat memberikan peringatan bagi para tenaga kesehatan karena adanya kasus masalah kesehatan yang berat setelah bayi prematur diberikan sirup lopinavir/ritonavir. Hal tersebut terjadi kemungkinan karena adanya propilen glikol dalam sediaan tersebut. FDA merekomendasikan untuk menghindari penggunaan produk tersebut pada bayi prematur.[12] BiayaKarena biaya pengobatan yang tinggi dan meluasnya penyebaran HIV, pemerintah Thailand mengeluarkan lisensi wajib pada tanggal 29 Januari 2007 untuk memproduksi dan/atau mengimpor lopinavir/ritonavir versi generik.[13] Menanggapi hal tersebut, Abbott Laboratories menarik permohonan registrasi lopinavir dan tujuh obat baru lainnya di Thailand dengan alasan pemerintah Thailand tidak menghormati hak paten.[14] Sikap Abbott dikecam oleh beberapa LSM di seluruh dunia, seperti Act Up-Paris dan seruan oleh AIDES, LSM Prancis, untuk memboikot semua obat-obatan Abbott.[15] Referensi
|