Lembah gerun atau lembah luar biasa (bahasa Inggrisuncanny valley; Jepang 不気味の谷 bukimi no tani) merupakan hipotesis hubungan antara kemiripan manusia terhadap suatu objek dan rasa keterdekatan pemirsa terhadap objek tersebut. Hipotesis ini bermula dari sebuah esai tahun 1970 yang ditulis oleh pakar robotika Jepang Masahiro Mori, dalam esainya ia mengusulkan bahwa seiring dengan meningkatnya kemiripan manusia dalam desain suatu objek, maka ketertarikan seseorang terhadap objek tersebut juga meningkat, tetapi hanya sampai pada titik tertentu. Ketika kemiripannya mendekati keakuratan total, rasa keterdekatan tersebut menurun drastis dan digantikan oleh perasaan menakutkan atau aneh. Rasa keterdekatan kemudian meningkat lagi ketika objek tersebut mencapai wujud manusia yang sejati atau dengan kata lain menunjukkan orang yang hidup. Penurunan dan peningkatan mendadak yang disebabkan oleh perasaan keanehan ini menciptakan “lembah” dalam tingkat rasa keterdekatan yang diungkapkan dalam bentuk grafik.[1]
Fenomena yang diusulkan ini paling sering dinyatakan sebagai grafik garis, dengan “kemiripan manusia” pada sumbu x dan “afinitas” (rasa keterdekatan) pada sumbu y. Lembah ini terjadi ketika garis tersebut turun secara tiba-tiba dan kemudian naik lagi. Versi grafik yang lebih detail menampilkan dua garis lengkung, satu mewakili benda tidak bergerak dan satu lagi mewakili benda bergerak. Mori berpendapat bahwa gerakan objek membuat intensif hal-hal yang luar biasa; dengan demikian, kurva garis untuk benda bergerak jauh lebih curam, mencapai tingkat rasa keterdekatan yang lebih tinggi dan lebih rendah dibandingkan garis untuk benda tak bergerak. Untuk memberikan contoh hal ini, Mori menggambarkan gerakan senyuman robot yang meresahkan pemirsa pada Pameran Dunia tahun 1970 di Ōsaka, Jepang. Lebih lanjut, menurutnya, zombie (bergerak) menimbulkan rasa tidak nyaman yang lebih kuat dibandingkan mayat (tak bergerak).
Etimologi
Terkait dengan teknik robotika, profesor robotika Masahiro Mori pertama kali memperkenalkan konsep ini pada tahun 1970 dari bukunya yang berjudul Bukimi No Tani (不気味の谷), yang diutarakannya sebagai bukimi no tani genshō (不気味の谷現象, secara harafiah "fenomena lembah luar biasa").[2]Bukimi no tani diterjemahkan secara harfiah dalam bahasa Inggris sebgai uncanny valley ("lembah gerun" atau "lembah luar biasa") dalam buku Robots: Fact, Fiction, and Prediction yang ditulis oleh Jasia Reichardt pada tahun 1978. Seiring waktu, terjemahan ini menciptakan asosiasi yang tidak disengaja antara konsep tersebut dengan konsep psikoanalitik Ernst Jentsch tentang keanehan yang ditetapkan dalam esainya tahun 1906, yang berjudul "Mengenai Psikologi Gerun" (Jerman: Zur Psychologie des Unheimlichen), yang kemudian dikritik dan diperluas dalam esai Sigmund Freud tahun 1919 yang berjudul Das Unheimliche.
Hipotesis
Hipotesis asal Mori menyatakan bahwa apabila rupa robot menjadi lebih dekat dengan manusia, beberapa reaksi emosional pemirsa balas terhadap robot menjadi semakin positif dan berempati, sampai objek tersebut nyaris menjadi manusia sejati, pada titik di mana secara cepat berubah menjadi rasa kejijikan yang kuat. Walau demikian, apabila penampilan robot itu terus menjadi kurang dapat dibedakan dengan manusia, reaksi emosi itu menjadi positif sekali lagi dan mendekati tahap empati yang wujud sesama manusia.[4] Apabila diplot pada sebuah grafik, reaksi tersebut ditunjukkan sebagai jurang yang mendalam (inilah asalnya nama "lembah" yang dinyatakan pada nama fenomena tersebut) di kawasan yang sifat antropomorfisme paling dekat dengan realita.
Kawasan reaksi menjijikkan yang dirangsang oleh robot dengan rupa dan gerakan yang berada di antara "mirip manusia" dan "manusia sepenuhnya" merupakan lembah gerun. Nama itu mewakili gagasan bahwa robot yang hampir kelihatan seperti manusia kelihatan terlalu "aneh" bagi beberapa orang, mengakibatkan perasaan kegerunan atau merinding, dan dengan itu gagal menimbulkan reaksi empati yang diperlukan untuk interaksi manusia-robot yang produktif.[4]