Kutu laut adalah sekelompok spesies hewan copepoda dari ordo Siphonostomatoida, yaitu famili Caligidae. Terdapat sekitar 559 spesies di 37 negara, termasuk 162 spesies Lepeophtheirus dan 268 spesies Caligus. Kutu laut merupakan ektoparasit yang memakan lendir, jaringan epidermis, dan darah dari ikan laut inangnya.
Salah satu spesiesnya yaitu Caligus rogercresseyi menjadi parasit utama di pembudidayaan salmon di Cile,[3]. Penelitian telah dilaksanakan untuk memperoleh pemahaman lebih lanjut dari interaksi antara parasit ini dengan inangnya. Bukti-bukti terkini menunjukkan bahwa L. salmonis di Samudra Atlantik memiliki beberapa perbedaan genetik dibandingkan dengan L. salmonis dari Samudra Pasifik, menunjukkan bahwa L. salmonis Atlantik dan Pasifik kemungkinan secara independen berevolusi bersama salmon di Atlantik dan Pasifik.[4]
Keanekaragaman
Famili Caligidae diperkirakan beranggotakan 559 spesies pada 37 genera.[1] Genus yang terbesarnya ialah Caligus, dengan anggota sekitar 268 spesies,[5] dan Lepeophtheirus yang beranggotakan sekitar 162 spesies.[6]
Ikan liar
Kebanyakan spesies kutu laut dispesifikasi berdasarkan makhluk inangnya. Contohnya adalah L. salmonis yang menunjukkan kecenderungan tinggi untuk salmonid, termasuk spesies salmonid yang banyak dibudidayakan yaitu salmon Atlantik (Salmo salar). Lepeophtheirus salmonis dapat menjadi parasit dari beberapa spesies salmonid pada tingkat yang bervariasi, termasuk spesies trout coklat (trout laut: Salmo trutta), char Arktik (Salvelinus alpinus), dan seluruh spesies salmon Pasifik. Untuk Salmon Pasifik, coho, chum, dan salmon merah jambu (O. kisutch, O. keta, dan O. gorbuscha) memiliki jaringan yang kuat melindunginya dari L. salmonis sehingga dapat terjadi penolakan dari tubuh ikan pada minggu pertama infeksi.[7]L. salmonis Pasifik juga dapat berkembang pada daur hidup penuhnya walaupun tidak sempurna pada Gasterosteus aculeatus sebagai inangnya.[8] Hal ini belum diteliti untuk L. salmonis Atlantik.
Bagaimana tahapan hidup dari kutu laut menyebar dan menemukan inang baru masih belum sepenuhnya diketahui. Suhu, intensitas penyinaran Matahari, dan arus laut merupakan faktor utama yang mempengaruhi. Salinitas yang dibutuhkan kutu laut agar dapat bertahan hidup adalah di atas 25 ‰.[9][10][11][12] Terdapat sebuah hipotesis bahwa L. salmonis copepoda bermigrasi ke laut bagian dekat permukaan menuju cahaya dan ikan salmon yang bergerak ke arah laut dalam saat dini hari memfasilitasinya untuk mencari inang.[13] Beberapa penelitian dan pemodelan lapangan terhadap L. salmonis meneliti populasi copepodid dan berhasil diketahui bahwa tahapan hidup planktionnya dapat berpindah puluhan kilometer dari sumbernya.[11][14], termasuk bagaimana tingkah laku mereka ketika berpindah ke dekat pantai atau muara sungai.[15]
Sumber dari infeksi L. salmonis ketika ikan salmon kembali dari perairan tawar menuju laut masih belum diketahui. Kutu laut mati dan lepas dari inang salmonidnya ketika mereka kembali ke perairan tawar. Salmon Atlantik kembali dan pergi melawan aliran sungai pada musim gugur untuk berkembang biak dan tidak kembali ke perairan garam hingga musim semi berikutnya. Salmon Pasifik kembali ke laut di dekat daratan mulai bulan Juni dan selesai paling lambat bulan Desember, tergantung pada spesiesnya dan waktu perjalanannya; sementara salmon mudanya umumnya akan pergi mulai bulan April dan berkahir pada penghujung Agustus, tergantung spesies dan waktu perjalanannya.
Kemungkinan yang dapat terjadi adalah bahwa kutu laut bertahan di ikan yang tetap berada di lingkungan muara sungai atau mereka berpindah ke inang lain yang belum diketahu selama musim dingin. Bagaimanapun, salmon muda bahkan dewasa akan terinfeksi degngan larva kutu laut ketika mereka memsuki perairan muara pada musim semi. Tidak diketahui pula bagaimana kutu laut menyebar di antara ikan-ikan di alam liar. Tahap dewasa dari Lepeophtheirus spp. dapat menyebar dalam kondisi laboratorium namun frekuensinya rendah. Caligus spp. menyebar relatif lebih cepat dan pada beberapa spesies ikan yang berbeda, dan biasanya ditemukan dalam bentuk.[11]
Morfologi
Lepeophtheirus salmonis cenderung berukuran 2 kali lebih besar daripada Caligus spp. pada umumnya (seperti C. elongatus, C. clemensi). Tubuhnya terdiri dari 4 bagian: cefalotoraks, ruas penyangga kaki, abdomen, dan area kemaluan.[16] Cefalotoraksnya membentuk sebuah pelindung yang lebar yang merangkul seluruh bagian tubuhnya hingga sepertiga ruas penyangga kakinya. Cafalotoraksnya bertindak seperti sebuah mangkuk penyedot untuk bertahan di tubuh ikan. Seluruh spesies kutu laut memiliki bagian mulut yang berbentuk seperti sifon atau kerucut (ciri-ciri dari Siphonostomatoida). Antena sekunder dan anggota mulut termodifikasi untuk membantunya bertahan di tubuh ikan. Sepasang antena sekundernya juga digunakan oleh pejantan untuk merangkul betina ketika pembuahan.[17] Betina dewasanya selalu lebih besar daripada pejantannya dan menumbuhkan area kemaluan yang besar yang berpengaruh ke pada massa tubuh keseluruhannya di mayoritas spesies kutu laut. 2 rantaian telur yang terdiri atas 500 hingga 1000 telur (L. salmonis), yang akan menjadi semakin gelap seiring perkembangannya, kira-kira memiliki panjang yang sama dengan tubuh kutu laut betina. Seekor betinanya dapat memproduksi 6 hingga 11 pasang rantaian telur selama usia hidup 7 bulan.[11][13][18]
Makanan
Pada fase naupliar dan copepodid hingga kutu laut hinggap di inangnya, kutu laut tidak menerima makanan dari luar dan hidup dari simpanan nutrisi dari dalam. Setelah hinggap di inangnya, pada fase copepodid pencarian makanan dimulai dan kutu laut mulai berkembang ke fase chalimus. Fase copepodid dan chalimus mengembangkan sistem pencernaan dan mengonsumsi lendir dan jaringan inangnya yang ada dalam jangkauannya. Kutu laut muda dan dewasa, terutama betina yang hamil, pada beberapa kasus juga memakan darah. Darah sering kali terlihat pada saluran pencernaannya, terutama di betina dewasa. Lepeophtheirus salmonis dikenal mensekresikan tripsin ke lendir inangnya yang dapat membantunya untuk mencernanya.[7][19] Senyawa lain seperti prostaglandin E2 telah ditemukan dari sekresi L. salmonis dan kemungkinan membantunya untuk untuk memangsa dan/atau membantu kutu laut untuk melindunginya dari respon imunitas inangnya dengan mengaturnya di tempat ia memangsa.[7][20] Tidak diketahui apakah kutu laut merupakan perantara dari penyakit, namun kutu laut yang membawa bakteri dan virus kemungkinan mendapatkannya dari inangnya dan mengkonsumsi jaringan ikan yang terkontaminasi.[21]
^T. Chad Walter & Geoff Boxshall (2011). T. C. Walter & G. Boxshall, ed. "Caligidae". World Copepoda database. World Register of Marine Species. Diakses tanggal Januari 12, 2012.
^R. Yazawa, M. Yasuike, J. Leong, K. R. von Schalburg, G. A. Cooper, M. Beetz-Sargent, A. Robb, W. S. Davidson, S. R. Jones & B. F. Koop (2008). "EST and mitochondrial DNA sequences support a distinct Pacific form of salmon louse, Lepeophtheirus salmonis". Marine Biotechnology. 10 (6): 741–749. doi:10.1007/s10126-008-9112-y. PMID18574633.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^S. R. M. Jones, G. Prosperi-Porta, E. Kim, P. Callow & N. B. Hargreaves (2006). "The occurrence of Lepeophtheirus salmonis and Caligus clemensi (Copepoda: Caligidae) on threespine stickleback Gasterosteus aculeatus in coastal British Columbia". Journal of Parasitology. 92 (3): 473–480. doi:10.1645/GE-685R1.1. PMID16883988.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^R. L. Genna, W. Mordue, A. W. Pike & A. J. Mordue-Luntz (2005). "Light intensity, salinity, and host velocity influence presettlement intensity and distribution on hosts by copepodids of sea lice, Lepeophtheirus salmonis". Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Sciences. 62 (12): 2675–2682. doi:10.1139/f05-163.Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
^Kenneth M. Brooks (2005). "The effects of water temperature, salinity, and currents on the survival and distribution of the infective copepodid stage of sea lice (Lepeophtheirus salmonis) originating on Atlantic salmon farms in the Broughton Archipelago of British Columbia, Canada". Reviews in Fisheries Science. 13 (3): 177–204. doi:10.1080/10641260500207109.
^M. A. McKibben & D. W. Hay (2004). "Distributions of planktonic sea lice larvae Lepeophtheirus salmonis in the inter-tidal zone in Loch Torrindon, western Scotland in relation to salmon farm production cycles". Aquaculture Research. 35 (8): 742–750. doi:10.1111/j.1365-2109.2004.01096.x.
^S. C. Johnson & L. J. Albright (1991). "The developmental stages of Lepeophtheirus salmonis (Krøyer, 1837) (Copepoda: Caligidae)". Canadian Journal of Zoology. 69 (4): 929–950. doi:10.1139/z91-138.
^A. Mustafa, G. A. Conboy & J. F. Burka (2001). "Life-span and reproductive capacity of sea lice, Lepeophtheirus salmonis, under laboratory conditions". Aquaculture Association of Canada Special Publication. 4: 113–114.
Aquacultural Revolution: The scientific case for changing salmon farming - Watershed Watch Salmon Society. Short video documentary by filmmakers Damien Gillis and Stan Proboszcz. Prominent scientists and First Nation representatives speak their minds about the salmon farming industry and the effect of sea lice infestations on wild salmon populations.
Sea LiceDiarsipkan 2010-01-03 di Wayback Machine. - Coastal Alliance for Aquaculture Reform. Overview of farmed to wild salmon interactive effects of sea lice.