Pada petang tanggal 14 November 2017, Angkatan Darat Zimbabwe berkumpul di sekitar ibu kota Zimbabwe, Harare, dan menguasai stasiun televisi nasional Zimbabwe serta kawasan lain di kota ini. Keesokan harinya, mereka mengeluarkan pernyataan bahwa yang mereka lakukan bukanlah kudeta dan Presiden Robert Mugabe berada dalam keadaan selamat, walaupun situasi baru akan kembali seperti semula setelah mereka selesai mengurus "kriminal" di sekitar Mugabe yang dituduh bertanggungjawab atas masalah sosial-ekonomi Zimbabwe.[1] Jacob Zuma, Presiden Afrika Selatan, telah menghubungi Mugabe dan menyatakan bahwa Mugabe "baik-baik saja", tetapi berada dalam tahanan rumah.[2]
Kudeta terjadi di tengah-tengah ketegangan di dalam tubuh partai pemerintahan ZANU-PF. Ketegangan terjadi di antara mantan Wakil Presiden Emmerson Mnangagwa yang didukung oleh militer dan Ibu Negara Zimbabwe Grace Mugabe yang didukung oleh oleh golongan muda G40. Seminggu setelah Mnangagwa dipecat dan dipaksa meninggalkan negara, dan sehari sebelum tentera bergerak ke Harare, kepala Angkatan Pertahanan Zimbabwe Constantino Chiwenga mengeluarkan pernyataan bahwa pembersihan pejabat senior ZANU-PF seperti Mnangagwa perlu dihentikan.
Pada tanggal 21 November, Mugabe mengirim surat ke Parlemen Zimbabwe yang menyatakan bahwa ia mundur dari jabatannya sebagai presiden.[3] Wakil Presiden Kedua Phelekezela Mphoko lalu menjadi pelaksana tugas presiden.[4] Mnangagwa disumpah sebagai presiden pada tanggal 24 November 2017.[5]
Catatan kaki