Kuda Gipang atau Kuda Gepang merupakan salah satu kesenian Kuda Lumping yang berupa tarian berbaris menggunakan Eblek anayaman bambu berbentuk hewan kuda berkembang di lingkungan masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan.
Asal mula
Bermula ketika Kerajaan Daha di Banjar dibantu oleh kesultanan Demak dalam kemelut perang perebutan tahta, yang dimana pihak Kesultan Demak memberikan syarat kepada Pangeran Samudera sebagai pewaris tahta kerajaan Daha penerus yang sah untuk masuk agama islam, menjalankan sistem kesultanan dan hingga pada masuknya budaya Jawa seperti Wayang Kulit, Gamelan, tarian keraton dan Kuda Lumping yang dibawa oleh prajurit Ponorogo yang tergabung dalam pasukan Kesultanan Demak saat di Banjar.[1]
Tari Kuda Gipang mirip dengan Tari Kuda Lumping yang ada di pulau Jawa, tetapi memiliki beberapa perbedaan, antara lain :[2]
Dari segi properti, punggung Kuda Lumping memiliki lekukan yang lebih dalam daripada punggung Kuda Gipang;[2]
Cara memainkannya, Kuda Gipang dijepit di bagian ketiak oleh para penarinya, sedangkan Kuda Lumping dimainkan dengan cara ditunggangi, tetapi memiliki persamaan dengan Kuda Kepang di Semanjung Melayu yang dilestarikan keturunan Jawa Ponorogo dengan cara menjepit eblek di ketiak [2]
Dalam hal penampilan, Kuda Lumping selalu menampilkan unsur sihir sedangkan Kuda Gipang selalu menampilkan penari yang gagah dan berwibawa seperti pada situasi tari peperangan dan atau penggiring Raja/pengawal Raja.[2]
^ abcdRatnawato, Lien (2017). Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia Tahun 2017. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. hlm. 188.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)