Kuñjarakarna adalah sebuah teks prosa Jawa Kuno yang menceritakan seorang yaksa, semacam raksasa yang bernama Kunjarakarna. Cerita ini berdasarkan agamaBuddhaMahayana.
Ringkasan
Pada suatu hari Kuñjarakarna bertapa di gunungMahameru supaya pada kelahiran berikutnya ia bisa berreinkarnasi sebagai manusia berparas baik. Maka datanglah ia menghadap Wairocana.
Maka ia diperbolehkan menjenguk neraka, tempat bataraYama. Di sana ia mendapat kabar bahwa temannya Purnawijaya akan meninggal dalam waktu beberapa hari lagi dan disiksa di neraka.
Kunjarakarna menghadap Wairocana untuk meminta dispensasi. Akhirnya ia diperbolehkan memberi tahu Purnawijaya. Purnawijaya terkejut ketika diajak melihat neraka. Lalu ia kembali ke bumi dan berpamitan dengan istrinya.
Akhirnya ia mati tetapi hanya disiksa selama 10 hari dan bukannya ratusan tahun. Lalu ia diperbolehkan kembali. Cerita berakhir dengan bertapanya Kunjarakarna dan Purnawijaya di lereng gunung Mahameru.
Amanat cerita: barangsiapa mendengarkan dan tahu akan hukumdharma, maka ia akan diselamatkan.
dhateng ta ya ring bumipata<l>a, hana ta ya srijati dumilah sadakala lonya sêndriya, sêndriya ngaranya, sôlih ing mata tumingal, hana ta babahan kapanggiha denira sang Kuñjarakarna, inĕbnya tambaga, lereganya salaka, tuwin ku<ñ>cinya mas,
Dan sampailah di dunia bawah. Maka adalah sebuah pohon jati yang senantiasa menyala. Tebal batangnya satu indera. Maksudnya hanya satu pemandangan mata. Lalu sang Kuñjarakarna melihat ada pintu, panelnya dari tembaga, lacinya dari perak, dan kuncinya dari emas.
temboknya dari besi, jalannya selebar satu depa dan satu roh
inurap rinata-rata ginomaya ring tahining le<m>bu kanya,
dibersihkan, diratakan dan dibersihkan dengan tinja sapi perawan betina
tinaneman ta ya handong bang, kayu puring, kayu masedhang asinang, winoran asep dupa, mrabuk arum ambunika sinawuran kembang ura, pinujan kembang pupungon,
diberi tanaman andong merah, puring dan pohon-pohon yang sedang berbunga harum. Berbaurlah dengan asap dupa, harum semerbuk dan ditebar dengan bungan sebaran. Bunga-bunga yang sedang berkembang diberikan sebagai kehormatan
ya ta matanyan maruhun-ruhunan ikang watek papa kabèh winalingnya
itulah sebab para orang berdosa berbondong-bondong semua. Salah pikiran mereka,
dalan maring swarga ri hidhepnya
dikira jalan menuju ke sorga.
Catatan kaki
^Teks diambil dari Van der Molen (1983:148). Ejaan teks dialihaksarakan secara kritis.