Kosmologi Islam

Kosmologi Islam adalah studi tentang sejarah alam semesta berskala besar dalam perspektif Islam. Kosmologi yang juga mencakup pembahasan tentang asal-usul alam semesta setidaknya diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu kosmologi fisik, kosmologi filosofis, dan kosmologi religius. Dalam penggolongan ini, kosmologi Islam masuk ke dalam kelompok kosmologi religius. Berbeda dengan kosmologi fisik yang bersifat observatif dan empiris maupun kosmologi filosofis yang bersifat bebas dan spekulatif, kosmologi religius lebih bersifat dogmatis karena didasarkan pada wahyu atau kitab suci. Dengan kata lain, kosmologi Islam membahas tentang asal-usul alam semesta serta sejarahnya dalam skala besar menggunakan wahyu yang diyakini oleh umat Islam, dalam hal ini Kitab Suci Alquran dan Hadits.

Dalam doktrin teologi Islam, dikisahkan bahwa alam semesta didahului oleh ketiadaan. Allah merupakan satu-satunya Entitas Yang Eksis, kemudian dengan firman-Nya, kun (jadilah), alam ini tercipta menurut kehendak-Nya dan menggunakan kekuasaan-Nya. Penciptaan itu dilakukan oleh Allah tanpa sebab material (creatio ex-nihilo). Konsep penciptaan creatio ex-nihilo ini juga dianut oleh dua agama samawi lainnya, yaitu Yahudi dan Kristen. Jadi alam semesta memiliki permulaan. Ruang dan waktu beserta segala materi di dalamnya (zaman wal makan wal jirim) tidaklah niscaya, tetapi bersifat mungkin. Keadaan ketika Allah masih sendirian dan belum melakukan penciptaan atau dengan kata lain sebelum hadirnya jagad raya (ruang dan waktu beserta materi di dalamnya), disebut dengan zaman azali. Zaman azali berakhir ketika Allah memulai penciptaan untuk menghadirkan makhluk pertama.

Telah terjadi perbedaan pendapat soal apakah makhluk yang pertama kali diciptakan oleh Allah. Setidaknya terdapat tiga pendapat dalam masalah ini. Pendapat pertama mengatakan bahwa makhluk pertama yang Allah ciptakan adalah 'Arsy. Pendapat kedua mengatakan makhluk pertama yang Allah ciptakan adalah qalam (pena), dalam hal ini adalah pena Allah. Setelah menciptakan pena itu, Allah berfirman "Uktub Ya Qalam! (Tulislah wahai pena!)" Maka pena itu menulis segala yang akan terjadi. Pendapat ketiga mengatakan bahwa makhluk pertama yang Allah ciptakan adalah air. Pendapat terakhir ini mirip dengan pandangan Thales, salah satu filsuf pra socratic, yang menyatakan bahwa substansi terdalam dari alam semesta adalah air. Pendapat lain muncul dari kalangan sufi (mistikus Islam). Ada pendapat dari kalangan mereka yang mengatakan bahwa makhluk pertama yang Allah ciptakan adalah Nur Muhammad.

Dalam perspektif Islam, alam dahulunya potensial untuk ada, kemudian Allah membawanya menuju aktualitas. Maka, alam ini tidaklah kekal. Ruang dan waktu pun tidak bersifat niscaya. Suatu waktu semua itu dapat binasa, baik sebagian ataupun keseluruhan. Peristiwa binasanya alam semesta itulah yang disebut sebagai Yaumul Qiyamah (Hari Kiamat). Pada gilirannya, kiamat dibagi menjadi dua, yaitu kiamat kecil (kiamat sugra), yaitu hancurnya sebagian alam semesta, seperti tsunami, gempa bumi, gunung meletus, angin puting beliung, dan juga termasuk kematian manusia, dan kiamat besar (kiamat kubra), yaitu lenyapnya segala materi beserta ruang dan waktu sehingga tersisa Allah saja seperti zaman azali dulu.

Sebagaimana telah dikabarkan oleh sumber-sumber wahyu Islam, bahwa kiamat besar akan didahului oleh beberapa tanda. Di antara tanda-tandanya yang besar adalah munculnya Dajjal, munculnya Imam Mahdi, turunnya Isa putra Maryam, keluarnya Yakjuj dan Makjuj, terbitnya matahari dari barat, dan sebagainya.

Salah satu tokoh kosmologi dari umat Islam adalah Imam Abu Hamid al-Ghazali, atau yang lebih dikenal sebagai al-Ghazel di dunia barat. Ia merupakan penggagas okasionalisme yang merupakan kelanjutan dari atomisme. Dalam atomisme, semua materi di alam ini, bahkan hingga atomnya pun, diadakan oleh kuasa Tuhan. Tuhan bukan sekedar menciptakan keadaan materi, mengubahnya dari satu keadaan menuju keadaan lain, tetapi Tuhan menciptakan ada itu sendiri. Dengan kemahakuasaan-Nya, Dia mampu menciptakan materi. Oleh karena atomnya pun diciptakan oleh Allah, maka setiap benda selalu bergantung pada kekuasaan Allah dalam setiap keadaan. Segalanya berjalan berdasarkan kehendak Allah dan dapat berjalan dengan kuasa Allah. Semua peristiwa atau kejadian pun telah diketahui oleh Allah. Tiada suatu benda maupun peristiwa, baik atau buruk, besar atau kecil, disengaja atau tidak disengaja, melainkan itu semua adalah ketentuan Tuhan. Tuhan selalu terlibat dalam segala hal setiap saat. Maka pandangan ini tidak sejalan dengan deisme yang menyatakan bahwa Tuhan tidak lagi melakukan intervensi setelah ia menciptakan alam.

Konsekuensi dari atomisme adalah okasionalisme. Setiap peristiwa itu sebenarnya saling putus. Rangkaian kausalitas sebenarnya hanyalah semu. Berbagai sebab selain sebab pertama dalam rangkaian kausalitas hanyalah sebab sekunder, tetapi sebab primernya tetaplah Allah selaku sebab pertama. Sebagai contoh, kita memposisikan bersentuhan dengan api sebagai sebab terbakar, padahal yang menyebabkan api itu bersifat membakar adalah Allah. Seandainya Allah ingin mengubahnya, dalam arti menjadikan api tidak menyebabkan terjadinya terbakar, maka hal itu bisa saja terjadi, sebagaimana yang dialami oleh Nabi Ibrahim.

Dalam kosmologi Islam, alam semesta bukan hanya yang bersifat empirik, tetapi juga meliputi realitas-realitas non fisik seperti malaikat dan jin. Umat Islam meyakini adanya alam gaib. Dalam pandangan Islam, ada lima alam yang akan dilalui oleh manusia, yaitu alam ruh, alam rahim, alam dunia, alam barzakh atau alam kubur, dan alam akhirat. Dalam ilmu tasawuf pun telah hadir penggolongan berbagai alam, seperti alam malakut dan lainnya.