Kesenian MinahasaKesenian Minahasa merujuk kepada segala bentuk kegiatan seni yang berasal dari Minahasa, terdiri dari masambo, tarian, alat musik, kesusastraan, dan kerajinan. Masambo merupakan bentuk kesenian etnis Minahasa pada masa lampau yang berhubungan dengan nilai-nilai religi dan ilmu pengetahuan masyarakat Minahasa. Tarian Minahasa memiliki banyak jenis, di antaranya Tari Maengket, Tari Kabasaran, Tari Katrili, dan Tari Mesalai. Alat musik tradisional Minahasa merupakan perpaduan dua kebudayaan atau lebih. Terdapat banyak alat musik tradisional, di antaranya kolintang, salude, oli, bansi, tetengkoren, sasesahang, dan arababu. Dalam bidang kesusastraan, terdapat berbagai ungkapan, pepatah, simbol, dan perumpamaan yang dimiliki oleh orang Minahasa, terutama oleh orang-orang tua yang bermukim di desa-desa. Dalam bidang kerajinan, terdapat dua jenis tenun yang dihasilkan, yaitu kadu/wau dan benetenan. Para perempuan Minahasa juga membuat tolo atau sejenis tutup kepala berbentuk kerucut dengan berbagai ukuran, terbuat dari daun silar dengan berbagai warna yang mencolok. MasamboMasambo adalah bentuk kesenian etnis Minahasa pada masa lampau yang berhubungan dengan nilai-nilai religi dan ilmu pengetahuan masyarakat Minahasa. Secara harfiah, istilah masambo artinya meminta. Masambo adalah bentuk kesusastraan suci dalam tradisi Minahasa.[1] Masambo memiliki perbedaan versi di tiap sub-suku Minahasa. Isi dari masambo adalah doa permohonan kepada yang berkuasa agar tetap memelihara, menjaga, memberkati, memberikan restu, meminta rejeki, dan sebagainya untuk hal-hal yang berhubungan dengan pertanian, perkawinan, memiliki rumah baru, kelahiran, kematian dan aktivitas-aktivitas yang menyangkut daur hidup. Selain itu isinya juga mengandung nasihat-nasihat atau anjuran-anjuran yang harus diperhatikan sebagai pedoman hidup. Syair-syair masambo biasanya dinyanyikan menurut irama tertentu. Model-model kesenian masa lampau, misalnya lagu-lagu atau tarian adalah sebuah kesatuan dalam acara ritual dan merupakan bentuk doa permohonan dalam ritus menempati rumah baru, kebun baru, penolak bala bahkan ritual-ritual dalam bidang pertanian. Jadi, masambo merupakan bentuk kesenian merupakan suatu model kesusasteraan suci.[2] TarianDari seluruh bentuk kesenian Minahasa, tari-tarian adalah kesenian yang paling banyak jenisnya dan sangat bervariasi. Sejak dahulu, tari-tarian sudah menjadi bagian dari kehidupan orang Minahasa. Selain menari dan berdansa, mereka juga dikenal senang menyanyi. Hingga kini, seni tari di Minahasa cenderung mengadopsi banyak pola-pola kesenian dari luar yang kini menjadi ciri khas tradisional Minahasa. Begitu pula dengan alat musik pengiring tarian juga bersentuhan dengan budaya dari luar Minahasa. Adapun jenis-jenis tarian di Minahasa diantaranya: Tari MaengketTarian ini sudah ada di tanah minahasa sejak orang minahasa mengenal pertanian terutama padi di ladang. Pada zaman dahulu, tarian maengket hanya dimainkan pada waktu panen padi dengan gerakan-gerakan yang hanya sederhana, tetapi saat ini tarian ini telah berkembang khususnya bentuk tarinya tanpa meninggalkan keasliannya terutama syair atau sastra lagunya.[3] Tarian maengket ini terdiri dari tiga babak, yaitu maowey kamberu, marambak dan lalayaan.[4]
Tari KabasaranTari Kabasaran merupakan simbol Keberanian Suku Minahasa. Tarian ini awalnya merupakan tarian perang.[9] Tarian Kabasaran hanya dilakukan oleh Waranei yaitu penjaga keamanan desa di Minahasa sekaligus prajurit perang. Dalam kesehariannya mereka dikenal sebagai rakyat biasa namun ketika daerah Minahasa terancam oleh serangan musuh, penari Kabasaran prajurit perang.[10] Berdasarkan adat Minahasa, tidak semua lelaki Minahasa dapat menjadi penari Kabasaran. Yang menjadi penari biasanya keturunan dari sesepuh penari Kabasaran. Karena sifatnya yang turun temurun itulah setiap penari Kabasaran memiliki sebuah senjata warisan. Senjata warisan ini harus dibawa oleh penari ketika pertunjukan tari Kabasaran dimulai. Para penari mengenakan pakaian tenun khas Minahasa berwarna merah dan rias wajah yang terlihat garang.[11] Ketika pertunjukan dimulai, gerak tari Kabasaran dipimpin oleh seorang Tombolu, pemimpin pertunjukan. Seorang Tombolu dipilih berdasarkan kesepakatan para sesepuh adat. Ketika pertunjukan berlangsung, tidak tampak sedikit-pun senyum di wajah para penari. Mulai dari awal pertunjukan, gerakan penari Kabasaran terlihat energik dan menggambarkan sifat keprajuritan. Gerakan mereka semakin terlihat dinamis ketika tabuhan gong dan kulintang terdengar begitu keras. Dengan membawa pedang di tangan kanan dan tombak di tangan kiri, para penari Kabasaran terlihat seperti orang yang hendak berperang. Sesekali, penari Kabasaran mengayunkan kedua senjata yang ada di tangan mereka sambil melompat dan mengayunkan senjata. Mereka-pun memperlihatkan gerakan berjalan maju-mundur dengan penuh semangat. Di daerah Minahasa, gerak tari Kabasaran dijadikan simbol keperkasaan dan keberanian warga Minahasa melawan musuh. Gerak tari Kabasaran terlihat garang namun sesaat sebelum pertunjukan usai, para penari Kabasaran menarikan gerak yang terlihat begitu riang. Gerakan di penghujung pertunjukan ini menjadi simbol kebebasan penari Kabasaran dari rasa amarah usai berperang melawan musuh. Tarian ini umumnya terdiri dari tiga babak (sebenarnya ada lebih dari tiga, hanya saja, sekarang ini sudah sangat jarang dilakukan).[12] Babak – babak tersebut terdiri dari:
Tari KatriliMenurut sejarahnya, Tari Katrili dibawa oleh bangsa Portugis dan Spanyol ketika datang ke ranah Minahasa beberapa abad silam.Pada waktu bangsa Portugi dan Spanyol datang dengan maksud membeli hasil bumi yang ada di Minahasa. Karena mendapatkan hasil yang banyak, mereka merasa riang gembira sehingga merekapun menari-nari. Tarian itu disebut Katrili.[13][14] Perlahan-lahan mereka mengundang seluruh rakyat Minahasa yang akan menjual hasil bumi kepada mereka untuk menari bersama-sama sambil mengikuti irama musik dan aba-aba. Ternyata tarian ini boleh juga dibawakan pada waktu acara pesta perkawinan di tanah Minahasa. Sekembalinya Bangsa Portugis dan Spanyol kenegaranya dengan membawa hasil bumi yang dibeli di Minahasa, tarian ini sudah mulai digemari Rakyat Minahasa pada umumnya. Tari katrili termasuk tari modern yang sifatnya kerakyatan.[15][16] Tari MesalaiTari Mesalai tumbuh dan berkembang dalam masyarakat Kepulauan Sangihe Talaud. Tarian ini dahulu merupakan bagian dari suatu upacara ritual sebagai perwujudan rasa syukur kepada Genggona Langi Duatung Saluruang (Tuhan Yang Maha Tinggi Penguasa Alam Semesta) atas segala anugerah yang telah diberikan-Nya.[17] Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan masuknya agama-agama baru, Tari Mesalai saat ini juga digunakan sebagai pelengkap upacara adat dan syukuran, seperti: khitanan, perkawinan, mendirikan rumah baru, peresmian perahu baru dan lain sebagainya.[18] Peralatan musik (waditra) yang digunakan untuk mengiringi tari mesalai adalah tegonggong yang iramanya terdiri dari lima macam, yaitu:
Irama musik tegonggong ini dipadukan dengan sasambo atau lagu pujaan yang berisi ajaran tentang baik dan buruk, hubungan antarmanusia, manusia dengan Sang Pencipta, dan manusia dengan alam lingkungannya. Busana yang dipakai oleh para penari pria adalah busana adat yang disebut laku tepu. Busana ini terbuat dari tumbuhan sejenis pisang yang kadang disebut juga serat manila. Selain itu, para penari pria juga menggenakan tutup kepala yang terbuat dari lipatan kain yang disebut paporong dan saputangan (lenso). Sedangkan, busana yang dikenakan oleh penari wanita diantaranya adalah:
Tari Mesalai merupakan bagian dari upacara penyembahan seperti:
Upacara-upacara tersebut dianggap tidak lengkap apabila tidak diikuti dengan Mesalai sebagai acara puncak setelah upacara inti selesai dilaksanakan. Segala keberuntungan, keberhasilan, mereka ungkapkan dengan penuh syukur sambil bergembira lewat Tari Mesalai.[19] Alat musikSebagaimana tarian, alat musik tradisional Minahasa juga merupakan perpaduan dua kebudayaan atau lebih.[20] Seperti alat musik kolintang, meskipun tampak luarnya sangat tradisional dan terbuat dari sejenis kayu, tetapi iramanya menggunakan tangga nada diatonik khas barat. Selain alat musik kolintang, Minahasa juga memiliki salude, oli, bansi, tetengkoren, sasesahang, dan arababu.[21] Alat musik Salude terbuat dari satu ruas bambu besar yang dilubangi di bagian salah satu sisinya serta dilengkapi dengan dawai yang terbuat dari bahan kulit ari bambu. Bambu besar berfungsi sebagai resonator dan berguna dalam mengatur suara atau bunyi. Dawainya dipetik memakai pelepah pinang. Begitu pula dengan alat musik Oli juga terbuat dari bambu namun pemakaiannya dengan cara ditiup. Jenis alat musik Oli banyak ditemukan di daerah lainnya di Indonesia. Minahasa juga memiliki suling bernama Bansi. Bansi umumnya dimainkan bersama dengan alat musik lainnya sebagai pelengkap. Alat musik yang berbentuk tabung khas Minahasa adalah tetengkoren. Jenis alat musik yang cukup unik lainnya adalah Sasesahang yang terbuat dari bambu yang ujungnya mirip garputala. Penggunaan alat musik ini adalah dipukul memakai kayu pemukul berlapis karet. Nada yang dihasilkan oleh Sasesahang merupakan nada melodis. Instrumen unik lainnya adalah arababu. Arababu merupakan alat musik yang dimainkan dengan cara digesek. Arababu adalah alat musik yang berasal dari Arab yang dibawakan oleh saudagar Arab yang berdagang di Minahasa. Alat musik ini kemudian dimodifikasi menjadi khas Minahasa. Arababu terbuat dari bambu dan tempurung kelapa.[21][22] KesusastraanSelain musik dan tarian, ada juga berbagai ungkapan, pepatah, simbol, dan perumpamaan yang dimiliki oleh orang Minahasa, terutama oleh orang-orang tua yang bermukim di desa-desa.[23] Misalnya:
Selain itu masih ada berbagai pepatah dan ungkapan lain. Simbol yang ada dalam masyarakat Minahasa, misalnya hiasan-hiasan berupa kain merah di kepala melambangkan kesatriaan dan keberanian, sayap bulu manguni (burung hantu) yang diikatkan di kepala menyimbolkan kebesaran dan keagungan, dan parang dan perisai sebagai lambang siap bertempur, siap berjuang membela tanah air.[24] KerajinanTradisi Minahasa juga memiliki kerajinan tenun.[25] Ada dua jenis tenun Minahasa yaitu:
Selain itu, para perempuan Minahasa juga membuat tolo atau sejenis tutup kepala berbentuk kerucut dengan berbagai ukuran, terbuat dari daun silar dengan berbagai warna yang mencolok. Lihat pulaReferensi
|