Kekuatan tajamKekuatan tajam atau dalam bahasa Inggris disebut dengan sharp power adalah strategi yang digunakan oleh suatu negara untuk memanipulasi dan mempengaruhi sistem politik negara lain melalui cara-cara yang halus namun tajam, seperti disinformasi, propaganda, dan intervensi politik. Alih-alih menggunakan kekuatan militer atau ekonomi secara langsung, sharp power lebih mengandalkan taktik yang dapat merusak integritas politik, memanipulasi opini publik, dan mengubah kebijakan negara sasaran dengan cara yang tidak terlihat secara langsung. Ini sering melibatkan pengaruh yang tersembunyi dan dapat merusak proses demokrasi, membentuk persepsi yang menguntungkan bagi negara yang menerapkannya, serta mengendalikan narasi politik di negara lain.[1][2] SejarahIstilah kekuatan tajam dipopulerkan oleh National Endowment for Democracy (NED) pada November 2017, meskipun penggunaannya sudah ada sejak awal abad ke-19. Istilah ini pertama kali muncul dalam artikel di majalah Foreign Affairs yang menggambarkan kebijakan agresif dan subversif yang diterapkan oleh negara otoriter sebagai proyeksi kekuatan negara di negara-negara demokratis, kebijakan yang tidak dapat digolongkan sebagai hard power maupun soft power.[3]Artikel NED secara khusus menyebut contoh kekuatan tajam seperti jaringan berita RT News yang dibiayai negara Rusia dan kemitraan pendidikan Confucius Institute yang disponsori negara Tiongkok. Menurut NED, negara-negara otoriter ini tidak selalu berusaha untuk merebut hati dan pikiran (seperti yang biasa dilakukan dalam soft power), tetapi mereka lebih cenderung berusaha memanipulasi target melalui informasi yang mereka terima. [4] Sejak 2018, istilah kekuatan tajam telah digunakan dalam artikel berita, diskusi akademis, dan sidang-sidang Kongres. Para perwakilan Partai Komunis Tiongkok telah menggunakan istilah ini untuk menanggapi klaim Barat yang menyebutkan bahwa negara mereka terlibat dalam praktik-praktik sharp power.[5] RingkasanKekuatan tajam adalah upaya dari suatu negara untuk memanipulasi dan mengelola informasi tentang dirinya sendiri di media berita dan sistem pendidikan negara lain, dengan tujuan untuk menyesatkan, membagi opini publik di negara target, atau untuk menyembunyikan maupun mengalihkan perhatian dari informasi negatif tentang dirinya. Sebagaimana dijelaskan oleh Christopher Walker, kekuatan tajam memanfaatkan ketidakseimbangan antara sistem yang bebas dan yang tidak bebas, memungkinkan rezim otoriter untuk membatasi kebebasan berekspresi dan mendistorsi lingkungan politik di negara demokrasi, sementara pada saat yang sama melindungi ruang publik domestik mereka dari pengaruh demokrasi yang datang dari luar.[4] Kekuatan tajam berbeda dengan kekuatan lunak, yang melibatkan kebijakan-kebijakan yang bersifat menarik, seperti pertukaran pelajar atau penyelenggaraan acara budaya dan olahraga, yang bertujuan membangun citra positif dan pemahaman antar negara, serta mempengaruhi keputusan negara lain melalui persuasi. Berbeda pula dengan hard power, yang melibatkan kebijakan koersif, seperti kekuatan militer, sanksi ekonomi, dan ancaman diplomatik, untuk memaksa negara lain mengambil tindakan atau mengubah keputusan mereka.[4] Kekuatan tajam sering kali memiliki unsur digital, di mana praktiknya seperti di Tiongkok, misalnya, hampir sepenuhnya dilakukan secara daring. [6] Lihat juga
Referensi
|