Kawasan Situs Alam Roh (Alam Roh 18), dikenal juga dengan nama Monumen ALRI Divisi IV, merupakan salah satu kawasan cagar budaya yang terdaftar di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud). Sebagai kawasan cagar budaya, tempat ini dilindungi oleh undang-undang atas jasanya di masa lalu sebagai markas perjuangan kemerdekaan Kalimantan Selatan. Kawasan tersebut terletak di Desa Pakualam RT 2, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, beberapa ratus meter dari perkampungan warga.[1]
Kawasan ini merupakan berbentuk 4 persegi panjang[2] dan di sana terdapat hutan, monumen ALRI Divisi IV, dan rumah adat Banjar Bubungan Tinggi. Situs ini diresmikan pada tanggal 18 April, diberi nama Alam Roh 18 oleh pria bernama Paman Birin.[1] Bersama Bupati Banjar KH Khalilurrahman dan Kapolres Banjar Takdir Mattanete, Paman Birin meresmikan kegiatan rehabilitasi di Roh Alam. Sampai saat ini, tempat tersebut terbuka untuk umum dan dijadikan kawasan wisata.
Sejarah
Kawasan Situs Alam Roh dulunya merupakan markas para pejuang di Kalimantan Selatan untuk berkumpul dan menyusun strategi perang melawan Belanda di saat siang maupun malam. Banyak rumah penduduk yang terdapat di kawasan tersebut sehingga diawasi ketat oleh tentara Belanda, hal ini membuat para pejuang sulit untuk berdiskusi dan merasa tidak aman. Oleh karena itu, para pejuang memutuskan untuk mencari tempat yang aman untuk berdiskusi, jauh dari jangkauan tentara Belanda, dan pribumi yang berkhianat. Mereka memilih hutan di Desa Pakualam untuk dijadikan markas, yang sekarang dikenal dengan nama Alam Roh. Hutan tersebut dipenuhi banyak pohon dan semak belukar sehingga tidak memungkinkan bagi warga setempat untuk menemukan markas tersebut. Untuk memperketat keamanan di daerah tersebut, para pejuang meminta Alam Roh diberi jampi-jampi dari para ulama di Kota Martapura.[1]
Dibawah pimpinan Brigadir Jenderal H. Hasan Basri, para pejuang menyusun berbagai strategi untuk memenangi perang. Empat sudut tempat ini ditanami dengan empat jimat yang berfungsi untuk mengelabui mata para penjajah dan pribumi pengkhianat agar mereka tidak dapat melihat kegiatan para pejuang dan seolah-olah tempat tersebut kosong.[1] Terlebih lagi, bagi mata-mata yang bisa memasuki Alam Roh akan tewas setelah keluar dari tempat tersebut. Hal ini terjadi karena jampi-jampi di tempat tersebut. Mayat dari pengkhianat tersebut nantinya akan dibuang ke sungai tanpa penghormatan apapun. Konon, masing-masing pejuang memiliki kekuatan gaib. Salah seorang pejuang yang berkekuatan gaib menulisi badannya dengan cairan kapur, efek yang didapat ialah bagian badan yang ditulisi cairan kapur akan kebal terhadap serangan penjajah.[1] Sang pemimpin, Brigadir Jenderal H. Hasan Basri juga memiliki kekuatan gaib, beliau menancapkan empat bilah kayu bamban di sekitar Alam Roh sebagai pelindung.
Denah
Keseluruhan komplek Alam Roh terdiri dari hutan (dulunya tempat berkumpul para pejuang), Monumen ALRI Divisi IV, dan rumah adat Banjar Buburan Tinggi. Monumen ALRI dan rumah Banjar saat ini difungsikan sebagai pos penjaga dan museum mini tentang sejarah perjuangan para pahlawan. Di dalam hutan, terdapat bendera Merah Putih yang lusuh berkibar di atas tiang bendera yang terbuat dari kayu ulin dengan sambungan kayu gaharu setinggi 8 meter.[3] Di tengah, ada sebuah prasasti menerangkan tentang peresmian tempat ini oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan pada 16 Mei 1983. Di bagian kirinya, terdapat pernyataan warga Kalimantan Selatan untuk bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 17 Mei 1949.
Terdapat relief yang menjelaskan perjuangan rakyat Kalimantan Selatan dalam penjajahan Belanda pada dinding Monumen ALRI Divisi IV. Di samping monumen terdapat kuburan sang pemilik tanah yang memberikan tanah tersebut kepada para pejuang untuk dijadikan markas rahasia. Sejauh tiga ratus meter ke kanan dari arah monumen, terdapat monumen kecil yang beserta sebuah tugu yang dilengkapi prasasti yang sudah tak terbaca lagi.[1]
Di sisi lain komplek Alam Roh, terdapat rumah adat Banjar Buburan Tinggi yang dipakai sebagai pos penjaga monumen tersebut. Di dalam rumah Banjar terdapat benda-benda bersejarah seperti dua keris yang diikat kain kuning, sepucuk pistol berbahan kayu ulin bermoncong besi buatan tangan para pahlawan tersebut dan serangkaian selongsong peluru milik penjajah Belanda.[1] Di ruangan lain terdapat senapan angin dari kayu, baju tentara, kaus dalam berajah mantra-mantra bertulisan Arab atau dalam Bahasa Banjar disebut Baju Barajah, dan juga tombak dari bambu berpucuk besi runcing yang sudah berkarat. Terdapat juga foto-foto para pejuang disertai dengan nama dan keterangan perjuangan mereka.[1]
Referensi