Suzuya (鈴谷) adalah sebuah kapal penjelajah berat kelas Mogami milik Angkatan Laut Kekaisaran Jepang.[4]
Namanya berasal dari Sungai Suzuya di Karafuto (sekarang Sakhalin). Sekarang sungai tersebut bernama Susuya (bahasa Rusia: Сусуя) setelah lepas dari kekuasaan Jepang usai Perang Dunia II berakhir.
Konstruksi
Suzuya lahir pada 20 November 1934 di Yokosuka merupakan kapal ketiga dari kelas Mogami. Pada saat peluncurannya, Kaisar Hirohito secara langsung menjadi saksinya. Meskipun penyempurnaan pembangunannya selesai pada tahun 1936, Suzuya harus "mondok" lagi selama setahun (plus bonus 2 tahun lagi karena harus mengantri) untuk mendapatkan modifikasi berat badan dan persenjataannya. Alasan dari modifikasi tersebut didasarkan hasil dari percobaan yang dilakukan pada Mogami untuk menemukan kelemahannya dan kemudian mengaplikasikan solusinya pada Suzuya dan Kumano (membuat desain akhir mereka berdua jadi berbeda dari Mogami dan Mikuma, serta dapat juga dianggap sebagai sub-kelas yang terpisah dari kelas Mogami, yakni kelas Suzuya).
Masa dinas
Baru pada tahun 1939, Suzuya resmi dapat mulai bertugas dan bergabung bersama ketiga saudarinya membentuk Divisi Penjelajah ke-7 yang menjadi bagian dari Armada Ke-2. Menjelang dimulainya Perang Pasifik, Suzuya sempat berpartisipasi dalam aksi tembakan peringatan menyusul Pertempuran Ko Chang, bagian dari Perang Prancis-Thailand,[5] yang merembet sampai wilayah perairan Jepang. Selain itu, ia juga ikut dalam operasi pendudukan ke Indochina Prancis (sekarang sudah tergabung menjadi negara Vietnam).
Pada saat penyerangan ke Pearl Harbor dimulai, Suzuya yang tergabung dalam Armada Ekspedisi Selatan Pertama dibawah komando Laksamana Madya Jisaburo Ozawa[4] berpartisipasi dalam invasi Malaya dan juga pengejaran 'Force Z' yang berakhir dengan kegagalan pencarian dari pihak armada tersebut. Kemudian Suzuya dan Kumano berturut-turut ditugaskan untuk menginvasi Sarawak, Anambas, Endau, Palembang, dan Pulau Bangka di Jawa dan sepanjang Sumatra dalam serangkaian operasi Kampanye Hindia Belanda.
Sebelum dimulainya Serangan Samudra Hindia, Suzuya juga berperan penting dalam pendudukan di Kepulauan Andaman. Sementara di operasi tersebut, Suzuya ambil bagian dalam operasi minor untuk menghancurkan armada transportasi Inggris di wilayah utara Teluk Bengal. Kemudian Suzuya bergerak dari wilayah barat ke timur kekuasaan Kekaisaran Jepang, menyusul kekalahan Jepang di Pertempuran Midway dimana Suzuya melakukan kesalahan dengan tidak menyadari dan melaporkan pergerakan Mikuma yang akan menabrak Mogami dan menyebabkan kedua kakaknya rusak parah.[butuh rujukan]
Suzuya setelahnya banyak terlibat di wilayah Pasifik dan Solomon seperti pada Pertempuran Kepulauan Solomon Timur dan Pertempuran Kepulauan Santa Cruz, dimana Suzuya tidak terlibat secara langsung karena pertempuran yang sifatnya sangat jarak jauh sekali. Ia baru terlibat pertempuran aktif pada Pertempuran Kolombangara, Pertempuran Empress Augusta Bay, Pertempuran Laut Filipina, dan Pertempuran Teluk Leyte.
Nasib
Tepatnya pada Pertempuran Samar (25 Oktober 1944), Suzuya mengakhiri perjalanan hidupnya setelah berulang kali menerima gelombang serangan total 40 pesawat pembom Avenger. Walaupun tak ada satu pun yang mengenai tubuhnya dengan telak, satu bom yang luput dari sasaran justru memantik salah satu torpedo "Long Lance"-nya dan meledak serta memaksa semua krunya meninggalkan Suzuya yang tenggelam perlahan-lahan.
Kapten
Catatan kaki
- ^ Lacroix, Japanese Cruisers, hal. 794
- ^ a b Watts, Japanese Warships of World War II, hal. 99
- ^ Campbell, Naval Weapons of World War Two, hal. 185-187
- ^ a b Whitley, Cruisers of World War Two, hal. 181-184
- ^ Patton, Japanese Heavy Cruisers of World War Two, hlm. 47-52
- ^ a b c d e f g http://www.combinedfleet.com/suzuya.htm[pranala nonaktif permanen]
Daftar pustaka
- Jonathan B. Parshall,Anthony P. Tully (2005). Shattered Sword: The Untold Story of the Battle of Midway. Dulles, Virginia: Potomac Books. ISBN 1-57488-923-0.
- Robert Lundgren (2014). The World Wonder'd: What Really Happened Off Samar. Ann Arbor, Michigan: Nimble Books. hlm. 288. ISBN 978-1608880461.
- Brown, David (1990). Warship Losses of World War Two. Naval Institute Press. ISBN 1-55750-914-X.
- Campbell, John (1985). Naval Weapons of World War Two. Naval Institute Press. ISBN 0-87021-459-4.
- Cox, Robert Jon (2010). The Battle Off Samar: Taffy III at Leyte Gulf (5th Edition). Agogeebic Press, LLC. ISBN 0-9822390-4-1.
- D'Albas, Andrieu (1965). Death of a Navy: Japanese Naval Action in World War II. Devin-Adair Pub. ISBN 0-8159-5302-X.
- Dull, Paul S. (1978). A Battle History of the Imperial Japanese Navy, 1941-1945. Naval Institute Press. ISBN 0-87021-097-1.
- Howarth, Stephen (1983). The Fighting Ships of the Rising Sun: The drama of the Imperial Japanese Navy, 1895-1945. Atheneum. ISBN 0-689-11402-8.
- Jentsura, Hansgeorg (1976). Warships of the Imperial Japanese Navy, 1869-1945. Naval Institute Press. ISBN 0-87021-893-X.
- Lacroix, Eric; Linton Wells (1997). Japanese Cruisers of the Pacific War. Naval Institute Press. ISBN 0-87021-311-3.
- Patton, Wayne (2006). Japanese Heavy Cruisers in World War II. Squadron Signal Publications. ISBN 0-89747-498-8.
- Watts, Anthony J. (1967). Japanese Warships of World War II. Doubleday & Company.
- Whitley, M.J. (1995). Cruisers of World War Two: An International Encyclopedia. Naval Institute Press. ISBN 1-55750-141-6.
Pranala luar