Atago pada tahun 1939
|
Sejarah |
Kekaisaran Jepang
|
Nama |
Atago |
Asal nama |
Gunung Atago |
Dipesan |
1927 (tahun fiskal) |
Pembangun |
Arsenal Angkatan Laut Kure |
Pasang lunas |
28 April 1927 |
Diluncurkan |
16 Juni 1930 |
Mulai berlayar |
30 Maret 1932 |
Nasib |
Tenggelam oleh USS Darter, 23 Oktober 1944 |
Ciri-ciri umum
|
Kelas dan jenis |
Kapal penjelajah kelas-Takao |
Berat benaman |
- 9.850 ton panjang (10.010 t) (standar)
- 14.616 ton panjang (14.851 t) (muat penuh)
|
Panjang |
203,76 m (668,5 ft) |
Lebar |
19–20,4 m (62–67 ft) |
Sarat air |
- 6,11 m (20,0 ft) (standar)
- 6,32 m (20,7 ft) (muat penuh)
|
Tenaga |
133.100 shp (99.300 kW) |
Pendorong |
|
Kecepatan |
34,2–35,5 kn (63,3–65,7 km/h; 39,4–40,9 mph) |
Jangkauan |
8.500 nmi (15.700 km; 9.800 mi) pada 14 kn (26 km/h; 16 mph) |
Awak kapal |
773 orang |
Senjata |
|
Pelindung |
Sabuk: 38–127 mm (1,5–5,0 in)
Geladak: 37 mm (1,5 in) (utama); 127–25 mm (5,00–0,98 in) (atas)
Sekat: 76–100 mm (3,0–3,9 in)
Turet senjata: 1 in (2,5 cm) |
Pesawat yang diangkut |
3 × pesawat terbang apung
|
Fasilitas penerbangan |
2 × Katapel pesawat terbang |
Atago (愛宕) adalah sebuah kapal penjelajah berat kedua dalam kelas Takao. Ia aktif dalam Perang Dunia II dalam naungan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang. Ia merupakan salah satu kapal penjelajah terbesar dan paling modern dalam armada Jepang. Ia dirancang untuk menjadi tulang punggung dalam satuan penyerang multi-guna jarak jauh.[1]
Latar belakang
Kapal dalam kelas Takao disetujui dalam anggaran tahun fiskal 1927 sampai 1931. Atago, seperti saudarinya yang lain, dinamai dari nama sebuah gunung. Dia sendiri dinamai dari Gunung Atago, yang berlokasi di luar Kyoto.
Pra perang
Sebelum dimulainya Perang Dunia 2, Atago tercatat pernah membawa Kaisar Hirohito berlayar menggunakan dirinya dari Kobe ke Etajima, dan kembali lagi ke daratan utama. Kaisar sendiri juga ikut memberikan kesannya tentang Atago dalam peninjauan kapal di Kobe tersebut. Pada masa-masa ini, permasalahan stabilitas akibat desainnya, dimana bagian atas terlalu lebar, muncul ke permukaan. Alhasil, desain anjungan kapal Atago harus diperkecil dan harus ditambah sekat juga untuk menambah keseimbangan mereka.
Masa dinas
Atago terlibat dalam Perang Pasifik, terutama dalam Pertempuran Teluk Leyte dan Pertempuran Laut Guadalkanal.
Nasib
Atago menemui ajalnya di Pertempuran Terusan Palawan yang merupakan bagian dari Pertempuran Teluk Leyte di titik 09°28′N 117°17′E / 9.467°N 117.283°E / 9.467; 117.283 oleh kapal selam USS Darter.[2]
Terdapat 529 kru-nya yang selamat, Laksamana Madya Kurita, tetapi 360 lainnya tewas. Tomiji Koyanagi dan Araki beserta 355 kru Atago lainnya diselamatkan oleh Kishinami; 171 orang lainnya diselamatkan oleh Asashimo.[2] Atago dicoret dari daftar angkatan laut pada 20 Desember.[3]
Catatan kaki
Referensi
- D'Albas, Andrieu (1965). Death of a Navy: Japanese Naval Action in World War II. Devin-Adair Pub. ISBN 0-8159-5302-X.
- Dull, Paul S. (1978). A Battle History of the Imperial Japanese Navy, 1941-1945. Naval Institute Press. ISBN 0-87021-097-1.
- Howarth, Stephen (1983). The Fighting Ships of the Rising Sun: The drama of the Imperial Japanese Navy, 1895-1945. Atheneum. ISBN 0-689-11402-8.
- Jentsura, Hansgeorg (1976). Warships of the Imperial Japanese Navy, 1869-1945. Naval Institute Press. ISBN 0-87021-893-X.
- Lacroix, Eric; Linton Wells (1997). Japanese Cruisers of the Pacific War. Naval Institute Press. ISBN 0-87021-311-3.
- Patton, Wayne (2006). Japanese Heavy Cruisers in World War II. Squadron Signal Publications. ISBN 0-89747-498-8.
- Skulski, Janusz (2004). The Heavy Cruiser Takao. Conway Maritime Press. ISBN 0-85177-974-3.
- Watts, Anthony J. (1967). Japanese Warships of World War II. Doubleday & Company.
- Whitley, M.J. (1995). Cruisers of World War Two: An International Encyclopedia. Naval Institute Press. ISBN 1-55750-141-6.