Kampung Adat Gurusina adalah salah satu kampung adat tertua yang berada di Kecamatan Jerebuu, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Gurusina terletak 16 km dari Aimere dan 21 km dari Bajawa. Kampung ini terletak tepat di lereng Gunung Inierie.[1][2]
Sejarah
Meskipun berada di bawah wilayah koloni Portugal, Gurusina justru ditemukan oleh seorang misionaris Belanda pada 1934. Saat itu posisi desa masih berada di puncak Gunung Inierie, baru pada 1942 dipindahkan ke dataran yang lebih rendah.[2] Jauh sebelum ditemukan oleh orang Belanda, Gurusina sudah berdiri kurang lebih 500 abad yang lalu. Bahkan, Gurusina dianggap sebagai desa tertua di Flores.[3]
Penduduk
Gurusina dihuni oleh tiga suku kecil, yakni Kabi, Agoazi, dan Agokae. Ketiga suku tersebut tinggal di 33 rumah adat yang terbuat dari bambu dan alang-alang. Keunikan Gurusina terletak pada sisi tradisional dengan sejarah era megalitikum, terutama yang paling ikonik karena batu megalitikumnya berdiri tegak di tengah kampung. Dalam penataan pemukiman, warga Gurusina membangun rumahnya berjajar berhadap-hadapan, sehingga terlihat unik. Mata pencaharian warga Gurusina umumnya adalah petani. Tanaman yang paling banyak dibudidayakan oleh warga Gurusina antara lain; kemiri, kakao, jambu mete, dan cengkeh.[1][3]
Referensi
- ^ a b Nursastri, Sri Anindiati (ed.). "Mengenal Gurusina, Kampung Adat yang Terbakar di Flores". Kompas.com. Diakses tanggal 2019-11-11.
- ^ a b Ratnasari, Bella Cynthia. "Mengenal Kampung Adat Gurusina, Desa yang Terbakar di Flores". Kumparan. Diakses tanggal 2019-11-12.
- ^ a b Rosana, Francisca Christy (2018-08-14). Wijanarko, Tulus, ed. "Mengenal Kampung Adat Gurusina yang Bertahan Selama 5000 Tahun". Tempo.co. Diakses tanggal 2019-11-12.