Jurnalisme lingkungan
Jurnalisme lingkungan merupakan pengumpulan, verifikasi, produksi, distribusi, dan pameran informasi mengenai peristiwa terkini, tren, dan isu-isu yang terkait dengan dunia non-manusia.[1] Prinsip jurnalisme lingkungan hidup sama dengan prinsip jurnalisme lainnya, yang menjadi pembeda adalah isu sentral dalam pemberitaan. Jurnalisme lingkungan hidup menitikberatkan peliputan dan produksi teks berita pada realitas lingkungan hidup seperti kerusakan lingkungan akibat tangan manusia, kearifan lokal, konservasi limbah, dan penggunaan sumber daya alam. Sehingga memahami jurnalisme lingkungan sebagai jurnalisme konvensional lainnya yang harus taat etika dan menyampaikan fakta tetapi bertitik tekan pada kasus lingkungan hidup dan sadar etika lingkungan hidup.[2] Jurnalisme lingkungan baik berita dan jurnalis wajib memiliki materi pengetahuan tentang lingkungan dan nilai budaya dari masyarakat atau kasus lingkungan tersebut. Jurnalisme lingkungan tidak sekadar mempelajari melalui teori atau hanya mengikuti arahan dan kursus. Karena jurnalisme lingkungan memerlukan kepekaan, pembelajaran khusus, dan keahlian tertentu dalam memberitakan persoalan-persoalan lingkungan secara profesional.[3] Jurnalisme lingkungan diharapkan dapat mengangkat fakta dan memberi banyak masukan bagi solusi persoalan lingkungan. Peran masyarakat dalam mengatasi persoalan lingkungan sangat penting untuk diangkat oleh jurnalisme lingkungan.[4] Perkembangan jurnalisme lingkungan juga memungkinkan orang untuk aktif dalam usaha-usaha pelestarian lingkungan dengan melalui ekonomi dan keuntungan lainnya. Konstruksi KepentinganKarya jurnalisme sangat dominan dalam bentuk teks berita, baik dalam karya cetak (media cetak),elektronik (audio dan audio visual) hingga dalam bentuk online. Secara tampilan dan gaya penulisan mempunyai kekhasan dan karakteristik tersendiri, tetapi secara isu sering mempunyai similaritas dari ketiga tipikalnya. Namun, yang menjadi perhatian utama adalah teks berita sebagai karya utama jurnalisme tadi; sebab perlu diakui karya jurnalisme adalah realitas kedua.[5] Dalam bahasa sederhana seperti pendapat Eriyanto, bahwa karya jurnalisme lewat teks berita mengalami proses konstruksi yang sarat kepentingan. Dari hasil produksi teks berita inilah, media massa terkadang terlalu “berlebihan” dalam mengapresiasi tuntutan khalayak sebagai sumber informasi. Hal ini sering dikatakan sebagai orientasi media massa dimana dapat kita petakan dengan menilai news value (nilai berita) dari sebuah teks berita di media massa. Untuk itu akan sangat memudahkan memulai sebuah penilaian terhadap teks berita ketika berupaya memahami ukuran serta elemen yang digunakan oleh media massa dalam menilai sebuah peristiwa. Elemen ini berhubungan dengan orientasi media dengan khalayaknya. Menurut Shoemaker dan Reese, nilai berita adalah elemen yang ditujukan kepada khalayak yang merupakan prosedur standar peristiwa apa yang bisa disebarkan kepada khalayak.[6] Nilai BeritaNilai berita adalah produk dari konstruksi wartawan yang dianggap ideologi profesional wartawan dimana memberi prosedur bagaimana peristiwa yang begitu banyak disaring dan ditampilkan. Secara Umum, nilai berita dapat dipecah sebagai berikut:
Standar UtamaStandar utama dari konstruksi atas realitas dari karya jurnalisme termasuk dalam menyajikan pemberitaan bertema lingkungan hidup. Hal ini yang sering menghasilkan kontraproduktif ketika dibenturkan dengan etika jurnalisme secara umum. Orientasi yang berbeda dari kedua aspek harapan pasar dan kewajiban taat etika menghasilkan karya jurnalisme menghasilkan keberpihakan cenderung pada pasar, karena lebih berlandas keberlanjutan dari institusi pencetak karya jurnalisme sendiri. Dalam bahasa media sering dianalogikan sebagai rating dan oplah demi kelanggengan institusi media.[7] Hal ini juga sejalan dengan kondisi pada jurnalisme lingkungan hidup. Wacana pemberitaan berita lingkungan dipengaruhi oleh kombinasi faktor spatial, temporal dan kultural. Pada pemberitaan lingkungan hidup, hal ini dapat kita lihat secara mudah. Sebagai contoh; peliputan bencana yang hadir sebagai drama kehidupan yang penuh darah dan gelimpangan ketimbang menghadirkan liputan berisi data mengenai konten bencana.[8] Banyak sekali kesalahan data dengan menghadirkan prediksi-prediksi yang sering tanpa dasar, bahkan berlomba- lomba memberikan berita non faktual yang lebih tidak jelas sumbernya. Hal ini diperparah dengan masuknya infotainment dalam mengeksploitasi berita tentang lingkungan hidup terutama bencana. Referensi
|