Johan van Oldenbarnevelt (Pengucapan dalam bahasa Belanda: [joɑŋ vɑŋ oldə(n)bɑrnəvəlt], 14 September 1547 – 13 Mei 1619) adalah negarawan Belanda yang berperan penting dalam perjuangan Belanda meraih kemerdekaan dari Spanyol. Ia merupakan pendiri perusahaan dagang terbesar pada masanya yaitu VOC pada 20 Maret 1602.
Van Oldenbarnevelt lahir di Amersfoort. Dia belajar ilmu hukum di Leuven, Bourges, Heidelberg and Padua, lalu hijrah menuju Prancis dan Italia sebelum menetap di Den Haag. Dia adalah pendukung Arminianisme, yang juga mendukung perjuangan William Sang Pendiam pada revolusi melawan Spanyol.
Kehidupan Politik Awal
Dia menjadi sukarelawan pada pembebasan Haarlem (1573) dan juga di Leiden (1574). Oldenbarnevelt menikah pada tahun 1575 dengan Maria van Utrecht. Pada tahun 1576 ia memperoleh jabatan penting di Kantor Penisiunan Rotterdam, sebuah kantor dalam keanggotaan resmi Serikat Belanda. Ia aktif dalam promosi Union of Utrecht (1579). Dia adalah penentang keras kebijakan-kebijakan dari Earl of Leicester, gubernur-jenderal saat itu, dan juga Maurice of Nassau. Leicester pergi pada tahun 1587, meninggalkan pucuk kepemimpinan militer Belanda kepada Maurice. Selama kepimpinan Leicester, Van Oldenbarnevelt adalah pemimpin oposisi menentang kekuasaan dan kebijakan-kebijakan sentral dari gubernur.
Berdamai dengan Spanyol
Negosiasi antara Albert dan Isabel pada tahun 1606 untuk perdamaian jangka panjang mengarah pada perpecahan besar di Belanda.
Para penguasa menyetujui perjanjian dengan Persatuan Provinsi sebagai provinsi yang bebas dan menjadi negara yang bebas tanpa tekanan darimana pun. Oldenbarnevelt, yang memimpin serikat Belanda dan memiliki dukungan dari seluruh daerah, menyatakan untuk perdamaian bahwa demokrasi harus ditegakkan.
Maurice dan sepupunya William Louis, pemimpin Friesland, dengan kekuatan militer angkatan laut dan para pendeta Calvinis, menentang perjanjian itu, menurut mereka perjanjian itu hanyalah taktik Spanyol untuk mendapatkan waktu untuk menyiapkan kekuatan menyerang Belanda kembali.
Negosiasi berjalan alot selama 3 tahun. Dan pada tanggal 9 April 1609, gencatan senjata akhirnya direalisasikan. Semua tuntutan Belanda secara langsung dan tidak langsung mulai dipenuhi. Dalam hal ini Maurice berkewajiban ikut dalam persetujuan namun ia (Maurice) datang dengan enggan.
Konflik Agama di Belanda
Efek langsung dari gencatan senjata adalah peningkatan popularitas Oldenbarnevelt di pemerintah Belanda, yang sekarang menjadi negara yang bebas dan merdeka. Meskipun begitu, terjadi pergolakan di antara bangsa sendiri. Konflik atas nama agama antara pengikut Calvinis (atau dsebut kontra-remonstran) dan Arminianisme.
Pada tahun 1610, Arminians (yang selanjutnya disebut kubu remonstran), membuat sebuah petisi yang menyatakan bahwa ajaran mereka (dijelaskan pada Lima Artikel Remonstran) harus bisa diterima sebagai sinode nasional. Bukan rahasia lagi jika aksi Arminians ini disetujui dan didalangi secara diam-diam oleh Oldenbarnevelt, yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip toleransi beragama.
Pihak Calvinis lalu menjawab petisi kubu remonstran dengan menerbitkan Tujuh Artikel Kontra-Remonstran, yang berisi bahwa negara ini dibagi dua. Sebagian milik kubu remonstran dan sebagian lagi milik kubu Kontra-Remonstran. Kubu Belanda dalam pengaruh Oldenbarnevelt mendukung Remonstrants, dan menolak sanksi dalam pengumpulan sinode gereja murni. (1613). Mereka juga melarang para pendeta di Belanda untuk membahas perselisihan ini.
Hal ini sulit diwujudkan tanpa pertolongan dari pihak militer. Kerusuhan pecah di seluruh kota, dan ketika Maurice memegang pucuk pimpinan militer, ia menolak untuk melakukan tindakan.
Penangkapan dan Pengadilan
Pada 23 Agustus 1618, berdasarkan perintah dari penguasa, Oldenbarnevelt bersama pendukung setianya seperti, Hugo Grotius, Gilles van Ledenberg, Rombout Hogerbeets and Jacob Dircksz de Graeff, ditangkap dan kehilangan posisi mereka di pemerintahan.
Oldenbarnevelt dan teman-temannya berada dalam tahanan hingga November 1618, lalu diperiksa sebelum sebuah komisi dibentuk oleh penguasa. Dia muncul lebih dari 60 kali sebelum anggota komisi memeriksanya secara intensif. Selama masa penyelidikan, dia tidak diperbolehkan untuk menulis apapun dan dilarang menulis pembelaan.
Pada tanggal 20 Februari 1619, Oldenbarnevelt didakwa di pengadilan istimewa yang terdiri dari 24 juri, hanya sebagian dari mereka yang merupakan warga Belanda dan hampir dari mereka adalah lawan politik Oldenbarnevelt. Komisi peradilan istimewa ini sangat diperlukan karena tidak seperti di provinsi yang mandiri, pemerintah federal tidak memiliki cabang dari pengadilannya. Normalnya, tuduhan akan dibawa ke pengadilan tinggi di Provinsi Holland dan Zeeland. Namun, pada kasus ini Oldenbarnevelt dituduh melawan Generaliteit atau pemerintah federal maka dari itu pengadilan harus dilakukan oleh pengadilan istimewa yang dibentuk penguasa. Hal ini akhirnya menjadi ketentuan pada kasus yang sama (kasus pada Amboyna Massacre), pengadilan pada terdakwa dilakukan oleh pengadilan istimewa.
Kematian dan Peninggalan
Setelah melewati banyak pengadilan. Akhirnya pada hari Minggu, 12 Mei 1619, muncul pengumuman tentang hukuman mati terhadap Oldenbarnevelt. Dan pada hari itu juga, pada usia 71 tahun, Oldenbarnevelt dipancung di Binnenhof, Den Haag. Jasadnya lalu dimakamkan di makam keluarga di bawah sebuah kapel di Binnenhof.
Oldenbarnevelt meninggalkan dua putra yaitu, Reinier van Oldenbarnevelt, Willem van Oldenbarnevelt, dan dua orang putri.
Kapal feri di Belanda bernama Johan van Oldenbarnevelt, memakai namanya sejak 1930 hingga 1963.