Pada tanggal 26 November 1940, Prof. Mr. R.P. Cleveringa menyampaikan pidato terkenal, di mana ia memprotes pemecatan yang direncanakan terhadap rekannya, Prof. Eduard Meijers dan dosen serta staf Yahudi lainnya di universitas. Pidato Cleveringa menjadi awal dari perlawanan; para mahasiswa melakukan mogok, dan universitas ditutup oleh tentara Jerman sebagai tanggapan. Beberapa profesor Leiden dipenjara selama perang.
Di Auditorium Besar di Gedung AkademiUniversitas Leiden, setelah perang, dua jendela kaca patri ditempatkan di kedua sisi mimbar untuk mengenang perlawanan di Leiden. Jendela-jendela ini merujuk pada Willem van Oranje, pendiri universitas dan pendukung kebebasan, serta semboyan universitas praesidium libertatis (benteng kebebasan) dan bagaimana universitas tetap setia pada semboyan tersebut dalam sejarah modern. Jendela-jendela ini juga mengenang para profesor dan mahasiswa yang tewas dalam perang, termasuk Ben Telders dan Johan Huizinga.
Jendela di sebelah kiri menampilkan seorang profesor sebagai figur sentral, yang merujuk pada pidato Cleveringa serta penghormatan kepada Ben Telders yang meninggal di Bergen-Belsen. Di pita bagian atas tertulis praesidium libertatis (benteng kebebasan), semboyan universitas.[3] Di bawah figur profesor, terdapat sebuah kutipan dari Wilhelmus: "obediëren in der gerechtigheid". Menara jam di Palace of Westminster (Big Ben) di sudut kanan atas merujuk pada periode ketika pemerintah Belanda berada di London. Tentara Jepang dan Jerman di kedua sisi jendela menggambarkan tindakan perang. Adegan lain merujuk pada perlawanan mahasiswa dan pers bawah tanah.