Jakarta Biennale 2015Biennale Jakarta 2015, atau dikenal juga dengan tema "Maju Kena, Mundur Kena: Acting in The Present" adalah pameran seni dua tahunan (biennale) yang mengambil tempat di Jakarta pada kurun waktu 15 November 2015 - 17 January 2016. Pameran ini mengambil tempat di Gedung Sarinah, Jalan Pancoran Timur II/4, Jakarta Selatan. Ada tiga fokus pameran ini, yaitu penggunaan dan penyalahgunaan air, yang merupakan sumber kehidupan dan bencana, fokus kedua adalah sejarah saat ini, dan fokus ketiga adalah peran gender dalam kehidupan bermasyarakat.[1] Karya-karya fokus pada permasalahan ekonomi, sosial, lingkungan dan dinamika masyarakat. Ada tiga tema yang diangkat, yakni penggunaan dan penyalahgunaan air, sejarah, dan gender. Dan melalui karya para seniman ini, Jakarta Biennale ingin menyoroti pencapain-pencapaian warga kota di tengah dinamika hidup yang dianggap rumit.[2] PembukaanPameran dibuka pada hari Sabtu, 14 November 2015, sore hari di . Acara ini dibuka oleh CEO Sarinah Ira Puspadewi, Kepala Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) Irawan Karseno, Yayasan Direktur Jakarta Biennale Ade Darmawan, dan sambutan dari Asisten Deputi Pariwisata Kebudayaan Drs Usmayadi. Acara ini juga dibuka dengan seni pertunjukan dari Fuady Keulayu dari Banda Aceh, Tisna Sanjaya dari Bandung, Kolatt dari Yangon, Etcetera dari Argentina, Arahmaini dari Yogyakarta, Agung Leak dari Yogyakarta, dan Jonas Sestakresna dari Denpasar. Selain itu, pembukaan juga akan diisi oleh playlist Irama Nusantara, dan malamnya diisi White Shoes and the Couples Company (WSCC) x Sentimentals Moods.[3] Koleksi yang dipamerkan
Tempat pameranJakarta Biennale 2015 memiliki 2 tempat yang berbeda. yaitu:
Tempat Administrasi berlokasi di Jl. Amil Raya no. 7A Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Kode pos: 12510 (Indonesia) Telepon: +62217971012
Ruang Pameran berlokasi di Gudang Sarinah Jl. Pancoran Timur II no. 4 Jakarta Selatan. Kode Pos: 12780 (Indonesia) Mural di MarundaFestival seni Jakarata Biennale 2015 kali ini mengangkat isu gender bukan hanya bicara soal seksualitas maupun kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini dalam rangka menyuarakan suara dan aspirasi dari seniman perempuan sesuai dengan pernyataan Kurator Irma Chantily.[5] Salah satu tempat di daerah Jakarta yang dijadikan medium mural adalah dinding Rusunawa Marunda yang dikerjakan oleh dua seniman perempuan yakni Wonderyash dan Aprilia Apsari. Kedua seniman perempuan tersebut mengungkapkan masalah keseharian yang mereka temui di daerah tersebut melalui karya seni berupa mural.[6].Dalam karyanya yang merespon anak-anak, Wonderyash mengulang ingatan tentang kesenangan bermain dan membaginya lewat ilustrasi berwarna hitam putih pada muralnya Happiness seems to be shared di Rusunawa Marunda. Pengalaman berinteraksi dengan anak-anak dan pertanyaannya tentang adakah ruang untuk mereka bermain sekarang ini, ia wujudkan dalam Where Are Our Playgrounds di Gudang Sarinah. Sementara itu Aprilia Apsari merespon situasi kultural Marunda lewat tokoh legenda urban, Si Pitung. Gadis yang biasa dipanggil Sari ini menggambar aksi si Pitung bergelut dengan ombak dalam Pergelutan (Part I) di wilayah parkir Gedung Pari, Rusun Marunda [1]. Sekuelnya, saat si Pitung dengan tenang membelakangi ombak sembari menghisap rokok, hadir dalam Pergelutan (Part II) di Gudang Sarinah [2]. Corak khas Sari terlihat dalam detail goresan yang didominasi oleh warna biru. Referensi
Pranala luar |