Istana Kampa atau Istana Sultan Mahmud Syah Akhir Zaman adalah sebuah bangunan bersejarah peninggalan Kerajaan Kampa di Desa Koto Perambahan, Kecamatan Kampa, Kabupaten Kampar, Riau, Indonesia. Istana ini pernah menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Kampa, yang masih memiliki hubungan dengan Kerajaan Pagaruyung. Bangunan asli istana roboh pada tahun 1950. Rekonstruksi dilakukan pada tahun 2019 dibiayai ABPD Kabupaten Kampar.[1][2]
Lokasi
Lokasi kompleks Kerajaan Kampa berada di tepi Sungai Kampar. Pemilihan lokasi tersebut dikarenakan sungai merupakan transportasi utama yang digunakan dan tanah subur untuk pertanian masyarakat.
Sejarah
Kerajaan Kampa diperkirakan lahir pada abad ke-15 .Secara de facto, kerajaan ini tergabung dalam Kerajaan Pagaruyung. Saat kerajaan ini berdiri, Kesultanan Melaka sedang berada di puncak kekuasaannya. Namun, menurut A. Latif Hasyim Dt. Bagindo dalam buku Sejarah Singkat Negeri Kampar yang disampaikan pada acara penobatan Bupati Kampar Aziz Zainal sebagai Sultan Kampa ke-14, Kesultanan Melaka tidak pernah menguasai Kerajaan Kampa.[3]
Pada 1526 M. Sultan Mahmud Syah Akhirul Zaman disetujui oleh ninik mamak Kampa untuk diangkat menjadi Raja Kampa yang bergelar Khafilatullah Akhirulzaman dan dinobatkan oleh Datuk Somad Dirajo Pucuk Suku Melayu Bendang. Ia Zaman memerintahselama dua setengah tahun mulai dari tahun 1526 sampai 1528. Kedatangan Sultan Mahmud Syah ke Kampar didampingi oleh permaisurinya yang bernama Tun Sri Fatimah putri dari bendahara Kerajaan Malaka. Selain istri dan kerabat lainnya, ikut serta putra mahkota Mahmud Syah yang berumur sembilan tahun bernama Alaudin Riayat Syah. [3]
Setelah melalui masa pasang surut, maka sampailah Kerajaan Kampa pada masa pemerintahan raja terakhir, yaitu Sultan Adli Syah yang mangkat tahun 1939. Ia dimakamkan tidak jauh dari bekas Istana Kampa, yakni dekat Masjid Kubro yang masih berdiri kokoh sampai sekarang. Sultan Adli Syah merupakan Raja Kampa terakhir. Ia mangkat tanpa meninggalkan keturunan atau pewaris tahta kerajaan. Adapun keluarga terdekatnya banyak yang hijrah ke Malaysia.[3]
Kerajaan Kampa berakhir setelah mangkatnya Sultan Adli Syah. Ia turut berjasa terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pangkat kebesarannya pernah disumbangkan bagi perjuangan untuk merebut kemerdekaan Indonesia, yaitu berupa tanda pangkat kerajaan terbuat dari emas yang disebut Pisang Sasikek. Setelah wafatnya Sultan Adli Syah, Kerajaan Kampa tidak lagi memiliki raja sampai sekarang.[3]
Rekonstruksi
Setelah bangunan istana hancur pada tahun 1950, lokasi istana mengalami peralihan fungsi. Perubahan fungsi yakni digunakan sebagai lahan untuk sekolah, rumah dan kebun masyarakat, lapangan sepakbola, pemakaman masyarakat, dan lahan kosong.[1]
Pembangunan Istana Kampa menggunakan ABPD Kabupaten Kampar sebesar Rp1,7 miliar pada tahun 2019 dan sebesar Rp700 juta pada tahun 2020.[2] Demi pembangunan ini, Pemerintah Kabupaten Kampar membongkar bangunan SD 003 Koto Perambahan sebanyak tujuh lokal dan satu gedung pustaka.[4]
Rekonstruksi istana merupakan bagian dari proyek restorasi kompleks Kesultanan Kampa yang dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten Kampar. Kompleks tersebut mencakup pasar tradisional, makam-makam sultan, dan masjid tua. [1]
Pada 22 Februari 2020, Bupati Kampar Catur Sugeng Susanto Dt. Rajo Batuah melantik anggota Badan Pengelola Kawasan Restorasi Kesultanan Kampa.[5]