Hussein Sutan Mohammad Noor


Hussein Sutan Mohammad Noor (lahir di Padang, Sumatera Barat, 14 Oktober 1910) adalah wartawan Indonesia. Salah satu orang Minangkabau yang namanya tercatat dalam buku Jagat Wartawan Indonesia Dalam buku itu dijelaskan, orang yang selalu bergelimangan berita maka orang itu adalah Hussein Sutan Mohammad Noor. Dicatat Soebagjo, sejak 1 Mei 1930 Hussein sudah bekerja pada Harian Bataviaasch Niewsblad, milik Belanda. Tugasnya sebagai penerima telepon baik yang berupa berita, lalu mengerjakan administrasi kecil lainnya.

Tahun 1934 dia menjadi penjual koran harian tersebut didepan Stasiun Gambir. namun,tahun 1936, dia pindah menjadi juru ketik di Kantor Berita Aneta, Jakarta. Lalu, Saeroen yang menjadi kepala bagian kala itu mengundurkan diri. Hussein ditunjuk memimpin bagian Indonesia Aneta. Dia menjabat hingga waktu masa Jepang datang menduduki Indonesia.

Setelah Jepang masuk 2 bulan. tugas Huseein tidak jelas, sehingga dia terpaksa berjualan kaki lima lalu membuka warung didepan rumahnya. Dia juga bergabung di Perwabi (Persatuan Warung Bangsa Indonesia). Nasibnya terselamatkan, ketika ia diajak Mochtar Lubis bekerja di Kantor Rahasia Militer Jepang yang tugasnya memonitor siaran luar negeri tentara Sekutu. Awal mulanya kantor tersebut terletak di Jalan Kebon Sirih, kemudian pindah ke kamp Jalan Biliton. Awalnya dia bekerja sebagai juru ketik biasa, akhirnya dia diangkat menjadi editor sampai Jepang menyerah.

Pada waktu zaman Jepang itu pula, salah seorang anaknya meninggal dunia. hari itu dia tidak masuk Kantor dan digantikan temannya. Kejadian itu diketahui oleh Kepala Kantor bernama Nakayama-san yang segera memanggil dan memarahinya. Namun, dia memiliki ilmu batin, maka dengan ilmu batin itu dia menatap mata si Jepang yang membuat nada bicaranya yang tinggi tadi menjadi melunak sehingga tidak terjadi apa-apa terhadapnya.

Kejadian yang terkesan oleh Hussein adalah sewaktu ia mendengar pidato Tenno Heika menyerah yang disalin dalam bahasa Inggris dan disiarkan sekutu. Maka para pegawai yang ada di kantor rahasia itu tidak dibenarkan pulang. jika ada keperluan pada kelurga, maka pihak Jepang sendiri yang menyampaikannya. Demikian ujar Kepala Kantor. Lebih kurang 1 minggu ia ditahan bersama Mochtar, Tan Kiat Keng, dan Van dem Brink. Baru kemudian mereka dibebaskan setelah Jepang menyerah pada sekutu.[1]

Referensi

  1. ^ Hasril, Chaniago (2018). 121 Wartawan Hebat dari Ranah Minang dan Sejumlah Jubir Rumah Bergonjong. Padang: Panitia Pelaksana Daerah Hari Pers Nasional 2018 Biro Humas Setda Provinsi Sumatera Barat.