Untuk hula-hula atau hulahula dalam sistem kekerabatan Batak, lihat Dalihan Natolu.
Hula atau hula-hula adalah jenis tarian asal Kepulauan Hawaii yang diiringi nyanyian atau lagu. Hula diciptakan oleh orang Polinesia dari Kepulauan Hawaii. Lagu yang mengiringi tarian disebut mele. Hula menggambarkan atau mendramatisasikan mele.
Ada banyak jenis hula. Hula bisa digolongan menurut gaya, tema, atau periode. Hula Preservation Society mencatat sekitar 300 jenis hula.[1] Berdasarkan gaya penyajian, hula dibagi menjadi dua kategori: kahiko dan ʻauana. Kahiko adalah hula kuno yang dipentaskan sebelum warga kulit putih tiba di Hawaii. Kahiko diiringi dengan nyanyian dan permainan alat musik tradisional. Hula yang berkembang melalui pengaruh Barat disebut ʻauana. Hula ini juga diiringi nyanyian dan permainan alat musik tradisional yang sudah mengkombinasikan alat musik modern seperti gitar, ukulele, dan kontrabass.
Selain itu, terdapat pula 2 kategori hula yang lain: monarchy dan ai kahiko. Monarchy merujuk kepada berbagai jenis hula yang diciptakan dan dikoreografikan selama abad ke-19. Pada waktu itu, masuknya kebudayaan Barat ke Hawaii memberikan perubahan yang signifikan bagi kesenian Hawaii, termasuk pada hula. Ai Kahiko (berarti "dalam gaya lama") adalah hula yang ditulis di antara abad ke-20 sampai abad ke-21 yang mengikuti aturan gaya hula kahiko.
Sanggar tari yang mengajarkan hula disebut hālau. Di Hawaii terdapat ratusan sanggar hula. Guru tari hula disebut kumu hula, kumu berarti sumber ilmu pengetahuan. Dalam tari hula terdapat banyak gerakan yang ditarikan melambangkan aspek alam, seperti hula dasar dan gerakan Pohon Kelapa, atau gerakan kaki dasar seperti Kaholo, Ka'o, dan Ami.
Ada banyak jenis tarian yang berasal dari kepulauan Polinesia lain seperti dari Tahiti, Samoa, Tonga dan Aotearoa (Selandia Baru); namun, hula adalah keunikan dan khas Kepulauan Hawaii.
Hula kahiko (hula ʻolapa)
Hula kahiko meliputi berbagai variasi gaya hula, mulai dari gaya khidmat dan suci hingga gaya yang santai. Sebagian besar hula diciptakan untuk memuji kepala suku dan dipertunjukkan untuk menghormati atau menghibur mereka.
Hula juga dipertunjukkan dalam ritual keagamaan, misalnya dalam upacara di panggung heiau. Kesalahan kecil sewaktu menari bahkan sudah menjadikan tarian sebagai tidak sah, dan dipercaya sebagai pertanda nasib buruk. Penari yang masih belajar sudah tentu banyak membuat kesalahan. Selama masih belajar, penari dipingit secara ritual dan berada bawah perlindungan dewi Laka. Setelah tamat, upacara diadakan untuk merayakan keberhasilan belajar hula dan lepasnya dari pingitan.
Hula kahiko ditarikan mengikuti nyanyian yang liriknya mengenai sejarah Hawaii. Penari hula kahiko bisa dikenali lewat kostum tradisional yang dikenakan.
Nyanyian
Sejarah Hawaii adalah sejarah yang disampaikan secara lisan. Nyanyian dipakai untuk menyampaikan cerita tentang asal usul orang Hawaii. Lirik yang disampaikan berisi cerita tentang penciptaan, mitologi, kerajaan, dan peristiwa atau tokoh-tokoh penting.
Pahu (genderang dari batang pohon kelapa dan kulit ikan hiu)
Pūniu (genderang kecil dari tempurung kelapa berlapis kulit ikan)
ʻIliʻili (batu lava yang dipakai seperti kastanet)
ʻUlīʻulī (kericikan dengan hiasan bulu-bulu)
Pūʻili (perkusi batang bambu)
Kālaʻau (perkusi untuk ritme)
Gelang kaki yang dikenakan penari pria juga bisa dianggap sebagai alat musik. Gelang kaki tersebut dibuat dari untaian gigi anjing, dan memperkaya bunyi sewaktu kaki dihentakkan.
Kostum
Wanita penari tradisional mengenakan sejenis rok rumbai-rumbai yang disebut pāʻū dan telanjang dada. Pada zaman sekarang, kostum wanita penari tradisional sudah banyak berubah. Pāʻū bisa lebih panjang dari panjang kain tapa (kain dari kulit kayu) yang biasanya hanya cukup panjang untuk melingkari bagian pinggang. Walaupun demikian, penonton sering melihat penari yang melingkari pinggang dengan kain tapa yang panjang hingga bagian pinggul terlihat lebih besar. Penari juga memakai banyak sekali hiasan seperti kalung, gelang, gelang kaki, serta sebanyak mungkin lei (lei untuk kepala, kalung, gelang, dan gelang kaki).
Penari pria tradisional mengenakan malo (kain cawat) seperti yang dipakai sehari-hari. Mereka juga mengenakan malo dari kain tapa panjang hingga berlapis-lapis. Seperti halnya penari wanita, penari pria juga mengenakan kalung, gelang, gelang kaki, dan lei.
Bunga untuk membuat lei sewaktu menari diambil di hutan. Biasanya bunga diambil setelah berdoa kepada Laka dan dewa-dewa hutan. Lei biasanya ditinggalkan sebagai persembahan di altar kecil untuk dewi Laka yang ada di setiap hālau.
Kain tapa dan lei hanya dipakai sekali untuk menari hula yang suci. Setelah menari, keduanya dianggap sudah terisi dengan kesucian tari hula, dan tidak dipakai lagi.
Pertunjukan
Hula dipertunjukan untuk hiburan sehari-hari atau di pesta-pesta keluarga. Ketika dipertunjukkan di hadapan kepala suku, tari hula menjadi acara yang serius. Kepala suku biasanya berkeliling dari satu tempat ke tempat lainnya di wilayah kekuasaannya. Setiap desa harus menjamu kepala suku dengan makanan, menyediakan tempat menginap dan hiburan untuk kepala suku dan rombongannya. Pertunjukan hula dulunya merupakan salah satu bentuk tanda kesetiaan, dan sering dipakai untuk menyanjung kepala suku. Ada jenis hula yang dibawakan untuk menyanjung kepala suku berikut garis keturunan, nama, dan bahkan alat kelaminnya (hula maʻi).[2] Dalam kesempatan tersebut juga dibawakan hula suci untuk para dewa-dewi Hawaii. Semua tarian hula harus dibawakan hingga selesai tanpa salah. Kesalahan dianggap membawa pertanda buruk dan sikap tidak hormat.
Kepala suku dari wilayah lain juga dijamu dengan tari hula. Bentuk keramahan ini dilanjutkan untuk menyambut kedatangan tokoh-tokoh penting dari Barat yang datang berkunjung. Mereka nantinya menulis pengalaman mereka menyaksikan pertunjukan hula pada abad ke-19 dan abad ke-20.
Hula ʻauana
Hula ʻauana adalah hula modern adalah hasil adaptasi konsep hula tradisional (tari dan mele) yang dipengaruhi kebudayaan Barat, terutama moralitas Kristen dan musik yang melodius dan harmonis. Lirik lagu hula ʻauana masih berupa cerita atau komentar mengenai sebuah cerita, tapi cerita yang dipakai juga mengikutsertakan peristiwa yang terjadi sejak tahun 1800-an. Kostum sudah semakin menutupi sebagian besar tubuh penari wanita, dan musik sangat dipengaruhi oleh musik Barat.
Lagu
Mele untuk hula ʻauana umumnya dinyanyikan seperti lazimnya lagu pop. Penyanyi utama membawakan lagu dalam tangga nada mayor ditambah sekali-sekali bagian harmoni.
Tema lagu bisa sangat luas, seluas pengalaman manusia. Orang yang menulis lirik mele untuk hula ʻauana sering bercerita tentang tokoh penting, tempat, peristiwa, atau sekadar menyampaikan luapan perasaan atau pemikiran. Penjiwaan mele adalah tugas penari hula.
Alat musik
Pemusik yang memainkan musik untuk hula ʻauana biasanya memakai alat musik dawai portabel.
Hula ʻauana kadang-kadang mengharuskan penari menari sambil memegang perlengkapan tari yang mengeluarkan bunyi. Dalam hal ini, alat musik yang dipakai penari hula ʻauana adalah sama dengan alat musik yang dipakai oleh penari hula kahiko.
Kostum
Penari wanita biasanya mengenakan baju rok atau gaun. Penari pria mengenakan celana pendek atau celana panjang, rok, atau malo (kain cawat). Sewaktu membawakan tari yang lembut dan anggun, penari wanita mengenakan pakaian formal seperti muʻumuʻu, sementara penari pria mengenakan kain panjang melilit pinggang yang disebut sash. Sebaliknya, penari mengenakan pakaian yang lebih minim atau pakaian yang meriah sewaktu menarikan hula yang diiringi lagu berirama cepat. Berbeda dari hula kahiko yang selalu ditarikan dengan kaki telanjang, penari hula ʻauana bisa memakai atau tidak memakai sepatu.
Pertunjukan
Hulu ʻauana dipertunjukkan pada sewaktu ada pesta orang Hawaii yang disebut luau dan acara-acara lainnya. Anak perempuan berusia 6-12 tahun sering mengambil les tari hula, dan mereka sering diundang untuk pentas sewaktu ada luau.
Sejarah
Legenda
Asal usul hula dijelaskan dalam berbagai legenda. Menurut salah satu legenda Hawaii, Laka menciptakan tari hula di Pulau Molokai, tepatnya di kawasan suci Kaʻana. Setelah Laka meninggal dunia, jasadnya disembunyikan di bawah bukit Puʻu Nana.
Menurut legenda lain, Hiʻiaka menari untuk meredakan kemarahan saudara perempuannya, dewi gunung berapi bernama Pele. Cerita tersebut berlokasi di Kauaʻi, sebuah lembah di pantai timur Hāʻena.
Dalam cerita lain dikisahkan tentang Pele sang dewi api yang melarikan diri dari saudara perempuan bernama Namakaokaha'i (dewi samudra). Pele mencari tempat tinggal, dan menemukan sebuah pulau yang membuatnya tidak bisa disentuh ombak samudra. Serangkaian kawah di Kepulauan Hawaii menandai hula yang pertama kali ditarikan oleh Pele sebagai perayaaan kemenangan atas Namakaokaha'i.
Abad ke-19
Misionaris Protestan yang tiba di Hawaii pada tahun 1820 menyatakan hula sebagai tari yang tidak bermoral. Kalangan bangsawan (aliʻi) yang baru saja menganut agama Kristen dipaksa membantu pelarangan tari hula. Walaupun sebagian di antaranya patuh dan aktif melarang hula, sebagian dari bangsawan Hawaii secara diam-diam menjadi pelindung kesenian hula. Pada waktu itu, hula diajarkan dan dipentaskan secara rahasia.
Seni pertunjukan di Hawaii bangkit pada masa pemerintahan Raja David Kalākaua (1874–1891) yang mendorong kemajuan seni tradisional. Sepanjang dekade 1880-an dan 1890-an, hula kembali dipertontonkan di muka umum. Putri Ruth Keelikolani juga menjadi pelindung nyanyian tradisional (mele dan hula). Ia menekankan pentingnya usaha-usaha menghidupkan budaya nenek moyang orang Hawaii yang di ambang punah akibat pengaruh kaum pendatang dan modernisasi.
Seniman tradisional Hawaii menggabungkan seni puisi, nyanyian, gerakan tari, dan kostum menjadi bentuk baru kesenian yang disebut hula kuʻi (kuʻi berarti "menggabungkan lama dan baru"). Tari hula kuʻi tidak memakai alat musik pahu karena kesucian pahu masih dihormati oleh seniman tradisional Hawaii. Alat musik tradisional yang dipakai untuk hula kuʻi adalah alat musik dari buah labu yang disebut ipu.
Hingga pada awal abad ke-20, doa dan ritual merupakan bagian tidak terpisahkan dari latihan dan pertunjukan hula. Setiap hālau memiliki altar tempat berdoa kepada dewi Laka.
Abad ke-20
Kesenian hula berada dalam bahaya setelah Hawaii menjadi teritori Amerika Serikat pada tahun 1900. Tari hula mengalami perubahan besar-besaran dan hanya dianggap sebagai salah satu bentuk hiburan. Orang luar Hawaii mulai mengenal hula pada awal abad ke-20 setelah tari hula diperlihatkan dalam film-film Hollywood. Penari hula berpentas di panggung hiburan sebagai tontonan wisatawan, seperti dalam acara Kodak Hula Show. Walaupun demikian, hula tradisional masih dipertahankan oleh sekelompok kecil seniman hula tradisional.