Hak asasi manusia di MyanmarHak asasi manusia di Myanmar sudah lama menjadi masalah serius yang terjadi di seluruh Myanmar, saat ketika konflik bersenjata internal antara militer dan kelompok etnis terus berlanjut.[1] Pelanggaran hak asasi manusia yang sedang berlangsung di Myanmar (Burma) adalah salah satu yang terburuk di dunia.[2] Dalam laporan Amnesty Internasional, Ribuan warga sipil mengungsi akibat serangan udara dan penembakan oleh aparat militer di Negara bagian Rakhine dan Chin. Pemerintah atau pihak berwenang memberikan pembatasan yang tidak semestinya terutama akses informasi dari Negara bagian Rakhine dan Chin tersebut, hal ini berdampak negatif terhadap terbatasnya informasi terutama bagi misi penyelamatan nyawa. Pelanggaran hak asasi manusia tersebut terus berlanjut di seluruh negeri.[1] Terdapat banyak laporan dalam Laporan negara 2020 tentang hak asasi manusia di Burma, bahwa pasukan militer melakukan perlakuan sewenang-wenang dan di luar hukum seperti pembunuhan, penghilangan orang dengan paksa, pemukulan, penyiksaan, kerja paksa, relokasi paksa, perekrutan tentara anak secara tidak sah, penggunaan kekuatan yang berlebihan, kekerasan seksual dan pelanggaran lain dalam konflik internal senjata yang berlangsung lama di Myanmar.[3] Penganiyaan terhadap Muslim RohingyaMasyarakat Rohingya adalah kelompok Muslim terbesar di Myanmar. Muslim Rohingya selalu menghadapi pelanggaran hak asasi manusia oleh rezim militer Myanmar yang menolak mengakui mereka sebagai warga negara dan berusaha mengusir paksan etnis Rohingya dan membawa non-Rohingya untuk menggantikan mereka, namun kebijakan tersebut mengakibatkan setengah dari populasi Rohingya di Myanmar terusir. Sebagaimana di jelaskan dalam Human rights in Myanmar bahwa kebijakan tersebut juga mengakibatkan masyarakat Rohingya telah disebut sebagai "yang paling tidak diinginkan di dunia dan salah satu minoritas yang paling teraniaya di dunia" Diperkirakan ada 130.000 orang Rohingya dikurung dalam kamp penahanan terbuka di Negara bagian Rakhine tengah Myanmar sejak tahun 2012. Pemerintah Myanmar telah melanggar hak dasar mereka untuk kembali keumah dan upaya memisahkan Rohingya. Pembatasan besar juga diterapkan pada bantuan kemanusiaan seperti obat-obatan, pendidikan yang terbatas, perumahan jompo, pembatasan mata pencaharian dan akses kesehatan yang terbatas.[4] Referensi
|