HNLMS De Ruyter (bahasa Belanda: Hr.Ms. De Ruyter) adalah kapal penjelajah ringan milik Angkatan Laut Kerajaan Belanda yang dibuat pada tahun 1933, yaitu ketika dunia sedang mengalami Depresi Besar atau Bencana Malaise dan meluasnya pasifisme di Belanda. Tentu kedua peristiwa tersebut mempengerahui pembuatan kapal De Ruyter, De Ruyter mengalami pengurangan sana-sini pada armamennya demi menekan harga pembuatannya. Alhasil, De Ruyter memiliki armamen yang lebih lemah dibanding kapal-kapal sejenisnya pada waktu itu.
Spesifikasi
Meriam utama De Ruyter adalah meriam berkaliber 5,9 inci dengan jumlah tujuh baterai, meriam ini memiliki daya gempur yang lebih lemah dibanding meriam-meriam milik kapal-kapal sejenisnya pada waktu itu, demikian pula pada senjata penangkis serangan udaranya, yaitu 10 meriam PSU Bofors 40 mm. Di balik semua kelemahan pada armamennya, De Ruyter memiliki pengontrol kebakaran yang mumpuni.[1]
Masa tugas
Pada Perang Dunia ke-2, Jepang melakukan invasi ke wilayah Asia Timur, salah satu targetnya adalah Hindia Belanda yang merupakan wilayah jajahan Belanda. Dalam usaha menangkal invasi Jepang di Hindia Belanda, De Ruyter bersama kapal-kapal Sekutu lainnya dipanggil kedalam tugas. Pada tanggal 4 Februari 1942, De Ruyter mengalami kerusakan setelah diserang dari udara, tapi kerusakan tersebut bukanlah kerusakan yang serius. Pada tanggal 18 Februari 1942, De Ruyter bertempur di Selat Badung.
Nasib
Karier De Ruyter berakhir secara heroik dalam Pertempuran Laut Jawa tanggal 28 Februari 1942. Pada pertempuran laut yang menentukan itu, De Ruyter menjadi kapal pemimpin yang dikomandani oleh Laksamana Muda Karel Doorman bersama kapten benderanya, Eugène Lacomblé. Pada saat pertempuran, kapal-kapal sisa armada Angkatan Laut Kerajaan Belanda dikagetkan dengan kemunculan kapal penjelajah berat Nachi dan Haguro milik Jepang.
Beberapa menit setelah kapal penjelajah Java tenggelam karena torpedo, De Ruyter akhirnya juga terkena torpedo pada pukul 23:40, torpedo tersebut ditembakkan oleh Haguro. Terhantam torpedo, De Ruyter terbakar dan terombang-ambing sampai akhirnya meledak pada sekitar pukul 02:30 dini hari dan tenggelam. Dalam tenggelamnya De Ruyter, 345 awak meninggal, termasuk Laksamana Muda Doorman dan kapten benderanya, Lacomblé.
Bangkai
Bangkai kapal De Ruyter ditemukan oleh penyelam spesialis penemu bangkai kapal pada tanggal 2 Desember 2002 dan dinyatakan sebagai kuburan perang. Bangkai HNLMS Java, juga ditemukan oleh penyelam yang sama pada hari yang sama pula. Penyelam tersebut juga menemukan HNLMS Kortenaer pada 12 Agustus 2004.[2]
Pada tahun 2016, seperti bangkai kapal-kapal Sekutu lainnya yang tenggelam di Indonesia, bangkai kapal De Ruyter hilang. Dugaan mengenai hilangnya bangkai kapal tersebut adalah karena bagian-bagian kapal diambil secara ilegal oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Biasanya mereka meledakkannya dulu dan baru mengambilnya.[3] Dugaan ini baru dikonfirmasi pada bulan Februari 2017.[4][5]
Referensi
Bacaan lanjutan
Pranala luar
5°58′55″S 112°3′57″E / 5.98194°S 112.06583°E / -5.98194; 112.06583