Gua Gunung KombengGua Gunung Kombeng (atau Gua Kongbeng) merupakan sebuah gua yang ukurannya tidak begitu besar dan terletak di Desa Kombeng, Muara Wahau, Kutai Timur, Kalimantan Timur. Gua ini merupakan petunjuk permukiman kuno yang jauh dari daerah aliran Sungai Mahakam dan mendapat pengaruh budaya India di desa tersebut. Secara visual, di bagian depan gua terdapat aliran sungai kecil dengan lebar sekitar 3-4 meter dan kedalaman hanya mencapai satu meter. Sehingga, pengunjung dapat menyeberang tanpa menggunakan jembatan.[1] Koleksi ArcaPada Gua Gunung Kombeng, terdapat sejumlah arca yang disusun berjajar di dekat mulut gua. Arca-arca tersebut merupakan peninggalan pantheon Hindu, seperti Siwa Mahadewa, Siwa Mahaguru, dan Ganesa serta pantheon Buddha, seperti Wajrapani dan Kartikeya (OV 1914: 152). Selain arca-arca tersebut, ada sepasang arca yang biasanya ditemukan di sebelah kiri dan kanan pintu masuk sebuah bangunan suci. Kedua arca tersebut adalah arca penjaga Mahakala dan Nanaiswara.[1] Menurut Suleiman (1981:2), arca yang terdapat pada Gua Gunung Kombeng mirip dengan arca-arca yang ada di Jawa Tengah. Namun, arca yang ada di gua ini lebih pipih jika dibandingkan dengan arca-arca Jawa Tengah.[1] Pembuatan Koleksi ArcaSecara ikonoplastis arca-arca di Gua Gunung Kombeng sangat berbeda. Tekhnik pembuatannya lebih kasar dan tidak proporsional. Misalnya, pada bagian tangan tampak terlalu besar. Arca-arca tersebut diduga dipahat oleh seniman-seniman lokal yang sudah mengerti atribut sebuah arca pantheon. Sehingga, pentarikhannya belum dapat diketahui.[1] Pentarikhan ArcaPentarikhan sebuah arca dapat diketahui jika terdapat tarikh pada salah satu sisinya dalam konteks sebuah prasasti atau ketika ada arca pembanding yang sudah diketahui gaya seninya. Namun sayangnya, hingga saat ini penentuan pentarikhan arca dari Gunung Kombeng belum ditemukan.[1] Penyimpanan ArcaSaat ini, tiga buah arca dari Gua Gunung Kombeng disimpan di Museum Nasional, Jakarta. Arca-arca tersebut adalah arca Mahadewa (No. 103f), Nanaiswara (No. 103g) dan Wajrapani (No. 103h).[1] Referensi
|