Gerakan agama baru atau GAB adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada suatu keyakinan keagamaan atau suatu gerakan etis, spiritual atau filsafat yang masih baru yang bukan merupakan bagian dari sebuah aliran keagamaan atau lembaga agama yang mapan.
Istilah GAB mencakup berbagai gerakan yang merentang dari afiliasi kendur berdasarkan pendekatan-pendekatan baru terhadap spiritualitas atau agama hingga upaya-upaya komunitarian yang menuntut konformitas kelompok yang cukup besar serta identitas sosial yang memisahkan para pemeluknya dari masyarakat umum. Penggnaannya tidak diterima secara universal di antara kelompok-kelompok yang diberikan istilah ini.[1]
Sejarah istilahnya
Sebagai suatu bidang studi ilmiah, studi Agama-agama Baru muncul di Jepang pada awal ledakan inovasi keagamaan setelah Perang Dunia II. Bahkan nama “agama-agama baru” adalah terjemahan langsung dari shinshūkyō (Jepang: 新宗教), yang diciptakan oleh para sosiolog Jepang untuk merujuk pada fenomena ini.[2] Istilah ini kemudian diambil oleh para sarjana Barat pada tahun 1970-an sebagai istilah alternatif untuk menggantikan istilah lama kultus, yang dalam perdebatan tentang kultus pada 1970-an memperoleh konotasi menghina, dan kemudian digunakan dengan seenaknya oleh para kritikus awam untuk menghina keyakinan-keyakinan yang ajaran-ajarannya dianggap aneh atau sesat.[3]
Sejumlah pakar, khususnya dalam bidang sosiologi agama, menggunakan istilah "gerakan agama baru" untuk melukiskan agama-agama non-arus utama, sementara yang lainnya menggunakan istilah ini untuk merujuk kepada agama-agama yang tidak berbahaya sementara istilah "kultus" untuk kelompok-kelompok – baik agama, psikoterapeutik, politik ataupun komersial – yang mereka yakini sangat manipulatif dan eksploitatif.[4]
Rujukan
^Coney, J. (1998) “A response to Religious Liberty in Western Europe oleh Massimo Introvigne” ISKON Communications Journal, 5(2)
^Murakami Shigeyoshi. Japanese Religion in the Modern Century. Tokyo, p. 83.