Gempa bumi tektonik adalah jenis gempa Bumi yang disebabkan oleh pergeseran tiba-tiba pada sebuah patahan tektonik. Lempeng tektonik selalu bergerak secara perlahan, tetapi mereka terjebak pada masing-masing tepian mereka karena hambatan gesekan. Ketika tekanan di bagian tepi melampaui hambatan gesekan, terjadilah gempa bumi yang melepaskan energi dalam bentuk gelombang yang menjalar melalui kerak bumi dan menyebabkan guncangan yang kita rasakan.[1]
Penyebab
Gempa bumi tektonik terjadi di mana saja di bumi di tempat yang terdapat energi regangan elastis yang terakumulasi dengan cukup untuk mendorong perambatan fraktur di sepanjang bidang patahan. Permukaan bumi terdiri dari lempeng-lempeng yang berdekatan antara satu dengan yang lain. Lempeng-lempeng ini selalu mengalami pergerakan yang per tahunnya bisa mencapai 10 cm.[2] Sisi-sisinya hanya dapat bergerak saling melewati satu sama lain secara mulus dan tanpa disertai getaran (aseismik) jika tidak adanya ketidakteraturan atau asperitas di sepanjang permukaan patahan yang meningkatkan hambatan gesekan. Sebagian besar permukaan lempeng memiliki asperitas, yang menyebabkan bentuk perilaku pergesekan yang rapat. Saat patahan terkunci, gerakan relatif yang terus berlangsung di antara lempeng-lempeng akan meningkatkan tegangan dan, oleh karenanya, menyebabkan terakumulasinya energi regangan di dalam volume di sekitar permukaan patahan. Hal ini terus berlanjut hingga tegangan yang terjadi mencapai tingkat yang mencukupi untuk membobol asperitas, yang kemudian menyebabkan terjadinya pergeseran mendadak pada bagian patahan yang terkunci dan melepaskan energi yang terakumulasi.[3] Energi ini dilepaskan sebagai kombinasi gelombang seismik regangan elastis yang menjalar,[4] pemanasan gesekan pada bidang patahan, dan retakan pada batuan, yang kemudian menyebabkan gempa bumi. Proses akumulasi regangan dan tegangan secara bertahap yang diselingi oleh guncangan gempa bumi yang terjadi secara tiba-tiba dikenal sebagai teori elastic-rebound. Diestimasikan bahwa dari total energi gempa bumi, hanya 10 persen atau kurang yang dipancarkan sebagai energi seismik. Sebagian besar energi dari gempa bumi terpakai untuk menggerakkan perkembangan rekahan gempa atau terkonversi menjadi panas yang dihasilkan oleh gesekan. Karenanya, gempa bumi menurunkan energi potensial elastis yang tersimpan di bumi dan meningkatkan suhu bumi, meskipun perubahan ini dapat dihiraukan jika dibandingkan dengan aliran panas konduktif dan konvektif yang keluar dari perut bumi.[5]
^Vassiliou, Marius; Kanamori, Hiroo (1982). "The Energy Release in Earthquakes". Bull. Seismol. Soc. Am. 72: 371–387.
^Spence, William; S.A. Sipkin; G.L. Choy (1989). "Measuring the Size of an Earthquake". United States Geological Survey. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-09-01. Diakses tanggal 2006-11-03.Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)