Garis besar arsitektur klasik

Bangunan yang berasal dari abad ke-2 SM

Arsitektur klasik adalah merujuk pada arsitektur yang berkembang selama Periode Klasik. Arsitektur ini secara alami dianggap memiliki kualitas tinggi dan nilai yang sangat tinggi, serta mencerminkan konsep "keabadian." Kualitas dan nilai tinggi dalam Arsitektur Klasik didasarkan pada kepatuhan terhadap aturan-aturan ketat dan pertimbangan matang yang menjadi dasar pemikiran dalam menciptakan karya-karya tersebut. Konsep "keabadian" dalam Arsitektur Klasik tercermin dalam jenis bangunan yang sebagian besar berupa tempat ibadah (kuil), yang memuat nilai-nilai tersebut di dalamnya.

Latar Belakang

Zaman klasik merujuk pada periode antara abad ke-8 SM hingga abad ke-6 M dalam sejarah peradaban di kawasan Laut Tengah, khususnya peradaban Yunani dan Romawi Kuno, yang sering disebut sebagai Dunia Yunani-Romawi. Pada masa ini, masyarakat Yunani-Romawi berkembang pesat dan memperluas pengaruhnya ke seluruh Eropa, Afrika Utara dan Asia Barat. Zaman Klasik umumnya dianggap dimulai dengan penulisan naskah tertua yang berisi syair-syair karya Homeros dalam bahasa Yunani (sekitar abad ke-8 hingga ke-7 SM) dan berakhir ketika kebudayaan Yunani-Romawi mulai memudar sekitar tahun 300–600 M. Rentang sejarah dan wilayah yang sangat luas ini mencakup banyak peradaban dan periode yang luar biasa. Istilah "Zaman Klasik" juga merujuk pada pandangan idealistik orang-orang di masa depan mengenai kejayaan Yunani Kuno dan kemegahan Romawi Kuno.

Pertumbuhan dan perkembangan kota-kota Yunani Kuno umumnya dimulai dari sebuah lokasi yang dilindungi oleh benteng untuk tujuan perlindungan yang kemudian berkembang menjadi pusat kekuasaan yang dominan dan akhirnya menjadi kawasan suci, tempat kuil, monumen dan altar berdiri. Akropolis sebagai pusat dari kota-kota Yunani Kuno, dilindungi oleh benteng namun tidak pernah menjadi bagian dari sistem benteng yang melingkupi permukiman di bawahnya. Pada awal abad Kuno, Akropolis juga berfungsi sebagai tempat pertemuan, sebuah peran yang kemudian digantikan oleh Agora seiring dengan berkembangnya kota-kota tersebut.

Hippodamus, yang lahir di Miletus sekitar 480 SM dan dianggap sebagai salah satu perencana kota Yunani Kuno, mengembangkan konsep Agora sebuah pasar sentral yang dirancang dengan garis-garis persegi. Di area ini berlangsung aktivitas perdagangan kota. Di beberapa kota pada periode awal, Agora ditempatkan dekat dengan gerbang kota. Aristoteles mengaitkan Hippodamus dengan penemuan metode pembagian kota, yang mencakup penyediaan lahan untuk kepentingan publik seperti kuil, kantor pemerintah, teater, stadion, gymnasium dan Agora, serta mengatur permukiman di sepanjang jalan-jalan yang lurus dalam pola grid atau yang dikenal dengan pola papan catur. Agora ini berbeda dengan lapangan tempat majelis politik rakyat, yang disebut Pnyx, namun sering kali letaknya berdekatan. Di sini, kegiatan perdagangan kota dilakukan. Ada bukti bahwa peraturan bangunan telah diterapkan untuk mencegah penyalahgunaan ruang publik dan jalur umum.

Tanpa diragukan lagi, keberadaan kuil, patung, dan monumen lainnya di Akropolis menunjukkan bahwa masyarakat Yunani telah berusaha dengan sengaja untuk menghias dan memperindah area suci mereka. Namun, jelas bahwa mereka belum mencapai integrasi ruang yang utuh. Teknik mendefinisikan ruang sesuai dengan kebutuhan manusia dalam skala yang setara belum dikembangkan oleh Yunani. Secara umum, keinginan untuk membentuk ruang berkembang sangat lambat setelah abad ke-5 SM dan baru mencapai puncaknya pada zaman arsitektur dan perencanaan kota Romawi.

Akropolis Athena merupakan contoh eksperimen arsitektural yang terus berkembang, yang mencapai puncaknya pada masa Perikles. Keindahan, kemegahan dan martabat yang terpancar dari Akropolis tidak memiliki tandingan dalam peradaban Dunia Kuno.

Akropolis dikelilingi oleh tembok, dan untuk memasuki area tersebut, pengunjung harus melewati Propylea. Di bagian atasnya, terdapat Kuil Parthenon yang megah, Kuil Erechtheion yang elegan, serta Kuil Nike Athena yang sederhana namun anggun, bersama dengan kuil-kuil lainnya yang dihiasi patung-patung, menciptakan sebuah halaman yang penuh dengan nuansa religius. Di luar tembok di sisi selatan, terdapat Teater Dionysos, tempat lahirnya drama-drama Yunani. Teater ini, yang dibangun pada tahun 330 SM, dapat menampung hingga 18.000 penonton, sebuah ukuran yang sangat besar pada masa itu.[1]

Fungsi arsitektur klasik

Fungsi Arsitektur Klasik merujuk pada periode awal sejarah dan budaya yang dimulai dari Yunani dan Romawi, yang kemudian memberikan dampak besar pada zaman-zaman berikutnya. Dalam arsitektur klasik, karya-karya yang dihasilkan berfokus pada seni pahat kolosal, yang berfungsi sebagai representasi dari agama, kitab suci dan kepercayaan lainnya, bahkan menjadi sarana untuk ritual keagamaan. Namun, secara umum, pada masa ini, faktor seperti fungsi, biaya dan waktu pembangunan tidak menjadi prioritas utama. Dalam praktiknya, bahan bangunan utama diambil langsung dari alam (atau melalui proses yang sederhana) dan dikerjakan oleh sejumlah pekerja terbatas. Arsitektur Yunani Kuno menjadi dasar bagi berbagai gaya yang berkembang di seluruh dunia dan memberikan kontribusi besar dalam menghasilkan pemikiran cerdas serta penampilan sempurna dalam tradisi Eropa Barat. Arsitektur pra-Yunani Kuno sangat dipengaruhi oleh kondisi budaya bangsa Yunani yang kaya akan mitologi dan seni. Hal ini tercermin dalam fungsi dan bentuk bangunan utama yang berkaitan dengan ritual pemujaan. Ideologi kebudayaan masyarakat pra-Yunani Kuno menjadi dasar bagi terbentuknya konsep estetika pada masa itu, yang terfokus pada penciptaan bangunan megah dan besar untuk mendekatkan manusia pada mitos tentang dewa-dewi alam semesta.[2]

Referensi

  1. ^ TEORI ARSITEKTUR ZAMAN KLASIK. Jakarta: Arsitektur UMJ Press. 2020. hlm. 2. ISBN 978-602-5428-34-0. 
  2. ^ Aulia, Rezqi. "SEJARAH PERKEMBANGAN ARSITEKTUR KLASIK".