Ernst Ludwig (bahasa Jerman: Ernst Ludwig Karl Albrecht Wilhelm; 25 November 1868 – 9 Oktober 1937) adalah Adipati Agung Hessen terakhir yang berkuasa dari tahun 1892 hingga 1918.[1]
Ernst Ludwig dibesarkan dalam keluarga yang penuh kasih sayang, hal yang cukup langka bagi keluarga bangsawan pada zamannya. Ia sangat dekat dengan orang tua dan saudara-saudaranya. Namun, sejak usia dini, Ernst harus menghadapi banyak kehilangan. Saat berusia lima tahun, satu-satunya saudara laki-laki Ernst, Pangeran Friedrich, meninggal dunia. Mereka berdua sedang bermain bersama saat Friedrich, yang menderita hemofilia, terjatuh dari jendela ke balkon yang tingginya sekitar dua puluh kaki.[2] Ernst sangat terpukul dan sulit dihibur atas kematikan adiknya tersebut. Kepada perawatnya, Ernst berkata, "Ketika aku meninggal, kalian semua harus ikut meninggal. Kenapa kita tidak bisa meninggal bersama? Aku tidak ingin meninggal sendirian seperti Frittie."[3] Ernst bahkan menceritakan kepada ibunya, "Aku bermimpi bahwa aku telah meninggal dan berada di Surga. Di sana, aku memohon kepada Tuhan agar bisa bertemu Frittie lagi, dan dia datang menghampiriku serta menggenggam tanganku."[4]
Pada tahun 1878, ketika Ernst berusia sepuluh tahun, wabah difteri melanda Darmstadt. Ayah dan semua saudara perempuannya, kecuali Elisabeth, yang saat itu sedang mengunjungi neneknya, jatuh sakit.[5] Sang ibunda, Putri Alice, merawat keluarganya dengan penuh perhatian. Namun, pada tanggal 16 November, si bungsu, Marie, meninggal dunia. Putri Alice menyimpan kabar duka ini dari keluarganya selama beberapa minggu. Tetapi, ketika Ernst yang begitu menyayangi adik bungsunya itu menanyakan keadaan Marie, barulah sang ibu mengungkapkan kabar tersebut. Ernst Ludwig tenggelam dalam kesedihan. Untuk menghibur putranya yang berduka itu, Alice menciumnya,[6] tetapi sayangnya, Alice pun tertular penyakit tersebut dan meninggal hanya dalam waktu satu minggu, tepat pada tanggal 14 Desember, hari yang sama dengan ulang tahun kematian ayahnya sendiri.[7][8]
Pernikahan
Pernikahan pertama
Pada tanggal 19 April 1894, bertempat di Schloss Enhrenburg, Ernst Ludwig menikahi sepupunya, Putri Victoria Melita dari Saxe-Coburg dan Gotha atau yang akrab disapa "Ducky", yang merupakan anak dari saudara laki-laki sang ibu, Pangeran Alfred. Pernikahan ini sangat didukung oleh nenek mereka, Ratu Victoria, yang turut hadir dalam acara tersebut. Pada hari pernikahan Victoria dan Ernst, adik bungsu Ernst satu-satunya yang masih hidup, Alix, mengumumkan kabar pertunangannya dengan Tsarevich Nikolai dari Rusia. Kabar pertunangan sang adik hampir mengalihkan perhatian dari momen penting pernikahan Ernst dan Victoria yang seharusnya menjadi sorotan utama.[9]
Ernst dan Victoria dikaruniai dua orang anak:
seorang putri bernama Elisabeth (11 Maret 1895 – 16 November 1903), yang berpulang pada usia delapan tahun setelah mengalami demam tifoid. Kematian Elisabeth sangat mengguncang hati sang ayah, yang menulis dalam memoarnya bahwa "Elisabeth kecilku" adalah "sinar matahariku," bahkan 30 tahun setelah ia tiada.[10]
seorang putra yang meninggal dunia saat lahir pada tanggal 25 Mei 1900.
Ernst dan Victoria dikenal suka mengadakan pesta meriah dengan mengundang teman-teman muda yang berusia di bawah 30 tahun. Pada kesempatan tersebut, mereka kerap mengabaikan formalitas demi bersenang-senang. Pangeran Nicholas, sepupu Victoria yang pernah menghadiri pesta rumah mereka, mengenang pesta tersebut sebagai "pesta yang paling meriah dan menyenangkan yang pernah saya ikuti."[11] Meskipun demikian, suasana pesta yang meriah ini lebih sesuai dengan karakter Victoria dibandingkan Ernst. Pernikahan mereka pun jauh dari kata bahagia karena perbedaan temperamen dan sikap di antara keduanya. Meskipun Victoria menyukai suasana pesta yang meriah, ia tidak terlalu bersemangat untuk memenuhi tugasnya di hadapan publik. Victoria sering kali abai dalam menjawab surat-surat yang diterimanya, menunda kunjungan ke kerabat tua yang baginya tidak menyenangkan, dan lebih suka berbincang dengan orang-orang yang dapat membuatnya tertawa di acara resmi dan cenderung mengabaikan orang-orang yang dianggapnya membosankan meskipun mereka memiliki kedudukan yang tinggi.[12] Victoria sering kali mengabaikan tanggung jawabnya sehingga memicu konflik dengan suaminya Ernst. Pasangan muda ini sering kali terlibat dalam pertengkaran yang keras dan terkadang berujung pada kekerasan fisik. Ketika marah, Victoria yang emosional berteriak, melempar baki teh, menghancurkan porselen di dinding, dan melempar barang-barang di sekitarnya kepada Ernest selama mereka bertengkar.[12]
Ratu Victoria merasa sedih ketika mendengar pernikahan sang cucu yang sedang diterpa masalah dari Sir George Buchanan, kuasa usahanya di Darmstadt, tetapi demi kebaikan putri mereka, Elisabeth, ia enggan menyetujui perceraian di antara kedua cucunya itu. Ernst juga menunda perceraian terutama karena ia sangat mencintai putrinya. Ia menghabiskan banyak waktu dan perhatian untuknya, dan kasih sayang itu dibalas oleh sang anak, yang lebih suka menghabiskan waktu bersama ayahnya ketimbang ibunya.[13] Di sisi lain, segala upaya untuk memperbaiki pernikahan ini tidak pernah membuahkan hasil; Victoria lebih memilih untuk menghabiskan banyak waktunya di wilayah selatan Prancis dengan pengeluaran yang sangat besar. Setelah Ratu Victoria meninggal pada bulan Januari 1901, salah satu rintangan utama untuk mengakhiri pernikahan mereka pun hilang.[14]
Pasangan ini akhirnya resmi bercerai pada tanggal 21 Desember 1901, dengan alasan "antipati [di antara pasangan ini] sudah tidak dapat diatasi," berdasarkan keputusan khusus dari Mahkamah Agung Hesse. Setelah mereka bercerai, Victoria memberi tahu beberapa kerabat dekat bahwa Ernst adalah seorang homoseksual.[15][16] Kabarnya Victoria juga pernah mendapati suaminya sedang berbaring di tempat tidur dengan seorang pelayan pria saat ia kembali dari kunjungannya ke tempat adik perempuannya, Ratu Marie dari Rumania, pada tahun 1897. Meskipun tuduhannya tidak disebarluaskan secara umum, Victoria sempat memberi tahu salah seorang keponakannya bahwa "tidak ada pemuda yang aman, mulai dari pelayan di kandang hingga pembantu di dapur. Dia tidur dengan mereka semua secara terbuka."[17][18] Victoria kemudian menikahi sepupunya yang lain, kali ini dari pihak sang ibu, sedangkan Ernst menikahi wanita dari keluarga bangsawan Jerman, Eleonore dari Solms-Hohensolms-Lich.
Pernikahan kedua
Ernst Ludwig menikah lagi di Darmstadt pada tanggal 2 Februari 1905 dengan Putri Eleonore dari Solms-Hohensolms-Lich (17 September 1871 – 16 November 1937). Pernikahan ini ternyata berjalan harmonis dan bahagia. Pasangan ini dikaruniai dua orang putra:
Ernst Ludwig juga bersahabat dekat dengan Karl August Lingner, seorang biseksual dan penemu Odol, salah satu obat kumur cair pertama.[24] Setelah Lingner meninggal karena kanker lidah, ia mewariskan Kastil Tarasp di Swiss kepada Ernst Ludwig. Namun, keluarga Hessen tidak pernah menempati kastil itu, yang akhirnya dijual pada tahun 2016.
Adipati Agung Hessen
Pada tahun 1892, Ernst Ludwig menggantikan posisi ayahnya sebagai Adipati Agung Hessen setelah ayahnya mangkat akibat serangan jantung.
Sepanjang hidupnya, Ernst Ludwig berperan aktif sebagai pendukung seni.[25] Sang Adipati Agung mendirikan Koloni Seniman Darmstadt dan juga menghasilkan berbagai karya, seperti puisi, drama, esai, dan komposisi piano.
Pada tahun 1903, Ernst Ludwig menugaskan pembangunan mausoleum baru. Mausoleum tersebut diresmikan pada tanggal 3 November 1910, di hadapan sang Adipati Agung beserta keluarganya. Jenazah Adipati Agung Ludwig IV; Putri Alice, Adipatni Agung Hessen, serta anak-anak mereka, 'Frittie' dan 'May', dipindahkan kembali ke mausoleum yang baru tersebut.[26]
Perang Dunia Pertama
Selama Perang Dunia I, Ernst Ludwig menjabat sebagai jenderal infanteri di markas besar Kaiser Wilhelm. Pada bulan Februari 1917, Revolusi Februari di Rusia memaksa saudara iparnya, Tsar Nikolai II, melepaskan takhtanya. Enam belas bulan kemudian, pada bulan Juli 1918, dua saudara perempuannya yang tinggal di Rusia, Elizabeth, yang merupakan janda Adipati Agung Sergei Alexandrovich, dan Alexandra, istri Nikolai II, dibunuh oleh kaum Bolshevik; Alexandra tewas bersama suami dan anak-anaknya. Di akhir perang, Ernst Ludwig kehilangan takhtanya akibat revolusi 1918 setelah menolak untuk turun takhta.[27]
Kematian dan tinggalan sejarah
Pada bulan Oktober 1937, Ernst Ludwig tutup usia di Schloß Wolfsgarten, dekat Darmstadt, setelah mengalami sakit yang berkepanjangan. Ia dimakamkan dalam upacara yang hampir setara dengan pemakaman kenegaraan pada tanggal 16 November 1937, dan dikebumikan di sebelah putrinya, Elisabeth, di area pemakaman terbuka yang baru di dekat Neues Mausoleum yang dibangunnya di taman Rosenhöhe, Darmstadt.[28]
Marie dari Rumania, mantan saudari ipar Ernst Ludwig, menulis tentang sang Adipati Agung dalam memoarnya:
Ernie bisa menjadi teman paling ceria, dia sangat bersemangat dan penuh energi, seolah-olah ada kegembiraan yang terus mengalir dalam dirinya, membuatnya sulit untuk diam dan selalu bergerak; dia juga sangat emosional dan memiliki bakat seni yang luar biasa. Ernie menikmati segala sesuatu dan bisa menjadi penggagas hiburan yang cerdas. [...] Ernie bersenang-senang sama seperti kami, dan vitalitasnya yang menular memberikan banyak manfaat bagi Nando. Di masa mudanya, suamiku tidak memiliki kemampuan untuk menikmati hidup sepenuhnya; dia terlalu cemas, yang membuatnya tampak selalu menolak kesenangan. Sebenarnya, dia terlalu segan dengan Paman; ketakutan akan 'veto'-nya selalu mengikutinya, sehingga dia tidak pernah bisa 'melepaskan diri' untuk merasakan kebahagiaan sepenuhnya. Namun, Ernie sering membantunya mengatasi rasa tidak percaya dirinya; saudara ipar yang muda ini, bisa dibilang, berhasil mengatasi keraguan Nando dengan kepercayaan dirinya yang jauh lebih besar.[29]
Felix Yusupov turut mengungkapkan pandangannya tentang sang Adipati Agung dalam memoarnya:
Saya mengenal Adipati Agung Hessen dengan baik, karena dia sering menginap di Arkhangelskoye. Dia adalah sosok yang tampan, ceria, dan menarik. Ia memiliki kecintaan yang mendalam terhadap keindahan dan imajinasi yang tak terbatas. Suatu hari, dia berinisiatif untuk mengecat bulu merpati putihnya menjadi biru langit, karena merasa warna tersebut tidak cocok dengan batu tua istananya. Sayangnya, pernikahannya tidak bahagia.[30]
^Mitterrand, Frédéric (1999). Mémoires d'exil (dalam bahasa Prancis). Robert Laffont. hlm. 104–105, 333. ISBN978-2-221-09023-7.
^Vickers, Hugo (2000). Alice: Princess Andrew of Greece (dalam bahasa Inggris). Hamish Hamilton. hlm. 352, 272–273. ISBN978-0-241-13686-7.
^Mateos Sainz de Medrano, Ricardo (2004). "Cecilia de Grecia, gran duquesa heredera de Hesse y del Rhin". La Familia de la Reina Sofía: La Dinastía griega, la Casa de Hannover y los reales primos de Europa (dalam bahasa Spanyol). La Esfera de los Libros. hlm. 284, 299–302. ISBN978-84-9734-195-0.
^Beéche, Arturo E.; Miller, Ilana D. (2020). The Grand Ducal House of Hesse (dalam bahasa Inggris). Eurohistory. ISBN978-1944207083.
^Christopher Warwick, author of the biography of Grand Duchess Elisabeth Feodorovna, entitled 'Ella Princess, Saint & Martyr' published in hardback the United Kingdom by John Wiley & Sons.