Ennigaldi (Ennigaldi-Nanna)Ennigaldi (Ennigaldi-Nanna) merupakan putri Nabonidus (Nabu-na'id), Kekaisaran Babilonia Baru raja dan penguasa terakhir kota Ur (modern Tell el-Muqayyar, Irak).[1][2][3][4] KehidupanEnnigaldi hidup di abad ke-6 SM. Ia memiliki tiga karier. Salah satunya adalah sebagai administrator sekolah, mengelola sebuah sekolah untuk para imam yang telah berusia lebih dari delapan abad saat ia mengambil alih. Yang lainnya adalah sebagai kurator museum. Dan yang lainnya adalah seorang imam tinggi.[3][4] Arkeolog Sir Leonard Woolley mencatat di dalam karyanya bahwa ayahandanya raja Nabonidus menyebutnya Belshalti-Nannar ketika ia menjadi Imam Tinggi Nannar di Ur.[5] Ennigaldi menjadi imam tinggi pada tahun 547 SM. Neneknya (Addagoppe dari Harran) juga seorang imam tinggi, namun saat ini telah tiada.[3] Ennigaldi menerima nama tambahan Nanna karena ia adalah imam tinggi dewa laki-laki Nanna (setara dengan dewa bulan Sin Babilonia kuno).[3] Ia mencurahkan sebagian besar waktu religiusnya di malam hari ke Nanna di sebuah ruangan biru kecil di atas Ziggurat Ur.[3] Kuil pemujaan ini di Ur untuk Ennigaldi, imam tinggi, dipanggil Nanna-Suen dan dibangun kembali oleh ayahandanya (pada awalnya dibangun kembali oleh Enanedu pada masa pemerintahan saudaranya Rim-Sin I).[6] Kuil ini juga disebut sebagai "giparu" untuk imam entu (imam tinggi) dan dianggap sebagai tempat suci untuk "penggunaan kultus pribadi."[7] "Giparu" hanya untuk imam tinggi (dewi bulan) dan orang-orang dilarang keras untuk masuk ke dalamnya. "Giparu" dibangun dan dibangun kembali beberapa kali mengikuti masa-masa Awal Dinastik. Ayahanda Ennigaldi, Raja Nabonidus, membangun kembali "giparu" untuk Ennigaldi pada sekitar tahun 590 SM, dan pada saat ini mengetahui bahwa ini adalah yang terakhir kalinya dibangun kembali.[7][8] Ia mencatat di tablet batu bata
KaryaEnnigaldi dicatat oleh sejarawan sebagai pendiri museum pertama di dunia,[1][10] yaitu sebuah museum barang purbakala.[11] Sekolah imam Ennigaldi yang beroperasi pada sekitar tahun 530 SM adalah untuk wanita kelas atas. Ennigaldi menghabiskan lebih sedikit waktu untuk hukuman fisik karena ia memiliki pendengar yang setia, walaupun sekolahnya mirip dengan sekolah penulisan Sumeria di dalam teknik pengajaran, kurikulum, dan peralatan muridnya. Wanita yang dapat membaca di sekolahnya diajarkan dialek khusus yang disebut Bahasa Sumeria.[3] Referensi
Sumber
|