Elisabeth Chong Chong-hye (1796-1839) adalah seorang martir Katolik Korea. Ia adalah putri dari martir Agustinus Chong dan Cecilia Yu So-sa dan adik perempuan dari Paulus Chong Ha-sang. Pada tahun 1801, ketika Elisabeth berusia 5 tahun, ayahnya yaitu Agustinus menjadi martir karena imannya. Pada waktu itu, Elisabeth juga ditangkap bersama dengan ibunya yaitu Cecilia dan kedua saudaranya. Pemerintah menyita kekayaan mereka dan melepaskan janda muda itu beserta anak-anaknya. Mereka pergi untuk tinggal dengan para kerabatnya yang pagan. Para kerabatnya itu tidak memperlakukan mereka dengan baik, dan Elisabeth menderita kedinginan dan kelaparan. Elisabeth mencari nafkah dengan menjahit dan menenun, dan dia dapat menopang hidup ibunya dan kakaknya yaitu Paulus. Kemudian Paulus membantu Uskup Imbert dan para misionaris untuk berkomunikasi dengan Peking. Para kerabatnya, yang pada awalnya tidak menyukai Elisabeth, merasa kagum kepada dia dan mulai menyukai dia. Dia sangat murni hatinya dan dia tidak pernah menatap secara langsung kepada seorang pria.
Ketika masih sangat muda, Elisabeth berjanji kepada Allah untuk menjaga kebajikan untuk tetap perawan. Ketika dia berusia 30 tahun, dia merasakan godaan berat selama sekitar lima tahun. Untuk mengatasinya, dia menggunakan cara tradisional yaitu dengan berdoa, berpuasa dan mencambuk diri (sebagai bentuk penyangkalan diri) seperti yang pernah dilakukan orang kudus. Dia selalu berdoa supaya para misionaris datang ke Korea. Ketika Uskup Imbert dan dua imam dari Perancis datang ke rumahnya, dia merasa sangat gembira dan melayani mereka dengan baik.
Banyak orang datang ke rumahnya untuk melihat para misionaris. Elisabeth mengajar para katekumen dan beramal kepada orang miskin. Uskup Imbert pernah berkata tentang dia: “Elisabeth seperti seorang katekis wanita.” Namun, ketika penganiayaan meletus, dia merasa takut. Ketika Uskup meninggalkan Seoul untuk melarikan diri ke pedesaan, Elisabeth, ibunya, dan saudaranya yaitu Paulus berusaha keras untuk menghibur umat Katolik dan menyediakan makanan dan pakaian bagi orang miskin, secara khusus bagi mereka yang berada di penjara. Mereka mempersiapkan diri untuk kemartiran.
Elisabeth ditangkap pada tanggal 19 Juli 1839 bersama dengan ibunya yaitu Cecilia Yu, dan saudaranya yaitu Paulus. Elisabeth diinterogasi. Karena dia menolak untuk menyangkal imannya, dia disiksa dengan kejam. Dia dipukuli dengan gada sebanyak 230 kali dalam tujuh penyiksaan yang berbeda, namun dia tidak pernah menyerah. Dia bertekad untuk menahan seluruh rasa sakit demi Allah dan Bunda-Nya yang Terberkati. Dia pernah berkata kepada orang-orang bahwa dia memahami betapa sakitnya penderitaan Tuhan itu.
Ketika dia di penjara, dia tidak pernah melalaikan doa dan merenung dan juga memberikan penghiburan dan penguatan kepada sesama umat Katolik di penjara. Dia juga membawa uang gereja ke penjara untuk menyediakan makanan dan pakaian bagi mereka yang dipenjarakan. Pada tanggal 29 Desember 1839, ketika dia berusia 43 tahun, dia dipenggal di luar Pintu Gerbang Kecil Barat bersama dengan enam orang Katolik lainnya.[1]
Referensi