Ekstraksi minyak serpih adalah proses pengolahan industri dalam produksi minyak yang dilakukan secara non konvensional .[1] Proses tersebut mengubah kerogen dalam serpih minyak menjadi menjadi serpih minyak oleh pirolisis, hidrogenasi, atau thermal dissolution.[2] Minyak serpih yang dihasilkan digunakan sebagai bahan bakar minyak atau ditingkatkan untuk memenuhi spesifikasi bahan baku kilang dengan cara menambahkan hidrogen dan menghilangkan kotoran sulfur dan nitrogen.[3][4]
Secara sederhana minyak serpih adalah versi tidak matang dari minyak mentah cair yang melalui tahap proses transformasi, terlepas dari langkah terakhir yang akan mengubahnya menjadi bentuk cair. Pengembang serpih minyak, seperti perusahaan Enefit menggunakan teknologi canggih untuk mempercepat proses geologis yang lambat selama jutaan tahun untuk mengubah batu menjadi minyak.[5]
Sejarah minyak serpih
Tidak seperti minyak mentah konvensional, minyak serpih dalam pasokan berlimpah diperkiraan dapat menjadi cadangan global lebih dari tiga kali lipat sumber daya minyak mentah dunia yang dapat dipulihkan. Minyak serpih merupakan sumber hidrokarbon cair terbesar di bumi. Selain itu tingginya harga serta berkurangnya cadangan minyak mentah, membuat teknologi pengolahan dari minyak serpih mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dengan adanya teknologi yang lebih modern, telah menyebabkan peningkatan adopsi dan minat terhadap kemungkinan penggunaan deposit minyak serpih di dunia.[6][7]
Minyak serpih sering disebut sebagai batu yang terbakar, karena berdasarkan fakta yang ada minyak tersebut dihasilkan karena terbakar tanpa perlu diproses.[8] Minyak serpih telah digunakan sebagai bahan bakar selama ribuan tahun. Di Timur Tengah, minyak batu atau minyak serpih digunakan di Mesopotamia sekitar 3000 SM sebagai bahan konstruksi jalan dan untuk membuat perekat arsitektur.[9][10]
Pada tahun 1830-an di Perancis, minyak pertama dari minyak serpih diproduksi pada skala industri dan dilakukan pengembangan pada proses produksi minyak tersebut. Kemudaian pada tahun 1850, James Young yang merupakan salah satu ahli kimia memantenkan proses untuk menghasilkan minyak penerangan, minyak pelumas, dan lilin.Selama lima puluh tahun berikutnya, minyak serpih diekstraksi di beberapa negara di Eropa, dengan fokus produksi utamanya adalah minyak tanah, minyak lampu, dan parafin. Akan tetapi setelah itu, industri minyak serpih mengalami kesulitan karena bersaing dengan minyak mentah yang mengalami peningkatan produksi.[11][12]
Produsen minyak serpih
Minyak serpih telah digunakan jauh ribuan tahun yang lalu oleh bangsa Mesopotamia kuno maupun orang dari Timur Tengah. Sedangkan industri ekstraksi minyak serpih modern dimulai pada abad ke-19. Proses ekstrasi minyak serpih juga mulai diterapkan di berbagai negara yang ada di Eropa, dan kemudian di Amerika Serikat. Mereka mengekstrak minyak serpih yang kemudian digunakan sebagai bahan bakar. Amerika Serikat akhirnya mendirikan fasilitias penambangan untuk melakukan ekstraksi minyak serpih yang berada di lembah sungai Ohio yang ada di negara bagian Pennsylvania, Ohio, Virginia Barat, dan Kentucky. Akan tetapi Amerika Serikat pada akhirnya menghentikan produksi ekstraksi minyak serpih pada awal 1980-an. Ada juga negara seperti Australia, Brasil, Swiss, Swedia, Spanyol, dan Afrika Selatan yang juga mulai melakukan penambangan minyak serpih pada abad ke-19 dan ke-20. Namun, negara-negara tersebut juga berhenti melakukan produksi pada tahun 1960-an. Namun, ada banyak negara termasuk Estonia, Cina, dan Brasil yang terus menggunakan minyak serpih untuk bahan bakar, maupun dibakar untuk menghasilkan listrik.
Proses pengolahan ekstraksi minyak serpih tergolong sulit dan membutuhkan biaya yang mahal, apabila dibandingkan dengan ekstraksi minyak bumi, batubara, maupun gas alam yang jauh lebih murah.[13]
Metode produksi
Proses ekstrasi yang dilakukan pada minyak serpih lebih sulit dibandingkan dengan proses ekstrasi pada minyak konvensional. Karena minyak serpih memiliki pada tan dan memiliki komposisi karogen yang bervariasi di antara endapan. Selain itu komposisi karbon, oksigen dan hidrogen juga menentukan fraksi hidrokarbon cair dan gas yang dapat digunakan yang dapat diproduksi.
Terdapat dua metode lokasi dalam proses produksi ekstrasi minyak serpih, yaitu dengan proses ex situ dan on-site atau in situ.[14] Proses ekstraksi minyak serpih yang biasanya dilakukan di atas tanah biasa disebut dengan pemrosesan ex situ.[15] Proses tersebut dilakukan dengan menambang serpih minyak yang berasal dari kerak bumi, yang kemudian diangkut dan diolah dengan cara retort atau memanaskan minyak serpih melalui proses yang lebih dikenal sebagai pirolisis.[16] Pirolisis merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengganti mekanisme alami untuk menguraikan kerogen yang telah ada di bumi selama jutaan tahun dalam kondisi tekanan dan suhu yang tinggi.[17] Proses pirolisis terjadi pada suhu antara 900 °F hingga 1000 °F (450 °C hingga 500 °C) tanpa adanya oksigen. Pada suhu yang tinggi itu, kerogen akan terurai relatif lebih cepat. Metode ex-situ dapat dilakukan di fasilitas pemrosesan yang ada untuk menghasilkan minyak serpih.[18]
Proses penambangan minyak serpih mentah menggunakan metode ex-situ memang dapat memungkinkan tingkat produksi minyak serpih yang lebih tinggi, namun di sisi lain metode tersebut dapat merusak lingkungan atau ekologis ireversibel dibandingkan dengan metode in-situ.[19] Akan timbul banyak masalah lingkungan lain seperti pembuangan limbah yang sembarangan, polusi air, maupun polusi udara.[20]
Metode lain yang digunakan dalam ekstrasi minyak serpih yaitu dengan metode in situ.[21] In situ merupakan teknologi modern atau metode eksperimental baru dalam pengolahan produksi ekstrasi minyak serpih yang dilakukan di bawah tanah, proses tersebut dilakukan dengan cara memanfaatkan panas bumi dan kemudian mengekstrak minyak melalui sumur minyak.[22]
Pada proses in situ serpih minyak tidak ditambang atau dihancurkan, melainkan dengan cara dipanaskan ke jendela minyaknya saat masih di bawah tanah. Salah satu teknologi yang dikenal dalam ekstrasi minyak in-situ yaitu dengan menggunakan pemanasan volumetrik. Proses pemanasan volumetrik dimulai saat batu dipanaskan dengan menggunakan arus listrik, yang kemudian memasukkan elemen pemanas secara langsung ke dalam sumur horizontal yang sudah ada atau ke dalam area batuan yang retak, hingga menghasilkan minyak serpih. Proses selanjutnya yaitu minyak akan dipompa langsung dari bawah tanah.[13]
Dampak industri
Proses produksi ekstrasi minyak serpih memiliki kemungkinan dampak bagi lingkungan sekitar, seperti timbulnya gas rumah kaca, polusi udara, sisa limbah industri yang dibuang sembarangan sehingga mengakibatkan pencemaran air, kerusakan ekosistem lingkungan, dan sebagainya. Proses ekstrasi minyak serpih melibatkan pembakaran hidrokarbon yang dilakukan di lokasi ekstrasi, sehingga dapat menghasilkan emisi gas karbon dioksida (CO2) seperti gas rumah kaca.[23][24]
Berdasarkan penelitian yang ada,[25] metode ekstrasi minyak serpih menggunakan in-situ dalam skala komersial dapat menghasilkan Karbon dioksida setidaknya 10%-20% lebih banyak dibandingkan dengan produksi minyak bumi konvensional.[26][27]
^"Wayback Machine"(PDF). web.archive.org. 2012-02-06. Archived from the original on 2012-02-06. Diakses tanggal 2020-02-23.Pemeliharaan CS1: Url tak layak (link)
^"Shale Oil". personal.ems.psu.edu. Diakses tanggal 2020-02-24.
^ abSociety, National Geographic (2013-03-04). "oil shale". National Geographic Society (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-03-02.
^"Wayback Machine"(PDF). web.archive.org. 2011-07-26. Archived from the original on 2011-07-26. Diakses tanggal 2020-02-23.Pemeliharaan CS1: Url tak layak (link)