Eksekusi palsu adalah suatu strategi di mana korban dengan sengaja tetapi secara palsu diberi perasaan bahwa eksekusi mereka atau orang lain sedang berlangsung atau akan segera terjadi. Ini mungkin melibatkan menutup mata subjek, memberi tahu mereka bahwa mereka akan mati, membuat mereka menyampaikan keinginan terakhir, membuat mereka menggali lubang kubur mereka sendiri, menempelkan pistol yang tidak terisi peluru di kepala mereka dan menarik pelatuk, menembak di dekat (tetapi tidak ke arah) korban, atau menembak peluru hampa. Eksekusi palsu dikategorikan sebagai penyiksaan psikologis. Ada perasaan ketakutan yang ditimbulkan ketika seseorang dipaksa merasa bahwa mereka akan dieksekusi atau menyaksikan seseorang dieksekusi. Trauma psikologis dapat menyebabkan depresi, gangguan kecemasan, gangguan stres pasca-trauma, dan gangguan mental lainnya.
Contoh sejarah
Pada tahun 1849, anggota kelompok diskusi politik Rusia yang dikenal sebagai Petrashevsky Circle, termasuk penulis Fyodor Dostoevsky, dinyatakan bersalah atas pengkhianatan tinggi dan dijatuhi hukuman tembak mati. Hukuman tersebut kemudian dirubah secara rahasia menjadi kerja paksa, dan para tahanan baru diberitahu setelah semua persiapan eksekusi dilakukan.[1] Dostoevsky menggambarkan pengalaman ini dalam novelnya, The Idiot.[2]
Pada tahun 1968, Komandan Lloyd M. Bucher, Komandan USS Pueblo, disiksa dan dihadapkan pada regu tembak palsu oleh pihak interogator Korea Utara dalam upaya membuatnya mengakui.
Sandera Amerika yang ditahan oleh Iran pada tahun 1979 mengalami eksekusi palsu oleh para penahan mereka.
Laporan tentang eksekusi palsu yang dilakukan oleh Marinir AS terhadap tahanan di Irak muncul pada Desember 2004, ketika American Civil Liberties Union mempublikasikan dokumen internal dari Naval Criminal Investigative Service (NCIS) yang diperoleh melalui Freedom of Information Act. Dokumen tersebut ditulis tujuh minggu setelah publikasi foto-foto yang memicu skandal penyalahgunaan tahanan Abu Ghraib.
Pada tahun 2000, sandera militer Inggris di Sierra Leone menjadi korban eksekusi palsu oleh West Side Boys untuk mendapatkan informasi dari mereka.
Pada April 2003, Letnan Kolonel U.S. Army Allen West menangkap polisi Irak Yehiya Kadoori Hamoodi dan membawanya untuk diinterogasi berdasarkan tuduhan bahwa ia merencanakan serangan mendekati unit West. Setelah Hamoodi diduga dipukuli oleh seorang penerjemah dan beberapa pasukan AS, West membawa Hamoodi keluar dari ruang interogasi dan menunjukkan kepadanya enam pasukan AS dengan senjata di tangan. West mengatakan kepada Hamoodi, "Jika kamu tidak bicara, mereka akan membunuhmu." West kemudian menempatkan kepala Hamoodi di dalam tong berisi pasir yang digunakan untuk membersihkan senjata, memasukkan senjatanya ke dalam tong, dan menembak dekat kepala Hamoodi. Hamoodi kemudian memberikan West nama, lokasi, dan metode dari serangan yang diduga, yang tidak pernah terjadi, dan tidak ditemukan bukti rencana serangan apa pun. Hamoodi dibebaskan tanpa tuduhan; West dikenai denda $5,000 untuk insiden tersebut dan diizinkan mengundurkan diri dari jabatannya di U.S. Army tanpa pengadilan militer.
Pada tahun 2014, jurnalis James Foley menjadi korban eksekusi palsu oleh militan ISIL sebelum akhirnya dibunuh. Eksekusi palsu dilaporkan sebagai taktik penyiksaan umum yang digunakan oleh ISIL.[3]