Dr. Dian Ediana Rae, SH, LL.M. (lahir 4 April 1960) adalah Kepala PPATK yang resmi menjabat sejak 6 Mei 2020. Sebelumnya ia adalah Plt Kepala PPATK, menggantikan Kiagus Ahmad Badaruddin yang meninggal pada 14 Maret 2020, karena menjabat sebagai Wakil Kepala PPATK.[1]
Pelantikan
Pelantikan sebagai ketua PPATK baru, menggantikan Kiagus Ahmad Badaruddin, dilakukan pada tanggal 6 Mei 2020 di Istana Merdeka, Jakarta. Pelantikannya dilakukan oleh Presiden Joko Widodo, didasarkan kepada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 37/M Tahun 2020 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Kepala dan Wakil Kepala PPATK. Masa jabatannya berlaku hingga 2021.[1] Pelantikan ini dihadiri pula oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan RI, Mahfud MD dan Menteri Sekretaris Negara, Pratikno.[2]
Saat dilantik, Dian Ediana Rae mengucapkan sumpah jabatan Ketua PPATK yang berbunyi sebagai berikut:
"Demi Allah saya bersumpah bahwa saya untuk menjadi Kepala PPATK langsung atau tidak langsung dengan nama atau dalih apapun tidak menjanjikan atau memberikan sesuatu kepada siapapun. Saya bersumpah bahwa saya akan merahasiakan kepada siapapun hal-hal yang menurut peraturan perundang-undangan wajib dirahasiakan. Saya bersumpah bahwa saya akan melaksanakan tugas dan kewenangan selaku Kepala PPATK dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggung jawab,"[3][4]
Terobosan
Selama Dian Ediana Rae menjabat Wakil Ketua PPATK, ia bersama pimpinan PPATK lainnya membangun program Platform Informasi bersama jaringan intelijen di Indonesia (terrorist financing information exchange platform). Program tersebut awalnya digagas oleh negara-negara yang tergabung dalam ASEAN Plus 2, dan kemudian diterapkan di Indonesia. Selain platform antar negara ini, PPATK juga menyiapkan platform pertukaran informasi untuk lembaga-lembaga intelijen dalam negeri. Artinya ada dua proyek besar yang sedang dikerjakan dalam upaya memberantas TPPU. Platform dalam negeri ini dibangun bekerjasama dengan kepolisian, Badan Intelijen Negara (BIN), Imigrasi, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Bea Cukai.[5]
Pernyataan di media
Pada tanggal 27 Februari 2019, saat masih jadi Wakil Ketua PPATK, ia membuat pernyataan bahwa pengawasan terhadap rekening warga negara Indonesia diperketat. Dalam hal ini termasuk pula 1,3 juta rekening milik pejabat, politikus, pengusaha hingga firma hukum, karena dicurigai terlibat Tindak Pidana Pencucian Uang. Ia mengancam bahwa kalau terbukti, PPATK akan menyerahkan bukti pencucian uang tersebut ke aparat hukum, sehingga mempersempit gerak kriminal para pelaku pencucian uang. Ia juga memperingatkan bahwa PPATK telah menjalin kerjasama erat dengan sejumlah lembaga penegak hukum sehingga akan lebih sulit bagi para pelaku untuk menyembunyikan kejahatannya.[6]
Masih dalam kapasitas sebagai Wakil Ketua PPATK, ia juga menyatakan bahwa Banten termasuk dalam zona merah dalam Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM), saat berdikusi dengan wartawan di Banten, 22 November 2018. Hal itu yang menandakan bahwa kasus-kasus yang berkaitan dengan pencucian uang cukup tinggi seperti korupsi, narkoba, kasus pajak, dan lainnya. Dian memperhatikan bahwa pencucian uang di Banten tiap tahun menunjukkan tren terus meningkat.[7]
Ia juga menyatakan bahwa PPATK menemukan hal serupa di Aceh. Data yang ada di PPATK mencatat 2.360 LTKM dari wilayah Aceh atau menempati posisi ke-15 dari 34 provinsi. Sementara nominal transaksi LTKM tertinggi menyentuh angka Rp40 miliar, dengan mayoritas terkait tindak pidana narkotika, penipuan, dan korupsi. Atas temuan tersebut ia mengklaim bahwa PPATK mendorong KPK, BNN maupun Kejaksaan dan Polri serta aparatur hukum lain untuk mengeksekusi hasil analisis transaksi keuangan yang mencurigakan tersebut.[8]
Tanggal 12 Agustus 2019, ia juga menyatakan bahwa berdasarkan perkembangan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), hingga April 2019 terdapat 6.090 laporan transaksi mencurigakan, yang berasal dari individu dan korporasi yang mengindikasikan adanya tindakan penipuan, korupsi dan perjudian.
Dian juga membuat pernyataan bahwa ada peningkatan laporan yang didorong perbaikan sistem pelaporan serta peningkatan kesadaran pelapor, sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan bahwa ada tindak pidana dalam laporan tersebut.[9]
Saat masih menjabat sebagai Kepala Kantor Perwakilan (KPW) BI Jabar–Banten Wilayah VI, ia menyatakan bahwa Wilayah Jawa Barat–Banten yang berpenduduk berkisar 47 juta jiwa berperan penting dalam memengaruhi perekonomian nasional. Memang inflasi yang terjadi di daerah tersebut hanya 1 persen, namun inflasi nasional 70 persennya disebabkan gejolak di daerah. Adanya kenaikan beberapa komoditas tertentu, seperti minyak, cabai, dan kedelai, membuat rupiah menjadi berfluktuasi. Untuk mengendalikan rupiah supaya nilainya tetap berharga, BI mendirikan Tim Pengendalian Inflasi Daerah. Tim ini terdiri dari unsur pemerintah daerah dan BI.[10]
Pendidikan
Dia Ediana Rae merupakan lulusan Doktor Bidang Hukum Ekonomi Keuangan dari Universitas Indonesia
dengan predikat cumlaude. Ia menamatkan pendidikan Master bidang Hukum Bisnis University of Chicago Law School. Pendidikan sarjananya dituntaskan di Fakultas Hukum Universitas Padjajaran. Ia juga sempat mengambil Law Course di Georgetown University, Washington DC, Amerika Serikat, dan Summer School for International Finance Law di Oxford University, Inggris.[11]
Karier
Dian Ediana Rae memulai kariernya di bidang keuangan di Bank Indonesia. Ia tercatat pernah menjabat sebagai Kepala Perwakilan Bank Indonesia, tepatnya untuk penugasan di London pada tahun 2010- 2013, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI yang kewenangannya meliputi daerah Jawa Barat dan Banten pada 2013-2014, serta sebagai Kepala Departemen Regional I Bank Indonesia untuk masa jabatan 2014-2016. Bersama dengan almarhum Pemimpin puncak PPATK sebelumnya, Kiagus Ahmad Badaruddin, mereka mendorong PPATK menjadi lembaga kredibel dan berintegritas tinggi. Dia terpilih sebagai Wakil PPATK, menggantikan Agus Santoso, sementara Kiagus Ahmad Badaruddin terpilih menggantikan Muhammad Yusuf.[12] Selama di PPATK ia banyak membuat inisiatif, seperti penguatan hukum anti-pencucian uang hingga pencegahan pengaliran dana kepada kegiatan terorisme.[13]
Selain itu, Dian Edana juga pernah ditunjuk sebagai Vice Chair di Kelompok Kerja Pertukaran Informasi the Egmont Group,[14] dilanjutkan pula menjabat sebagai Regional Representative the Egmont Group untuk kawasan Asia Pasifik,[15] anggota the Egmont Group Committee, dan juga menjabat sebagai Co-Chair dalam Financial Intelligence Consultative Group (FICG) di kawasan Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru.
Untuk diketahui, the Egmont Group merupakan organisasi internasional yang mewadahi berkumpulnya seluruh lembaga intelijen keuangan (Financial Intelligence Unit/FIU) di dunia.[13]